Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hendry Roris P Sianturi
Pengajar

Pengajar di Universitas Singaperbangsa Karawang, Lulusan Pasca Sarjana Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Kompas.com - 18/02/2024, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Semakin besar nomor urut, maka posisi foto calon semakin berada di baris paling bawah surat suara. Agar posisi foto Komeng tetap di baris atas, maka nama Komeng dijadikan nama kedua setelah Alfiansyah.

Selain mengubah nama, Komeng juga mengubah fotonya saat berstatus Daftar Calon Tetap (DCT) DPD RI. Foto di DCT inilah yang dipakai untuk surat suara.

Tadinya foto Komeng ketika status Daftar Calon Sementara (DCS) DPD RI, tampak terlihat formal, seperti pose di pas foto.

Pergantian foto tersebut mampu mendongkrak suara Komeng, karena posenya di foto tersebut dianggap nyentrik oleh banyak pemilih.

Pose Komeng di foto tersebut merupakan representasi ekspresi Komeng yang sering muncul di layar kaca. Akibatnya tidak sulit mengenali dan mencari wajah Komeng di surat suara, apalagi dengan posisi foto di barisan paling atas.

Harus diakui, foto dan nama panggung Komeng berhasil membuat surat suara menjadi bermakna bagi para pemilih, dan bukan sekadar kertas pencoblosan.

Pemaknaan itu muncul melalui komunikasi tidak langsung secara verbal dan non-verbal antara Komeng dengan para pemilih dengan media kertas suara.

Komeng meyakini strateginya ini lebih efektif dibandingkan memasang baliho dan spanduk di jalan-jalan. Selain menghabiskan banyak biaya, strategi kampanye tersebut dinilai tidak efektif saat ini.

Sebaliknya, Komeng justru memanfaatkan surat suara sebagai media visual kampanye, agar konstituen bisa langsung memilihnya.

Strategi Komeng ini erat kaitannya dengan teori Komunikasi Multimodal. Komeng menggunakan multimodal text sebagai pesan untuk menarik perhatian pemilih.

Dalam teori Multimodal Communication, ada banyak tanda yang saling mendukung dalam menciptakan pemaknaan penerima pesan, dalam hal ini pemilih.

Tanda-tanda ini diistilahkan sebagai semiotic modes dan dengan cara tertentu mode-mode tersebut disatukan untuk saling melengkapi (Kress and van Leeuwen, 2001).

Komeng menggunakan strategi ini agar pemilih mengenalinya secara cepat dan mencoblosnya. Dirinya meyakini popularitasnya masih ada dan sosoknya bisa langsung diingat para pemilih dengan menarik perhatian mereka melalui penggunaan mode-mode semiotik.

Ketika membuka surat suara, para pemilih langsung melihat foto dan nama Komeng di baris pertama.

Kemudian para pemilih memaknainya dengan mengkomparasikannya melalui pengalaman dan pengetahuan terhadap sosok Komeng. Hingga akhirnya, terjadi komunikasi tidak langsung (indirect communication) yang efektif antara Komeng dan para pemilih.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com