Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal "Food Estate" Jagung Senilai Rp 54 Miliar di Gunung Mas Kalteng, Disebut Menutupi Kegagalan Proyek Kebun Singkong

Kompas.com - 21/01/2024, 22:56 WIB
Rachmawati

Editor

"Apalagi anggaran food estate ini hanya Rp54 miliar, kecil sekali. Itu pun bantuannya dari Kementerian PU. Tapi percaya enam bulan ke depan masalah ini selesai," tutur Amran.

Wakil Menteri Pertahanan, Muhammad Herindra, menyampaikan terima kasih kepada Kementan karena merealisasikan kekuatan pangan nasional melalui food estate.

Karena akhirnya, kata dia, jagung bisa diproduksi sendiri di dalam negeri.

Baca juga: Mahfud MD: Food Estate Gagal, Rusak Lingkungan, Rugi Kita

Dia juga berkata pada awal pembangunan food state di Gunung Mas sebagian masyarakat ragu dan sempat memperdebatkan program tersebut.

"Tapi kita lihat sendiri saat ini di lapangan apa yang kita kerjakan bisa berhasil," ujar Herindra, Senin (11/12).

Mempertanyakan food estate jagung

Pengamat pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santosa, menyebut keberhasilan program pertanian skala besar seperti food estate tak semudah yang diucapkan Wakil Menteri Pertahanan.

Ia mengatakan setidaknya ada empat hal yang harus dipenuhi.

Pertama, kesesuaian serta kelayakan tanah serta agroklimat di wilayah food estate - karena ini terkait dengan kesuburan tanah.

Kedua, kesesuaian infrastruktur pertanian demi menunjang kebutuhan usaha tani.

Ketiga, kelayakan budidaya serta teknologi, terutama untuk memperkuat kualitas hasil tanam dan mengatasi hama.

Terakhir yakni sosial-ekonomi atau tingkat minat sumber daya manusia untuk mengelola lahan baru dan apakah lahan garapan tersebut produktif.

Baca juga: Sebut Food Estate Gagal dan Merusak Lingkungan, Mahfud: Yang Benar Saja? Rugi Dong Kita

Soal kelayakan tanah di Gunung Mas yang dikiritik sejumlah aktivis lingkungan disebut tidak subur karena 70% pasir, menurut Andreas, bisa diakali dengan teknologi.

"Itu [food estate Gunung Mas] kan hanya untuk menunjukkan bahwa tanah di sana bisa ditanam... kalau begitu padang pasir juga bisa ditanami kalau menggunakan teknologi," imbuhnya kepada BBC News Indonesia.

Tapi masalah utamanya, kata dia, apakah dari segi sosial-ekonomi layak atau tidak.

Segi sosial artinya adakah petani yang mau menggarap lahan baru itu dan dari sisi ekonomi artinya apakah lahan tersebut produktif.

"Sebenarnya apapun bisa ditanami, masalahnya berapa investasi yang masuk ke sana dan hasilnya berapa?"

Baca juga: Debat Keempat Pilpres, Isu Mobil Listrik dan Food Estate Bisa Jadi Bahasan Utama

"Kalau hasilnya tidak sesuai dengan biaya produksi ya enggak masuk akal [proyek food estate]."

"Petani juga enggak ada yang mau menggarap nanti, memang pemerintah mau nanam?"

Itu mengapa, menurutnya, selama empat pilar itu tidak terpenuhi maka sudah pasti proyek food estate gagal.

Desak food estate kebun jagung dihentikan

Direktur LSM Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalteng, Bayu Herinata, mendesak pemerintah menghentikan proyek buang-buang anggaran seperti food estate.

Ini karena sedari awal pemerintah dinilai tak memiliki perencanaan yang matang. Forest Campaign Team Leader Greenpeace Indonesia, Arie Rompas, juga sependapat.

Kata dia, kekeliruan sudah dimulai sejak Presiden Jokowi menunjuk Menteri Pertahanan Prabowo Subianto sebagai penanggung jawab proyek food estate singkong di Kabupaten Gunung Mas.

Pasalnya, menurut Arie, Kemenhan tidak memiliki kapasitas untuk mengelola pertanian di Indonesia.

"Tapi dipaksakan sehingga terjadi kegagalan [kebun singkong]."

Baca juga: Food Estate Disebut Gagal, Dosen Universitas Brawijaya Berikan Penjelasan

Untuk kebun jagung yang saat ini digarap, Arie juga pesimistis bakal berhasil lantaran tak ada kajian mendalam dan dibikin secara tergesa-gesa.

