Tokoh utama revolusi fisik di Bumi Lambung Mangkurat julukan Kalsel adalah Hasan Basri. Tak heran jika hampir sebagian benda di Museum Wasaka adalah milik Hasan Basri.
Mulai dari senjata tradisional seperti keris, pistol jenis revolver, jas dan berbagai macam penghargaan seperti lencana bintang kehormatan.
Sebagian koleksi Museum Wasaka lainnya adalah milik laskar-laskar yang berjuang bersama Hasan Basri di saat revolusi fisik. Adapula senjata milik pasukan Belanda yang berhasil dirampas oleh para pejuang.
Baca juga: Serial Gadis Kretek Bikin Kunjungan ke Museum Kretek Naik
Hasan Basri kelak diangkat sebagai pahlawan nasional oleh pemerintah RI dengan pangkat terakhir Brigadir Jenderal.
Hasan Basri dan laskar-laskar Kalimantan ketika itu tidak hanya berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan tetapi juga berupaya masuk dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Makanya muncullah laskar-laskar itu yang kelak digabungkan dalam divisi Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) pertahanan Kalimantan, pemimpinnya Hasan Basri. Itulah kenapa di Museum Wasaka itu banyak barang milik Hasan Basri," ucap Mansyur.
Menurut Mansyur, tidak ada data pasti kapan rumah adat Bubungan Tinggi itu dibuat, namun berdasarkan keterangan yang ada, rumah Bubungan Tinggi yang kelak dijadikan sebagai Museum Wasaka itu dibuat pada tahun 1810.
Para pekerjanya didatangkan dari Singapura sementara pemiliknya adalah Datuk Jalal, saudagar berlian ditanah Banjar kala itu.
Baca juga: Cerita Jastiper dari Malang dan Banjarmasin Raup Omzet Puluhan Juta di Pameran Jakarta X Beauty
Sepeninggal Datuk Jalal, rumah Bubungan Tinggi itu kemudian diwariskan ke istrinya dan selanjutnya ke turunan-turunannya.
"Yang punya itu awalnya saudagar berlian bernama Datuk Jalal. Karena kemampuan finasialnya yang tinggi pada waktu itu, makanya dia bisa membangun rumah itu. Setelah itu tidak ada lagi informasi mengenai rumah itu," ucap Mansyur.
Karena arsitekturnya, nilai filosifnya yang kuat serta letaknya yang strategis di pinggir Sungai Martapura, antara tahun 1988 sampai 1991, Pemprov Kalsel membeli rumah tersebut dari ahli waris.
"1988 ke 1991 itu kan berproses. Dan itu pun tidak langsung dijadikan museum, tetapi rumah budaya yang menyimpan koleksi benda bersejarah. Setelah itu muncul ide dijadikan sebagai museum perjuangan," beber Mansyur.