Salin Artikel

Soal "Food Estate" Jagung Senilai Rp 54 Miliar di Gunung Mas Kalteng, Disebut Menutupi Kegagalan Proyek Kebun Singkong

Pegiat lingkungan itu menganggap komoditas jagung yang "dipaksakan" ditanam di tanah yang mayoritas pasir itu "tumbuhnya tidak terlalu bagus".

Sebaliknya, Kementerian Pertanian mengeklaim, dari hasil percobaan yang sudah dan tengah dilakukan di Gunung Emas, Kalteng, pihaknya "optimistis" proyek food estate kebun jagung senilai Rp54 miliar "bisa berjalan baik".

Seorang pejabat di Balai Penerapan Standar Instrumen (BPSI) Pertanian Kalimantan Tengah kepada BBC News Indonesia mengakui lahan di Gunung Mas, Kalteng "tidak bisa" dan "berat" untuk ditanami singkong, karena lahan yang mayoritas pasir kuarsa yang nyaris nol unsur hara.

Namun BPSI Pertanian Kalteng meyakini jagung dipilih karena "lebih cepat dan lebih mudah mendapatkan hasil" dan "bisa beradaptasi dengan baik."

Walaupun demikian, LSM Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalteng mengaku menemukan jagung yang tumbuh subur di Gunung Mas merupakan "tanaman yang menggunakan medium polybag".

Temuan Walhi juga mengungkap, selain kebun jagung dari polybag, ada juga tanaman jagung yang ditanam langsung di tanah bekas kebun singkong.

Dari amatan mereka, pertumbuhan jagung-jagung setinggi jengkal tangan orang dewasa itu disebut "tak begitu baik".

Tujuannya, demikian BPSI Kalteng, untuk mencari tahu mana yang lebih efisien dan efektif untuk mengembangkan tanaman jagung di lahan yang miskin unsur hara.

Sebagai percobaan, BSIP Kementan di Kalteng menanam 1.300 tanaman jagung di polybag seluas tiga hektare.

Kemudian sekitar empat hektare lagi ditanami jagung yang menggunakan sistem larikan.

Mereka mengharapkan panen jagung dapat terjadi pada awal 2024, walaupun besaran hektarenya tidak seluas yang diharapkana, kata pejabatnya.

Terungkap pula bahwa komoditas jagung itu bukan diproduksi untuk memenuhi kebutuhan industri atau dipasarkan langsung. Tapi, demikian pejabat BSIP Kementan Kalteng, menjadi "sumber benih tanaman jagung di lahan yang masih kosong".

Bagaimanapun, Walhi Kalteng menganggap proyek kali ini tak lebih dari justifikasi atau pembenaran pemerintah bahwa lahan mangkrak tersebut masih bisa dikelola.

Modusnya, demikian Walhi, dengan memanfaatkan komoditas tanaman yang paling cepat beradaptasi di semua jenis tanah yakni jagung.

Pola yang sama seperti ini ditemukan di beberapa tempat yang pernah dilakukan proyek pertanian skala besar, ujar mereka.

Lagipula, demikian temuan Wakhi Kalteng, di kawasan Gunung Mas, Kalteng, tidak ada masyarakat sekitar yang bekerja menjadi petani.

Itulah sebabnya mereka meminta agar proyek ini dihentikan.

Terhadap permintaan seperti ini, Kementerian Pertanian dan Kementerian Pertahanan, sepertinya, tetap meyakini bahwa proyeknya akan berhasil.

Di sela-sela kunjungannya ke Gunung Emas, Kalteng, pada 11 Desember 2023 lalu, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan dalam "enam bulan ke depan ratusan hektare lahan itu bisa tertanami".

Menjawab apa yang disebutnya sebagai "keraguan" sebagian masyarakat terhadap proyek fooe estate, Wakil Menteri Pertahanan, Muhammad Herindra, mengeklaim proyek ini "bisa berhasil".

