"Mungkin para caleg ini menganggap kurang strategis pemilih disabilitas, karena mereka pikir apa sih yang bisa kami lakukan," cetusnya.
Jika Syamsudin Umar terancam hanya akan menjadi penonton saat pemungutan suara 14 Februari 2024, berbeda halnya dengan Ahmad (56) dan Tarini (55).
Mereka merupakan Pasangan Suami Istri (Pasutri) penyandang disabilitas tunanetra di Kelurahan Sadia, Kecamatan Mpunda, Kota Bima.
Pasangan ini sama-sama berprofesi sebagai tukang pijat tradisional. Mereka membuka praktik di sebuah rumah kontrakan yang disewa Rp 6 juta per tahun. Di rumah tersebut Ahmad dan Tarini tinggal bersama seorang anaknya bernama Rizal Perdana Putra (21).
Baca juga: Ganjar Libatkan Kaum Disabilitas Tulis Harapan di Belakang Kemeja Putihnya
Meski lahir dari pasangan penyandang disabilitas, buah hatinya tumbuh normal dan bisa melihat. Bahkan anak mereka saat ini berkuliah di Universitas Terbuka (UT) di Kota Bima.
Kepada Kompas.com pada Rabu (10/1/2024), Ahmad yang ditemani sang istri menceritakan bahwa dirinya pernah mendapat kesempatan bisa melihat warna-warni kehidupan.
Namun, saat usianya menginjak 25 tahun ia mengalami sakit kepala dan demam tinggi berkepanjangan. Empat bulan berjalan, penglihatannya perlahan kabur hingga akhirnya buta total sampai dengan saat ini.
Baca juga: 12 Jalur Mandiri UNS, Ada Jalur Khusus Ketua OSIS hingga Disabilitas
Kendati sempat frustasi atas kenyataan hidup yang dialami, berkat dukungan dan perhatian keluarga, dia kemudian bangkit melanjutkan perjalanan hidupnya.
Ahmad mengaku sudah 14 tahun membuka praktik pijat tradisional di Kota Bima. Keahlian ini diperoleh setelah mengikuti pelatihan di Pemalang, Jawa Tengah.
"Saat ikut pelatihan itu saya bertemu dengan istri dan menikah tahun 2000. Istri saya tunanetra juga," ucapnya.
Selama 14 tahun berada di Kota Bima, Ahmad bersama sang istri sudah tiga kali memberikan hak suara pada saat pesta demokrasi, seperti waktu Pilpres 2014, Pilpres 2019 dan Pilkada Kota Bima 2019.
Pemilu tahun ini ia juga masih berkesempatan memberikan hak suaranya di Kelurahan Sadia, Kecamatan Mpunda, Kota Bima.
"Saya terdaftar di DPT, bahkan sudah tiga kali pemilu saya ikut dari sejak tahun 2014," jelasnya.
Sepanjang pengalamannya ikut berpartisipasi di pemilihan umum sebelumnya, Ahmad mengaku tak pernah mendapat perlakuan khusus dari penyelenggara atau peserta pemilu.
Baik untuk mengikuti kegiatan sosialisasi terkait tahapan-tahapan pemilu, tata cara pencoblosan, jenis surat suara atau untuk sekedar mengenal calon-calon yang ikut dalam kontestasi politik saat itu.
Sementara di Pemilu 2024, lanjut dia, sudah mulai terlihat perubahan meski diakuinya belum menyasar semua penyandang disabilitas.
"Pemilu 2024 ini agak mendingan dari 2019 apalagi 2014 dulu, sekarang ini penyelenggara mulai terima keadaan kami, saya juga sudah beberapa kali diundang KPU dan Bawaslu untuk ikut sosialisasi," terangnya.
(Berlanjut ke Bagian 2)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.