Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hendry Roris P Sianturi
Pengajar

Pengajar di Universitas Singaperbangsa Karawang, Lulusan Pasca Sarjana Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Kompas.com - 18/02/2024, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

FOTO unik Alfiansyah Bustami alias Alfiansyah Komeng atau Komeng, di surat suara pemilihan anggota DPD RI 2024-2029, membawanya unggul perolehan suara di Jawa Barat.

Berdasarkan hitung cepat KPU per 17 Februari 2024, Komeng telah meraup 1.556.735 suara atau 12,4 persen.

Perpaduan foto nyentrik dan penggunaan nama panggung Komeng di surat suara, mampu menarik perhatian pemilih.

Jumlah suara alumni Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Tribuana, kampus yang dicabut izinnya oleh Kemendikbud Ristek Juni tahun lalu itu, sementara ini mengalahkan suara artis kawakan Jihan Fahira dan politisi Aceng Hulik Munawar Fikri, mantan Bupati Garut.

Banyak pihak meyakini, Komeng akan menduduki peringkat pertama dalam perolehan suara pemilihan anggota DPD perwakilan Jawa Barat. Jika tidak ada aral melintang, Komeng akan menjadi senator DPD RI tahun ini.

Pose foto beberapa calon anggota DPD di surat suara, termasuk Komeng, memang lebih luwes dibandingkan foto calon presiden dan wakil presiden di Pemilu 2024. KPU memperbolehkan para calon anggota DPD menampilkan foto dengan khas dan keunikan masing-masing calon.

Bahkan ada foto calon sambil menggunakan properti. Misalnya, ada yang mengenakan pakaian adat, memakai cowboy hat, caping dan topi pabrik hingga berfoto dengan wayang kulit. Meski demikian, tidak sedikit foto para calon ditampilkan dengan pose formal, layaknya pas foto pada umumnya.

Berbeda halnya dengan surat suara pemilihan anggota DPR ataupun DPRD, yang tidak menampilkan foto para kontestan. Sehingga para calon hanya bisa mengoptimalkan simbol-simbol nomor urut, logo partai dan nama di surat suara.

Komeng menyadari keluwesan pada surat suara pemilihan anggota DPD. Karena itu, langkah pertama yang dilakukan agar pemilih memilihnya ketika hari pencoblosan, yaitu menjadikan nama panggung menjadi nama resmi agar bisa disematkan di surat suara.

Pada 2023, Komeng mengajukan permohonan pergantian nama resmi ke Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Pada awal Mei 2023, sebelum pendaftaran ke KPU, PN Cibinong mengabulkan permohonannya. Nama resminya berubah dari Alfiansyah Bustami menjadi Alfiansyah Komeng.

Menariknya Komeng tidak mengganti nama Alfiansyah Bustami sepenuhnya menjadi Komeng saja, seperti yang dilakukan pesohor Uya Kuya, dari nama resmi sebelumnya Surya Utama.

Nama Komeng justru dijadikan nama kedua, setelah Alfiansyah. Artinya, nama Alfiansyah tetap dipertahankan. Strategi ini dilakukan agar Komeng bisa mendapat nomor urut kecil.

Nomor urut Komeng 10. Sementara jumlah calon anggota DPD RI dari Jawa Barat sebanyak 54 orang. Di sisi lain, penetapan nomor urut calon anggota DPD RI berdasarkan abjad.

Karena itu, jika nama Alfiansyah Bustami diganti sepenuhnya menjadi Komeng, maka Komeng mendapat nomor urut 40. Perubahan ini bisa memengaruhi posisi barisan foto Komeng di surat suara.

Semakin besar nomor urut, maka posisi foto calon semakin berada di baris paling bawah surat suara. Agar posisi foto Komeng tetap di baris atas, maka nama Komeng dijadikan nama kedua setelah Alfiansyah.

Selain mengubah nama, Komeng juga mengubah fotonya saat berstatus Daftar Calon Tetap (DCT) DPD RI. Foto di DCT inilah yang dipakai untuk surat suara.

Tadinya foto Komeng ketika status Daftar Calon Sementara (DCS) DPD RI, tampak terlihat formal, seperti pose di pas foto.

Pergantian foto tersebut mampu mendongkrak suara Komeng, karena posenya di foto tersebut dianggap nyentrik oleh banyak pemilih.

Pose Komeng di foto tersebut merupakan representasi ekspresi Komeng yang sering muncul di layar kaca. Akibatnya tidak sulit mengenali dan mencari wajah Komeng di surat suara, apalagi dengan posisi foto di barisan paling atas.

Harus diakui, foto dan nama panggung Komeng berhasil membuat surat suara menjadi bermakna bagi para pemilih, dan bukan sekadar kertas pencoblosan.

Pemaknaan itu muncul melalui komunikasi tidak langsung secara verbal dan non-verbal antara Komeng dengan para pemilih dengan media kertas suara.

Komeng meyakini strateginya ini lebih efektif dibandingkan memasang baliho dan spanduk di jalan-jalan. Selain menghabiskan banyak biaya, strategi kampanye tersebut dinilai tidak efektif saat ini.

Sebaliknya, Komeng justru memanfaatkan surat suara sebagai media visual kampanye, agar konstituen bisa langsung memilihnya.

Strategi Komeng ini erat kaitannya dengan teori Komunikasi Multimodal. Komeng menggunakan multimodal text sebagai pesan untuk menarik perhatian pemilih.

Dalam teori Multimodal Communication, ada banyak tanda yang saling mendukung dalam menciptakan pemaknaan penerima pesan, dalam hal ini pemilih.

Tanda-tanda ini diistilahkan sebagai semiotic modes dan dengan cara tertentu mode-mode tersebut disatukan untuk saling melengkapi (Kress and van Leeuwen, 2001).

Komeng menggunakan strategi ini agar pemilih mengenalinya secara cepat dan mencoblosnya. Dirinya meyakini popularitasnya masih ada dan sosoknya bisa langsung diingat para pemilih dengan menarik perhatian mereka melalui penggunaan mode-mode semiotik.

Ketika membuka surat suara, para pemilih langsung melihat foto dan nama Komeng di baris pertama.

Kemudian para pemilih memaknainya dengan mengkomparasikannya melalui pengalaman dan pengetahuan terhadap sosok Komeng. Hingga akhirnya, terjadi komunikasi tidak langsung (indirect communication) yang efektif antara Komeng dan para pemilih.

Adapun mode-mode yang dijadikan sebagai teks multimodal dalam strategi komunikasi Komeng, yaitu perubahan nama dan nomor urut yang menentukan posisi baris atas surat suara.

Lalu ada mode ekspresi wajah khas Komeng, tatapan mata, gestur tubuh nyeleneh, warna latar belakang foto dan warna pakaian, serta jenis foto close up yang memfokuskan gambar ekspresi Komeng.

Para pemilih menyatukan mode-mode itu, sehingga tertarik lalu memaknainya dan menghasilkan efek, yang tentu sesuai dengan harapan si pemberi pesan, yaitu coblos Komeng. Alhasil, suara Komeng melesat.

Mengacu pada konsep komunikasi tidak langsung Harrold Laswell (dalam Deddy Mulyana, 2007), dijelaskan bahwa pesan efektif adalah pesan yang mampu dimaknai penerima pesan dan menciptakan efek sesuai keinginan pengirim pesan.

Efek yang dimaksud, tentu agar pemilih mencoblos fotonya. Komeng berhasil melakukannya, meskipun bukan lulusan atau ahli di bidang Komunikasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com