Dia justru menyebut proyek kebun jagung ini hanya untuk menutupi kegagalan proyek perkebunan singkong yang mangkrak di tangan Kementerian Pertahanan dengan merencanakan kegagalan baru.

"Karena sudah pasti gagal [kebun jagung]."

Ia menyarankan pemerintah agar memulihkan kawasan yang dulunya hutan tersebut. Sebab pembukaan lahan hanya memicu banjir.

Dalam laporan BBC News Indonesia Maret 2023 lalu Kepala Desa Tewai Baru, Sigo, berkata banjir di wilayahnya makin parah. Ketika hujan turun, air Sungai Tambun dan Tambi yang melintasi desa meluap.

Kalau sebelumnya hanya 50 sentimeter, sekarang bisa 1,5 meter lebih. Ini karena hutan yang telah gundul itu letaknya berada di dataran tinggi dan berfungsi sebagai penyerap air.

Baca juga: Sebut Cak Imin Aneh sejak Jadi Cawapres Anies, TKN: Dulu Dukung Food Estate, Sekarang Mau Hentikan

"Seharusnya bisa dipulihkan kembali, meski tidak akan seperti semula karena ketika hutan dibuka singkapan tanahnya sudah diangkat."

"Akan butuh waktu yang panjang tapi dengan teknologi bisa dipulihkan. Ini soal kemauan pemerintah apakah mau untuk melakukan."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bandara Lombok Siap Layani Pemberangkatan 13 Kloter Jemaah Haji 2024

Bandara Lombok Siap Layani Pemberangkatan 13 Kloter Jemaah Haji 2024

Regional
Prakiraan Cuaca Batam Hari Ini Jumat 10 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Batam Hari Ini Jumat 10 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Regional
Prakiraan Cuaca Balikpapan Hari Ini Jumat 10 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Balikpapan Hari Ini Jumat 10 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Cerah Berawan

Regional
Prakiraan Cuaca Morowali Hari Ini Jumat 10 Mei 2024, dan Besok : Malam ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Morowali Hari Ini Jumat 10 Mei 2024, dan Besok : Malam ini Hujan Ringan

Regional
Ibu di Riau Beri Racun Tikus ke Anak Tirinya gara-gara Sakit Hati Pada Ayah Korban

Ibu di Riau Beri Racun Tikus ke Anak Tirinya gara-gara Sakit Hati Pada Ayah Korban

Regional
Rektor Unsa Maju Pilkada 2024 Lewat Partai Gerinda, Sosok Perempuan Pertama

Rektor Unsa Maju Pilkada 2024 Lewat Partai Gerinda, Sosok Perempuan Pertama

Regional
Di Balik Penutupan Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta, Salah Satunya Kendala Bahan Baku Impor

Di Balik Penutupan Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta, Salah Satunya Kendala Bahan Baku Impor

Regional
Update Kasus Penemuan Mayat di Indekos Cirebon, Korban Berlumuran Darah dan Sempat Disembunyikan di Dalam Lemari Baju

Update Kasus Penemuan Mayat di Indekos Cirebon, Korban Berlumuran Darah dan Sempat Disembunyikan di Dalam Lemari Baju

Regional
KPU Karawang Polisikan Pembuat SK Palsu Caleg Terpilih

KPU Karawang Polisikan Pembuat SK Palsu Caleg Terpilih

Regional
Diduga Lecehkan Santri, Ponpes di Sekotong Lombok Dirusak Warga

Diduga Lecehkan Santri, Ponpes di Sekotong Lombok Dirusak Warga

Regional
Didorong Maju Pilkada, Rumah Petani di Brebes Digeruduk Ribuan Warga

Didorong Maju Pilkada, Rumah Petani di Brebes Digeruduk Ribuan Warga

Regional
Kaget Ada Motor yang Melintas, Truk di Semarang Tabrak Jembatan Penyeberangan Orang

Kaget Ada Motor yang Melintas, Truk di Semarang Tabrak Jembatan Penyeberangan Orang

Regional
Tawuran Pelajar SMK di Jalan Raya Bogor, Satu Tewas akibat Luka Tusukan

Tawuran Pelajar SMK di Jalan Raya Bogor, Satu Tewas akibat Luka Tusukan

Regional
Kunjungi Banyuwangi, Menhub Siap Dukung Pembangunan Sky Bridge

Kunjungi Banyuwangi, Menhub Siap Dukung Pembangunan Sky Bridge

Regional
Berlayar Ilegal ke Australia, 6 Warga China Ditangkap di NTT

Berlayar Ilegal ke Australia, 6 Warga China Ditangkap di NTT

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com