Seperti diketahui, proyek food estate merupakan tanggung jawab Kementerian Pertahanan, sementara Kementerian Pertanian - seperti dikatakan seorang pejabatnya - mendukung dan memberikan contoh bagaimana memanfaatkan lahan dengan baik.

Namun demikian pengamat pertanian, Dwi Andreas Santosa, mempertanyakan perencanaan proyek jagung tersebut. Jika secara sosial-ekonomi tidak layak maka bisa dipastikan program ini kembali gagal seperti sebelumnya.

Pemerintah disebut berupaya "menyelamatkan" kebijakan gagal tersebut dengan menanam komoditas jagung di atas perkebunan singkong yang terlantar.

Direktur Walhi Kalteng, Bayu Herinata, mengatakan, berdasarkan temuannya di lahan seluas 600 hektare tersebut pada 2 Desember lalu sudah ada pembangunan infrastruktur pertanian.

Seperti tandon air berkapasitas 31.000 liter dan jaringan pipa untuk mengairi atau menyiram tanaman.

Kemudian tumpukan tanah yang diduga diambil dari luar kabupaten.

"Itu tanah subur ditumpuk di jalan utama, sepertinya belum banyak diaplikasikan ke lahan tanam waktu itu," ujar Bayu Herinata kepada BBC News Indonesia, Rabu (27/12).

Di lahan food estate itu, sambung Bayu, juga terlihat hamparan kebun jagung kira-kira berusia dua bulan yang ditanam dengan menggunakan medium polybag.

Dari foto-foto yang diambil Greenpeace Indonesia dan Walhi Kalteng ada sebuah plang bertuliskan jagung tersebut merupakan varietas lamuru atau jagung komposit yang ditanam pada 26 Oktober 2023.

Selain kebun jagung dari polybag, kata Bayu, ada juga tanaman jagung yang tidak menggunakan medium polybag atau langsung di tanah bekas kebun singkong.

Tapi pertumbuhan jagung-jagung setinggi jengkal tangan orang dewasa itu tak begitu baik.

"Kelihatan tumbuhnya tidak baik atau tidak maksimal kalau lihat dari warna daunnya yang sudah menguning. Beda dengan jagung di polybag yang hijau."

Bayu menyebut proyek kali ini tak lebih dari justifikasi atau pembenaran pemerintah bahwa lahan mangkrak tersebut masih bisa dikelola.

Modusnya dengan memanfaatkan komoditas tanaman yang paling cepat beradaptasi di semua jenis tanah yakni jagung.

Pola yang sama seperti ini ditemukan di beberapa tempat yang pernah dilakukan proyek pertanian skala besar.

"Jadi ini klaim saja bahwa lahan yang sudah dibuka masih bisa dikelola menjadi food estate, itu kenapa jagung dipilih. Sementara tidak ada kajian apakah daerah setempat perlu jagung atau tidak."

Sepanjang pengamatannya di sana, tidak ada masyarakat sekitar yang bekerja menjadi petani. Yang membangun infrastruktur pertanian jagung pun, sebutnya, adalah anggota TNI.

Peran Kementan, klaimnya, hanya mendukung dan memberikan contoh kepada Kemenhan bagaimana memanfaatkan lahan tersebut dengan baik.

Adapun komoditas jagung yang dipilih karena melihat "potensi alamnya," kata Akhmad kepada BBC News Indonesia.

"Di sana lahannya mayoritas pasir kuarsa yang hampir nol unsur hara."

"Tumbuhan apa yang bisa hidup dengan media tanamnya tidak ada unsur hara? Kalau singkong tidak bisa, berat, karena harus ada penambahan unsur hara yang banyak."

"Jagung dipilih karena lebih cepat dan lebih mudah mendapatkan hasil dan bisa tumbuh dalam kondisi seperti itu, bisa beradaptasi dengan baik."

Akhmad Hamdan mengatakan di lahan itu Kementan menggunakan dua metode tanam: polybag dan larikan.

Tujuannya untuk mencari tahu mana yang lebih efisien dan efektif untuk mengembangkan tanaman jagung di lahan yang miskin unsur hara.

