Salin Artikel

Museum Wasaka Banjarmasin, Jejak Sejarah Perlawanan Rakyat Banjar

Waja Sampai Kaputing adalah bahasa daerah Banjar yang dalam bahasa Indonesia berarti jangan pernah menyerah apapun yang dihadapi.

Museum Wasaka terletak di Jalan Kenanga, Kelurahan Sungai Jingah, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin, Kalsel.

Bangunannya berdiri kokoh, sebagian besar terbuat dari kayu Ulin atau yang lebih dikenal sebagai kayu besi.

Museum Wasaka adalah bangunan rumah adat Banjar bernama Bubungan Tinggi. Usianya sudah lebih dari dua abad.

Masuk ke dalamnya, tersimpan koleksi bersejarah, utamanya senjata yang digunakan saat rakyat Banjar berperang mengusir pasukan Belanda.

Sejarawan dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Mansyur menerangkan, perlawanan rakyat Banjar atau yang lebih dikenal sebagai revolusi fisik itu terjadi pada tahun 1945 sampai dengan 1949.

"Awalnya itu kan rakyat Banjar menolak kedatangan Belanda yang balik lagi setelah RI merdeka. Jadi era revolusi fisik di Kalsel itu setelah proklamasi," ujar Mansyur kepada Kompas.com, Kamis (14/12/2023).

Walaupun sudah merdeka, namun Belanda merasa Kalimantan masih menjadi negara bagian mereka.

Belanda akhirnya kembali masuk ke Kalsel dengan memboncengi pasukan sekutu yang ketika itu ingin melucuti pasukan Jepang yang dinyatakan kalah dalam Perang Dunia II.

"Makanya perjuangan ketika itu tidak lagi melalui jalur diplomasi, melainkan mengangkat senjata mempertahankan kemerdekaan, sekaligus perjuangan bergabung dengan Indonesia," jelasnya.

Mulai dari senjata tradisional seperti keris, pistol jenis revolver, jas dan berbagai macam penghargaan seperti lencana bintang kehormatan.

Sebagian koleksi Museum Wasaka lainnya adalah milik laskar-laskar yang berjuang bersama Hasan Basri di saat revolusi fisik. Adapula senjata milik pasukan Belanda yang berhasil dirampas oleh para pejuang.

Hasan Basri kelak diangkat sebagai pahlawan nasional oleh pemerintah RI dengan pangkat terakhir Brigadir Jenderal.

Hasan Basri dan laskar-laskar Kalimantan ketika itu tidak hanya berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan tetapi juga berupaya masuk dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Makanya muncullah laskar-laskar itu yang kelak digabungkan dalam divisi Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) pertahanan Kalimantan, pemimpinnya Hasan Basri. Itulah kenapa di Museum Wasaka itu banyak barang milik Hasan Basri," ucap Mansyur.

Menurut Mansyur, tidak ada data pasti kapan rumah adat Bubungan Tinggi itu dibuat, namun berdasarkan keterangan yang ada, rumah Bubungan Tinggi yang kelak dijadikan sebagai Museum Wasaka itu dibuat pada tahun 1810.

Para pekerjanya didatangkan dari Singapura sementara pemiliknya adalah Datuk Jalal, saudagar berlian ditanah Banjar kala itu.

Sepeninggal Datuk Jalal, rumah Bubungan Tinggi itu kemudian diwariskan ke istrinya dan selanjutnya ke turunan-turunannya.

"Yang punya itu awalnya saudagar berlian bernama Datuk Jalal. Karena kemampuan finasialnya yang tinggi pada waktu itu, makanya dia bisa membangun rumah itu. Setelah itu tidak ada lagi informasi mengenai rumah itu," ucap Mansyur.

Karena arsitekturnya, nilai filosifnya yang kuat serta letaknya yang strategis di pinggir Sungai Martapura, antara tahun 1988 sampai 1991, Pemprov Kalsel membeli rumah tersebut dari ahli waris.

"1988 ke 1991 itu kan berproses. Dan itu pun tidak langsung dijadikan museum, tetapi rumah budaya yang menyimpan koleksi benda bersejarah. Setelah itu muncul ide dijadikan sebagai museum perjuangan," beber Mansyur.


Setelah melalui proses yang panjang, akhirnya pada masa kepemimpinan Gubernur Kalsel waktu itu bernama HM Said, rumah Bubungan Tinggi itu dijadikan museum.

Mansyur menerangkan, awalnya HM Said hendak mendirikan museum terapung, tetapi karena biayanya cukup mahal, maka ide itu urung dilakukan.

"Nah, dimomen hari pahlawan 10 November tahun 1991, HM Said meresmikan museum itu yang diberi nama Museum Wasaka. Tetapi nama lengkapnya itu Museum Perjuangan Rakyat Kalimantan Selatan Waja Sampai Kaputing," pungkasnya.

Saat ini, walaupun telah melalui berbagai renovasi dan perawatan, bangunan Museum Wasaka tetap berdiri kokoh. Sekokoh tekad rakyat Banjar mengusir penjajah Belanda dari Bumi Lambung Mangkurat.

Kahfi Ansari, salah satu pengelola Museum Wasaka yang juga dipercaya sebagai pemandu wisatawan mengatakan, Museum Wasaka selalu ramai dikunjungi

Kebanyakan mereka yang datang ke Museum Wasaka adalah pelajar dan mahasiswa. Mereka datang untuk melihat langsung koleksi museum dan belajar sejarah perlawanan rakyat Banjar saat era revolusi fisik.

"Tak hanya pelajar dan mahasiswa, biasanya ada juga dari luar Kalsel, bahkan ada yang dari mancanegara, seperti Belanda, dari Eropa dan juga Australia," sebut Kahfi.

Selain dijadikan museum, oleh Pemprov Kalsel, Museum Wasaka juga dijadikan sebagai salah satu situs Geopark Meratus.

Harapannya, Museum Wasaka tetap menjadi jejak sejarah yang akan dijaga dan dilesatarikan sebagai warisan budaya rakyat Banjar.

https://regional.kompas.com/read/2023/12/16/132249078/museum-wasaka-banjarmasin-jejak-sejarah-perlawanan-rakyat-banjar

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke