Mantan pekerja di IMIP, Katsaing mengatakan bahwa perusahaan terkesan lebih mengutamakan produktivitas dibanding keselamatan para pekerja.
Katsaing, yang juga merupakan Ketua Umum Serikat Pekerja Indonesia Sejahtera di Morowali, bekerja di IMIP selama delapan tahun sebelum berhenti sekitar dua bulan yang lalu.
Berdasarkan informasi yang dia himpun, Katsaing menyebut proses perbaikan tungku "tidak diawasi dengan sistem K3 yang cukup".
"Memang di sana itu tidak difasilitasi dengan jalur evakuasi khusus, tangga perlu diperbanyak sehingga teman-teman mudah untuk kabur," katanya mengomentari video dari sejumlah pekerja yang lompat dari bangunan lantaran panik saat insiden terjadi.
Baca juga: Besaran Santunan yang Diterima Korban Kebakaran Smelter Morowali
Sementara itu, Katsaing juga menyebut masih banyak pekerja yang diangkat sebagai K3 "yang tidak memiliki lisensi".
"Ditunjuk-tunjuk saja. Seharusnya diberi training dulu, baru diangkat setelah mendapatkan lisensi K3. Itu yang keliru," tuturnya.
Selama delapan tahun bekerja di kawasan industri tersebut, Katsaing mengaku "belum pernah melihat uji kelayakan alat-alat operasional.
"Inspeksi pun hanya formalitas," kata dia.
Katsaing mengatakan para pekerja sudah sering menyuarakan isu-isu terkait aspek keamanan ini.
"Mereka sih terima saran tersebut, cuma tidak di terapkan di lapangan," tutur Katsaing.
Baca juga: 6 Fakta Ledakan Tungku Smelter PT ITSS di Morowali yang Tewaskan Belasan Orang
Seorang pekerja lainnya yang menolak namanya disebut, mengatakan bahwa pada praktiknya masih ada kelalaian yang dilakukan oleh pekerja. Hal ini membuat para pekerja menjadi "takut" karena suatu waktu bisa saja menjadi korban.
Atas peristiwa ini, dia berharap, perusahaan dan pemerintah memberi perhatian serius terkait aspek keselamatan pekerja.
“Evaluasi sangat perlu agar tidak ada lagi insiden seperti ini terjadi,” kata pekerja tersebut kepada wartawan M Taufan yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Dikonfirmasi terpisah, Juru bicara PT IMIP Dedy Kurniawan mengatakan belum bisa menyimpulkan apakah telah terjadi kelalaian dalam insiden ini. Pihaknya masih menginvestigasi penyebab kecelakaan kerja tersebut dan akan mengevaluasi.
Sejauh ini, perusahaan menyebut insiden terjadi di tungku smelter nomor 41 yang sedang ditutup untuk diperbaiki. Namun terdapat sisa terak di dalam tungku yang keluar, lalu bersentuhan dengan barang lain yang mudah terbakar.
Baca juga: Tindak Lanjuti Kecelakaan Kerja di Morowali, Kemenaker Turunkan Pengawas Ketenagakerjaan
PT IMIP juga meralat keterangan sebelumnya yang menyebutkan terjadi "ledakan". Menurut Dedy, yang terjadi adalah tungku tersebut kebakaran.
Terkait peristiwa yang berulang, Dedy mengatakan, "Siapa pun tidak ada yang ingin celaka."
"Kami sudah berusaha, bahkan setiap kali memulai pekerjaan seluruh karyawan wajib briefing, semua perlengkapan karyawan dicek semuanya, termasuk safety card dicek, semuanya. Tidak ada satu orang pun yang mau celaka, tapi terjadi. Kami mau bilang apa?" kata Dedy kepada BBC News Indonesia.
Dari kasus-kasus kecelakaan kerja sebelumnya di smelter nikel, dia mengatakan tidak pernah ada penyelesaian yang jelas.
Termasuk dalam kasus-kasus sebelumnya di PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) di Morowali Utara pada September lalu, di mana enam pekerja tewas dalam kurun satu tahun terakhir.