"Apalagi anggaran food estate ini hanya Rp54 miliar, kecil sekali. Itu pun bantuannya dari Kementerian PU. Tapi percaya enam bulan ke depan masalah ini selesai," tutur Amran.
Wakil Menteri Pertahanan, Muhammad Herindra, menyampaikan terima kasih kepada Kementan karena merealisasikan kekuatan pangan nasional melalui food estate.
Karena akhirnya, kata dia, jagung bisa diproduksi sendiri di dalam negeri.
Baca juga: Mahfud MD: Food Estate Gagal, Rusak Lingkungan, Rugi Kita
Dia juga berkata pada awal pembangunan food state di Gunung Mas sebagian masyarakat ragu dan sempat memperdebatkan program tersebut.
"Tapi kita lihat sendiri saat ini di lapangan apa yang kita kerjakan bisa berhasil," ujar Herindra, Senin (11/12).
Pengamat pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santosa, menyebut keberhasilan program pertanian skala besar seperti food estate tak semudah yang diucapkan Wakil Menteri Pertahanan.
Ia mengatakan setidaknya ada empat hal yang harus dipenuhi.
Pertama, kesesuaian serta kelayakan tanah serta agroklimat di wilayah food estate - karena ini terkait dengan kesuburan tanah.
Kedua, kesesuaian infrastruktur pertanian demi menunjang kebutuhan usaha tani.
Ketiga, kelayakan budidaya serta teknologi, terutama untuk memperkuat kualitas hasil tanam dan mengatasi hama.
Terakhir yakni sosial-ekonomi atau tingkat minat sumber daya manusia untuk mengelola lahan baru dan apakah lahan garapan tersebut produktif.
Baca juga: Sebut Food Estate Gagal dan Merusak Lingkungan, Mahfud: Yang Benar Saja? Rugi Dong Kita
Soal kelayakan tanah di Gunung Mas yang dikiritik sejumlah aktivis lingkungan disebut tidak subur karena 70% pasir, menurut Andreas, bisa diakali dengan teknologi.
"Itu [food estate Gunung Mas] kan hanya untuk menunjukkan bahwa tanah di sana bisa ditanam... kalau begitu padang pasir juga bisa ditanami kalau menggunakan teknologi," imbuhnya kepada BBC News Indonesia.
Tapi masalah utamanya, kata dia, apakah dari segi sosial-ekonomi layak atau tidak.
Segi sosial artinya adakah petani yang mau menggarap lahan baru itu dan dari sisi ekonomi artinya apakah lahan tersebut produktif.
"Sebenarnya apapun bisa ditanami, masalahnya berapa investasi yang masuk ke sana dan hasilnya berapa?"
Baca juga: Debat Keempat Pilpres, Isu Mobil Listrik dan Food Estate Bisa Jadi Bahasan Utama
"Kalau hasilnya tidak sesuai dengan biaya produksi ya enggak masuk akal [proyek food estate]."
"Petani juga enggak ada yang mau menggarap nanti, memang pemerintah mau nanam?"
Itu mengapa, menurutnya, selama empat pilar itu tidak terpenuhi maka sudah pasti proyek food estate gagal.
Direktur LSM Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalteng, Bayu Herinata, mendesak pemerintah menghentikan proyek buang-buang anggaran seperti food estate.
Ini karena sedari awal pemerintah dinilai tak memiliki perencanaan yang matang. Forest Campaign Team Leader Greenpeace Indonesia, Arie Rompas, juga sependapat.
Kata dia, kekeliruan sudah dimulai sejak Presiden Jokowi menunjuk Menteri Pertahanan Prabowo Subianto sebagai penanggung jawab proyek food estate singkong di Kabupaten Gunung Mas.
Pasalnya, menurut Arie, Kemenhan tidak memiliki kapasitas untuk mengelola pertanian di Indonesia.
"Tapi dipaksakan sehingga terjadi kegagalan [kebun singkong]."
Baca juga: Food Estate Disebut Gagal, Dosen Universitas Brawijaya Berikan Penjelasan
Untuk kebun jagung yang saat ini digarap, Arie juga pesimistis bakal berhasil lantaran tak ada kajian mendalam dan dibikin secara tergesa-gesa.
Dia justru menyebut proyek kebun jagung ini hanya untuk menutupi kegagalan proyek perkebunan singkong yang mangkrak di tangan Kementerian Pertahanan dengan merencanakan kegagalan baru.
"Karena sudah pasti gagal [kebun jagung]."
Ia menyarankan pemerintah agar memulihkan kawasan yang dulunya hutan tersebut. Sebab pembukaan lahan hanya memicu banjir.
Dalam laporan BBC News Indonesia Maret 2023 lalu Kepala Desa Tewai Baru, Sigo, berkata banjir di wilayahnya makin parah. Ketika hujan turun, air Sungai Tambun dan Tambi yang melintasi desa meluap.
Kalau sebelumnya hanya 50 sentimeter, sekarang bisa 1,5 meter lebih. Ini karena hutan yang telah gundul itu letaknya berada di dataran tinggi dan berfungsi sebagai penyerap air.
Baca juga: Sebut Cak Imin Aneh sejak Jadi Cawapres Anies, TKN: Dulu Dukung Food Estate, Sekarang Mau Hentikan
"Seharusnya bisa dipulihkan kembali, meski tidak akan seperti semula karena ketika hutan dibuka singkapan tanahnya sudah diangkat."
"Akan butuh waktu yang panjang tapi dengan teknologi bisa dipulihkan. Ini soal kemauan pemerintah apakah mau untuk melakukan."
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.