TNKS merupakan situs warisan dunia UNESCO yang melingkupi empat provinsi di Sumatra (Jambi, Sumatra Barat, Sumatra Selatan, dan Bengkulu).
Sebagai hutan tropis paling penting di dunia, TNKS juga menjadi rumah bagi habitat satwa langka seperti harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus), kelinci sumatera (Nesolagus netscheri), tapir asia (Tapirus indicus), padma raksasa (Rafflesia arnoldii), cemara sumatera (Taxus sumatrana), dan lebih dari 372 jenis burung, termasuk di dalamnya 16 jenis burung endemik.
UNESCO dalam sidang komite warisan dunia (World Heritage Committee/WHC) ke-45 di Riyadh, Arab Saudi, pada 10-25 September 2023 menetapkan hutan hujan tropis Sumatera (Taman Nasional Kerinci Seblat, Taman Nasional Gunung Leuser dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan) sebagai warisan dunia dalam bahaya.
Penetapan ini tak berubah sejak 2011 atau sudah selama 12 tahun.
Dokumen UNESCO WHC/23/45.COM/7A.Add.2, Convention Concerning the Protection of the World Cultural and Natural Heritage memutuskan untuk mempertahankan warisan hutan hujan tropis Sumatera (Indonesia) masuk Daftar Warisan Dunia dalam Bahaya.
UNESCO menaruh perhatian terhadap deforestasi yang terus terjadi akibat perambahan, pembangunan jalan.
Dampaknya adalah konflik satwa, menurunnya spesies kunci dan meningkatnya isolasi ekologis.
“Masalah penambangan emas ilegal di dalam kawasan sudah beres. Kita telah melakukan operasi gabungan di Ulu Sungai Penetai TNKS,” kata Haidir Kepala Balai TNKS melalui pesan singkat, Rabu (20/12/2023).
Operasi gabungan ketika sampai di lokasi tidak menemukan para pelaku penambangan emas ilegal.
Namun pada tempat kejadian perkara, tim menemukan beberapa barang bukit yang digunakan pelaku tersebar di tiga lokasi antara lain dua camp, satu pondok, satu alat robin dan asbox, enam drum BBM dan selang sepanjang 100 meter.
Baca juga: Penyebab Banjir dan Longsor Parah di Jambi, Hutan Semakin Kritis
Tindakan yang dilakukan terhadap barang bukti adalah melakukan pemusnahan di tempat kejadian perkara, karena jarak tempuh yang sangat jauh sehingga tidak mungkin untuk dibawa pulang.
“Bangkai alat berat yang dihancurkan petugas pada saat operasi sebelumnya masih berada di TKP,” kata Haidir.
Setelah melakukan operasi gabungan dengan menerjunkan 53 orang, seluruhnya sudah kembali dalam keadaan baik dan sehat pada Jumat (17/11/2023).
Lebih cepat dua hari dari rencana waktu operasi, kata Haidir.
“Rencana tindak lanjut pasca operasi ini adalah melakukan pengawasan ketat terhadap jalur masuk ke TKP melalui penjagaan dan patroli rutin agar pelaku tidak kembali lagi,” kata Haidir.
Aktivitas penambangan emas ilegal yang merangsek di beberapa titik zona inti taman nasional, telah menghancurkan kawasan warisan dunia itu, di antaranya; Sungai Serpeh, Sungai Sihijau, Sungai Penetai, dan Batu Reben atau Kuning.
Untuk lokasi yang paling jauh berada di Batu Kuning. Di lokasi itu, aktivitas penambangan telah merusak makam nenek moyang masyarakat Adat Tamiai Kerinci, yang masuk dalam wilayah ulayat kedepatian Muara Langkap.
“Kita sudah turun ke lokasi bulan Februari 2023. Hasilnya sudah dilaporkan ke polisi dan pihak TNKS. Setelah berbulan-bulan baru direspons. Aparat hukum turun dan menangkap beberapa orang,” kata Datuk Mukhri Soni, Depati Muara Langkap di rumahnya, Selasa (12/12/2023).
Ia mengingatkan sebenarnya hutan lokasi penambangan emas ilegal tersebut milik masyarakat adat Muara Langkap.
Lantaran mengikuti aturan negara, maka pengelolaan hutan telah diserahkan ke TNKS. Namun dia meminta penjaga TNKS jangan lalai, untuk menjaga hutan adat tersebut.
Hutan adat Kedepatian Muaro Langkap yang kini sudah dipelihara negara adalah tempat bersemayam leluhur mereka, sehingga harus dihormati dan dilarang melakukan pembukaan sewenang-wenang.
Apabila penambang emas ilegal masih bebas beroperasi, maka dikhawatirkan berdampak buruk bagi masyarakat adat Muaro Langkap.
Baca juga: Di Depan Mahasiswa, Anies Janji Berantas Tambang Ilegal di Jambi
“Jangan sampai banjir menelan kami karena hutan rusak. Kami berharap negara serius menjaga hutan. Karena sumber air bagi masyarakat adat kedepatian Muaro Langkap. Kemudian tempat bersemayam leluhur serta ruang hidup datuk (harimau) yang diyakini sebagai jelmaan leluhur. Kalau hutan dibuka, datuk harimau terganggu, maka dia bisa marah dan menyerang orang-orang Muara Langkap,” kata Datuk Mukhri.
Selama aktivitas penambangan emas ilegal banyak laporan harimau berkeliaran, bahkan di Muara Emat memangsa ternak warga.
Dengan demikian masyarakat memaknai perjumpaan dengan harimau tanpa didahului dengan kegiatan ritual adat, maka diyakini sebagai bentuk teguran dari leluhur.
Perjumpaan harimau dan manusia itu jangan dipandang remeh. Itu bagian dari kehidupan yang tidak harmonis, apalagi keduanya sudah saling menyerang dan melukai.
Bagi masyarakat adat Muaro Langkap, potensi konflik antara harimau dan manusia harus dicegah sejak dini.
“Jangan sampai terjadi jatuh korban dari keduanya,” kata Datuk Mukhri.
Aktivitas tambang emas ilegal menjadi salah satu dari sederet ancaman bagi habibat satwa langka.
Keberadaan predator puncak itu, terus terdesak karena habitatnya rusak.
Pada 2022, warga Desa Muara Hemat, Kecamatan Batang Merangin, Jambi, dihebohkan dengan kehadiran harimau sumatera yang masuk ke kampung mereka dan memangsa hewan ternak.
Harimau sumatera harus menghadapi kerusakan hutan dan sungai. Kucing besar sedang terpojok di rumahnya sendiri.
Ancaman akibat ulah manusia berpotensi menjadi pintu bagi kepunahan satwa langka.