Sebagai percobaan, BSIP Kementan di Kalteng menanam 1.300 tanaman jagung di polybag seluas tiga hektare.

Kemudian sekitar empat hektare lagi ditanami jagung yang menggunakan sistem larikan.

Larikan adalah pengelolaan lahan searah kontur dengan pembuatan gundukan-gundukan tanah berupa undakan dan teras-teras horisontal.

Baik polybag maupun larikan, katanya, sama-sama ditambahkan bahan organik seperti tanah, pupuk, dan sekam.

Yang berbeda, tanah larikan harus didiamkan antara 7-10 hari baru ditanam biji jagung.

"Sekarang pertumbuhan [jagung] di polybag dan larikan sama-sama subur, artinya dua metode itu sama dalam efisiensi pemanfaatan lahan," klaim dia.

"Bagaimana efektivitasnya? Dari pengamatan sementara memang larikan lebih efektif dan efisien dalam pengerjaan."

Total luasan lahan kebun jagung itu sekitar 8-10 hektare dan diperkirakan panen pada pertengahan Januari 2024.

Akhmad Hamdan berkata jagung yang bisa dipanen tahun depan hanya dua hektare saja karena keterbatasan sumber daya.

Akan tetapi, jagung itu bukan untuk diproduksi memenuhi kebutuhan industri atau dipasarkan langsung.

Namun menjadi sumber benih tanaman jagung di lahan yang masih kosong.

"Jadi sebagai sumber benih karena nantinya [kebun jagung] ini masih perluasan," ucapnya.

"Kementan sudah memberikan contoh lantas Kemenhan mau [melanjutkan] tidak?"

Pasalnya food estate merupakan Program Strategis Nasional 2020-2024 yang ditujukan sebagai solusi di tengah ancaman krisis pangan dan mengantisipasi kepadatan jumlah penduduk.

Selain komoditas jagung, Kementan juga menggarap proyek food estate beras di Kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas dengan menerapkan dua metode: intensifikasi dan ekstensifikasi.

Meskipun dalam laporan BBC News Indonesia pada Maret 2023 lalu ditemukan ribuan hektare sawah ekstensifikasi tak kunjung panen.

Begitu juga dengan 600 hektare kebun singkong yang gagal total.

"Food estate ini untuk masa depan anak cucu kita, untuk generasi ke depan. Ini adalah kontribusi kita dalam memberi pangan masyarakat dunia," ujar Mentan dalam kunjungan ke Gunung Mas pada Senin (11/12).

Untuk proyek kebun jagung kali ini, anggaran yang digelontorkan Kementan sebesar Rp54 miliar.

Meski menurutnya uang itu terbilang kecil, tapi ia meyakini dalam enam bulan ke depan ratusan hektare lahan itu bisa tertanami.

"Bayangkan kalau kita membagi 600 hektare dari 7,4 juta hektare, itu hanya 0,008%. Tapi dibahas di media harusnya dihentikan karena sangat kecil."

"Apalagi anggaran food estate ini hanya Rp54 miliar, kecil sekali. Itu pun bantuannya dari Kementerian PU. Tapi percaya enam bulan ke depan masalah ini selesai," tutur Amran.

Wakil Menteri Pertahanan, Muhammad Herindra, menyampaikan terima kasih kepada Kementan karena merealisasikan kekuatan pangan nasional melalui food estate.

Karena akhirnya, kata dia, jagung bisa diproduksi sendiri di dalam negeri.

Dia juga berkata pada awal pembangunan food state di Gunung Mas sebagian masyarakat ragu dan sempat memperdebatkan program tersebut.

"Tapi kita lihat sendiri saat ini di lapangan apa yang kita kerjakan bisa berhasil," ujar Herindra, Senin (11/12).

Mempertanyakan food estate jagung

Pengamat pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santosa, menyebut keberhasilan program pertanian skala besar seperti food estate tak semudah yang diucapkan Wakil Menteri Pertahanan.

