Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keragaman Hayati Taman Nasional Kerinci Seblat Terancam Tambang Emas Ilegal

Kompas.com - 08/01/2024, 15:08 WIB
Suwandi,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

 

Direktur Lingkar Inisiatif, lembaga swadaya masyarakat yang fokus bergerak pada isu konservasi dan perlindungan satwa langka di Sumatera, Iswadi mengatakan, aktivitas penambangan emas secara langsung mempengaruhi ruang gerak harimau sumatera.

Ruang habibat, termasuk di dalamnya sungai yang menjadi sumber air apabila dirusak mengakibatkan kucing besar itu kehilangan ruang jelajah dan akhirnya masuk ke desa.

Menurut Iswadi, harimau sumatera memiliki hubungan yang erat dengan sungai.

Ruang jelajalah harimau sumatera selalu membutuhkan sungai sebagai sumber air. Dalam survei yang dilakukan, jejak tapak harimau selalu ditemukan di pinggir-pinggir sungai.

“Sungai itu habitat kunci untuk satwa besar, bukan hanya harimau saja. Kalau sungai rusak, satwa seperti harimau akan semakin kesulitan mencari sumber air,” jelas Iswadi.

Kasus harimau sumatera memasuki pemukiman, diduga mengalami kebingungan atau disorientasi akibat banyak gangguan di sekitar habitatnya.

Baca juga: Sebut Pertarungan Tambang Ilegal di Klaten Dahsyat, Ganjar: Bahkan dari Bareskrim Aja Diadang di Sana

Iswadi mengatakan, dalam data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang dia kutip, diperkiraan harimau yang masih hidup di TNKS, sekitar 93-130 ekor. Jumah ini menjadi habitat terbesar top predator itu di Pulau Sumatra.

Sementara itu, peneliti dari Oxford University, Wulan Pusparini menuturkan kerusakan habitat menjadi ancaman bagi keberlangsungan hidup harimau sumatera.

Degradarasi habitat satwa dapat mengubah distribusi geografis spesies, mengganggu komunikasi hewan dan menyebabkan stres.

“Satwa yang mengandalkan ketajaman pendengaran untuk mendeteksi gerakan mangsa, tentu kelaparan apabila berada di lokasi tambang emas dalam waktu lama,” katanya.

Tidak hanya itu, paparan kebisingan dari aktivitas alat berat penambang emas ilegal dapat mengubah banyak sisi kehidupan spesies di dalam hutan. Bagi satwa yang kurang toleran terhadap kebisingan, maka akan tersingkir.

Apabila terjadi dalam waktu yang lama, berakibat fatal hilangnya keanekaragaman hayati.

Menurut data Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi tahun 2022, penambangan emas terbesar berada di kawasan areal penggunaan lain seluas 32.565 hektar, di hutan produksi 6.099 hektar, hutan lindung 2.972 hektar, hutan produksi terbatas 154 hektar dan taman nasional seluas 572 hektar.

Secara umum, dalam kurun waktu 50 tahun Jambi telah kehilangan hutan sebanyak lebih dari 2,5 juta hektar.

Pada 1973, tutupan hutan di Jambi masih tercatat 3,4 juta hektar. Namun pada 2023 hanya tinggal 922.891 hektar atau telah hilang 73 persen.

Manager KKI Warsi, Rudi Syaf mengatakan penambangan emas ilegal sejak 2010, telah menggunakan alat berat untuk mengeruk tanah.

Tidak hanya di sungai utama, namun juga masuk ke anak-anak sungai, bagian terjauh dari hulu sungai.

Beberapa tahun terakhir penambangan emas ilegal berada di Sungai Penetai, Kecamatan Batang Merangin, Kabupaten Kerinci.

”Dari analisis yang dilakukan Warsi, setiap tahun terjadi penambahan areal bukaan penambangan emas ilegal di sempadan sungai,” kata Rudi.

Karbon yang terlepas saat pembukaan hutan mineral dengan kerapatan tinggi seperti di TNKS bisa mencapai 380 ton per hektar.

Apabila bukaan mencapai 105 hektar seperti di Sungai Penetai, Kerinci maka karbon yang terlepas mencapai 39.900 ton.

Selain itu, aktivitas alat berat penambang yang berlangsung 24 jam, tentu juga melepas banyak karbon.

Pembukaan kawasan hutan bagian terburuknya adalah gangguan terhadap satwa. Lantaran dapat memicu fragmentasi satwa dalam kawasan hutan, apabila berlangsung hingga bertahun-tahun tanpa henti.

Baca juga: Walhi Sebut Banjir di Aceh Tenggara Bukti Kerusakan Hutan Makin Parah

Polusi suara dari alat berat yang beroperasi dalam TNKS, membuat satwa menderita. Ruang jelajahnya terbatas dan kehilangan buruan.

Bahkan dengan adanya gangguan terhadap sempadan sungai, satwa kehilangan sumber air minum.

Cemari sungai dan ancaman banjir bandang

Penambangan emas telah merusak sempadan sungai hingga sepuluh kali lipat. Kemudian memotong alur sungai.

Kondisi sungai yang rusak dan dangkal tidak sanggup menampung air ketika musim hujan dengan intensitas tinggi.

Akibatnya, banjir bandang akan menghantam ribuan manusia yang berada di hilir, menimbulkan bencana ekologi.

Banjir dan longsor telah berdampak pada 68.086 jiwa. Rumah yang terendam sebanyak 21.578 unit, tersebar di 165 Desa, 28 Kecamatan di 4 Kabupaten kota yakni Kabupaten Kerinci, Bungo, Tebo dan Kota Sungaipenuh.

Bahkan banjir dan longsor telah menelan dua korban jiwa, awal Januari lalu.

Selain banjir karena sendimentasi, penambangan emas ilegal mencemari sungai.

Pasalnya aktivitas pemisahan bijih emas menggunakan merkuri. Tanpa peralatan yang memadai, merkuri dari aktivitas tambang emas ilegal dapat terbuang ke sungai.

Dosen Universitas Jambi, Ngatijo memaparkan risetnya terkait merkuri di Sungai Batanghari. Penelitiannya memperlihatkan kandungan merkuri di sungai itu sudah melebihi ambang batas.

Merkuri di air sungai memang berfluktuasi pada kisaran 0,0005-0,0645 miligram per liter, sedangkan pada sedimen sungai terdeteksi dengan kisaran 0,01-0,42 miligram per kilogram.

“Sangat berbahaya bagi mahluk hidup,” kata Ngatijo.

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.51 Tahun 2004 menyatakan ambang batas kadar merkuri di air dan laut adalah 0,001 part per milion (ppm).

Kalau SNI batas maksimum cemaran merkuri pada ikan segar tentang persyaratan mutu dan keamanan pangan yaitu sebesar 0,5 miligram per kilogram.

Dengan sifat merkuri yang tak bisa terurai, maka dia akan terakumulasi dalam jaringan mahluk hidup.

Merkuri itu akan termakan ikan-ikan kecil, kemudian ikan kecil dimangsa ikan besar. Tak lama berselang, ikan-ikan besar itu dikonsumsi manusia.

Dengan demikian, manusia menjadi tempat terakhir dari akumulasi merkuri yang mencemari sungai terpanjang di Sumatera ini.

Sungai yang tercemar merkuri ini jadi ancaman bagi jutaan orang di Jambi. Sebut saja nelayan yang menangkap ikan, perusahaan daerah air minum (PDAM), serta para petani yang menggantungkan sumber air irigasinya ke Sungai Batanghari.

Menurut dia, kandungan merkuri yang tak sengaja dikonsumsi mampu membuat manusia cacat.

Bahkan cemaran merkuri dapat menurun ke anak secara genetik.

Merkuri, kata Ngatijo termasuk logam yang sangat mudah berinteraksi dengan air, sehingga mudah masuk ke dalam tubuh manusia.

Kawasan hutan TNKS di Jambi sebagai penyeimbang ekosistem terus kehilangan tutupan hutan. Benteng terakhir bagi biodiversitas telah dikoyak penambang emas ilegal.

“Jangan sampai orang makan nangka, kami kena getahnya,” kata Datuk Mukhri.

Liputan ini didukung oleh Rainforest Journalism Fund, Pulitzer Center

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prakiraan Cuaca Pekanbaru Hari Ini Kamis 9 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Pekanbaru Hari Ini Kamis 9 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Regional
Mantan Bos PSIS dan Ketua Citarum Jogging Club Kompak Dukung Mbak Ita Maju di Pilwalkot Semarang 2024

Mantan Bos PSIS dan Ketua Citarum Jogging Club Kompak Dukung Mbak Ita Maju di Pilwalkot Semarang 2024

Regional
Begini Kondisi Anak yang Diracuni Ibu Tiri di Rokan Hilir

Begini Kondisi Anak yang Diracuni Ibu Tiri di Rokan Hilir

Regional
Demi Curi Mobil, Sindikat Ini Beli GPS Rp 1,2 Juta Tiap Beraksi

Demi Curi Mobil, Sindikat Ini Beli GPS Rp 1,2 Juta Tiap Beraksi

Regional
Prakiraan Cuaca Manado Hari Ini Kamis 9 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Manado Hari Ini Kamis 9 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Regional
Banjir Bandang Rendam Ratusan Rumah di Melawi Kalbar, Jembatan Putus

Banjir Bandang Rendam Ratusan Rumah di Melawi Kalbar, Jembatan Putus

Regional
Polisi Gagalkan Peredaran 145 Bungkus Jamur Tahi Sapi di Gili Trawangan

Polisi Gagalkan Peredaran 145 Bungkus Jamur Tahi Sapi di Gili Trawangan

Regional
Bantah Pemerasan, Kejati NTB Sebut Pegawai Kejagung Ditangkap karena Bolos

Bantah Pemerasan, Kejati NTB Sebut Pegawai Kejagung Ditangkap karena Bolos

Regional
Jaga Kekondusifan Setelah Pemilu, Perayaan HUT Ke-283 Wonogiri Dilakukan Sederhana

Jaga Kekondusifan Setelah Pemilu, Perayaan HUT Ke-283 Wonogiri Dilakukan Sederhana

Regional
Pengakuan Ibu Racuni Anak Tiri di Riau: Saya Kesal sama Bapaknya

Pengakuan Ibu Racuni Anak Tiri di Riau: Saya Kesal sama Bapaknya

Regional
Selesaikan Persoalan Keterlambatan Gaji PPPK Guru di Kota Semarang, Mbak Ita: Sudah Siap Anggarannya, Gaji Cair Sabtu Ini

Selesaikan Persoalan Keterlambatan Gaji PPPK Guru di Kota Semarang, Mbak Ita: Sudah Siap Anggarannya, Gaji Cair Sabtu Ini

Regional
Beri Sinyal Maju Pilkada Semarang, Mbak Ita: Tinggal Tunggu Restu Keluarga

Beri Sinyal Maju Pilkada Semarang, Mbak Ita: Tinggal Tunggu Restu Keluarga

Regional
Terjepit di Mesin Conveyor, Buruh Perusahaan Kelapa Sawit di Nunukan Tewas

Terjepit di Mesin Conveyor, Buruh Perusahaan Kelapa Sawit di Nunukan Tewas

Regional
Hejo Forest di Bandung: Daya Tarik, Biaya, dan Rute

Hejo Forest di Bandung: Daya Tarik, Biaya, dan Rute

Regional
Kronologi Pria di Majalengka Bakar Rumah dan Mobil Mantan Istri Lantaran Ditolak Rujuk

Kronologi Pria di Majalengka Bakar Rumah dan Mobil Mantan Istri Lantaran Ditolak Rujuk

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com