Ia mengatakan setidaknya ada empat hal yang harus dipenuhi.

Pertama, kesesuaian serta kelayakan tanah serta agroklimat di wilayah food estate - karena ini terkait dengan kesuburan tanah.

Kedua, kesesuaian infrastruktur pertanian demi menunjang kebutuhan usaha tani.

Ketiga, kelayakan budidaya serta teknologi, terutama untuk memperkuat kualitas hasil tanam dan mengatasi hama.

Terakhir yakni sosial-ekonomi atau tingkat minat sumber daya manusia untuk mengelola lahan baru dan apakah lahan garapan tersebut produktif.

Soal kelayakan tanah di Gunung Mas yang dikiritik sejumlah aktivis lingkungan disebut tidak subur karena 70% pasir, menurut Andreas, bisa diakali dengan teknologi.

"Itu [food estate Gunung Mas] kan hanya untuk menunjukkan bahwa tanah di sana bisa ditanam... kalau begitu padang pasir juga bisa ditanami kalau menggunakan teknologi," imbuhnya kepada BBC News Indonesia.

Tapi masalah utamanya, kata dia, apakah dari segi sosial-ekonomi layak atau tidak.

Segi sosial artinya adakah petani yang mau menggarap lahan baru itu dan dari sisi ekonomi artinya apakah lahan tersebut produktif.

"Sebenarnya apapun bisa ditanami, masalahnya berapa investasi yang masuk ke sana dan hasilnya berapa?"

"Kalau hasilnya tidak sesuai dengan biaya produksi ya enggak masuk akal [proyek food estate]."

"Petani juga enggak ada yang mau menggarap nanti, memang pemerintah mau nanam?"

Itu mengapa, menurutnya, selama empat pilar itu tidak terpenuhi maka sudah pasti proyek food estate gagal.

Ini karena sedari awal pemerintah dinilai tak memiliki perencanaan yang matang. Forest Campaign Team Leader Greenpeace Indonesia, Arie Rompas, juga sependapat.

Kata dia, kekeliruan sudah dimulai sejak Presiden Jokowi menunjuk Menteri Pertahanan Prabowo Subianto sebagai penanggung jawab proyek food estate singkong di Kabupaten Gunung Mas.

Pasalnya, menurut Arie, Kemenhan tidak memiliki kapasitas untuk mengelola pertanian di Indonesia.

"Tapi dipaksakan sehingga terjadi kegagalan [kebun singkong]."

Untuk kebun jagung yang saat ini digarap, Arie juga pesimistis bakal berhasil lantaran tak ada kajian mendalam dan dibikin secara tergesa-gesa.

Dia justru menyebut proyek kebun jagung ini hanya untuk menutupi kegagalan proyek perkebunan singkong yang mangkrak di tangan Kementerian Pertahanan dengan merencanakan kegagalan baru.

"Karena sudah pasti gagal [kebun jagung]."

Ia menyarankan pemerintah agar memulihkan kawasan yang dulunya hutan tersebut. Sebab pembukaan lahan hanya memicu banjir.

Dalam laporan BBC News Indonesia Maret 2023 lalu Kepala Desa Tewai Baru, Sigo, berkata banjir di wilayahnya makin parah. Ketika hujan turun, air Sungai Tambun dan Tambi yang melintasi desa meluap.

Kalau sebelumnya hanya 50 sentimeter, sekarang bisa 1,5 meter lebih. Ini karena hutan yang telah gundul itu letaknya berada di dataran tinggi dan berfungsi sebagai penyerap air.

"Seharusnya bisa dipulihkan kembali, meski tidak akan seperti semula karena ketika hutan dibuka singkapan tanahnya sudah diangkat."

"Akan butuh waktu yang panjang tapi dengan teknologi bisa dipulihkan. Ini soal kemauan pemerintah apakah mau untuk melakukan."

https://regional.kompas.com/read/2024/01/21/225600678/soal-food-estate-jagung-senilai-rp-54-miliar-di-gunung-mas-kalteng-disebut

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke