Untuk mendapatkan ikan mereka harus membeli di warung. Pendapatan dari mencari berondol, tidak selalu beruntung. Ada kalanya zonk.
Hutan sudah kehilangan daya memperkuat perekonomian Orang Rimba. Sehingga krisis ekonomi menghantui kelompok rentan ini.
Harga beras, gula, kopi dan ikan mengalami kenaikan, sementara konsumsi terhadap rokok cinderung stabil.
“Pendapatan Orang Rimba dari berburu babi atau memungut berondolan tak bisa diprediksi, hasilnya terkadang tak cukup untuk makan sehari,” kata Rusli.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2022 mencatat, rokok merupakan komponen pengeluaran tertinggi kedua pada rumah tangga setelah beras, baik pada rumah tangga di perkotaan maupun perdesaan.
Dengan kondisi ekonomi yang sulit, yang dibarengi kebiasaan merokok maka Orang Rimba akan menurunkan capaian kualitas hidup dan kesehatan semua anggota keluarga. Sehingga mereka menjadi rentan terhadap penyakit.
Rusli menuturkan kasus stunting pada anak-anak Orang Rimba sangat tinggi. Namun bukan bagian dampak langsung dari kebiasan merokok orangtuanya. Melainkan kurangnya asupan makanan bergizi.
Kebiasaan merokok di sembarang tempat berdampak pada temuan kasus anak menderita pneumonia. 11 anak Orang Rimba kini sudah terpapar penyakit tuberkulosis.
Dampak kesehatan bagi Orang Rimba muncul penyakit batuk, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan paru-paru.
Kebiasan merokok Orang Rimba sulit diredam karena sudah candu. Untuk mengurangi angka perokok di Orang Rimba, dengan menghilangkan zat-zat penyebab kecanduan, terutama pada kelompok pemula (anak-anak).
“Untuk perokok aktif dan akut nampaknya akan sulit. Contohnya kalau mereka sakit dan disuruh mengurangi rokok oleh dokter, tidak pernah dituruti,” kata Rusli.
Menurut Kepala Puskesmas di Kecamatan Air Hitam, Dokter Hartati Sandora, anak yang berada di tengah keluarga perokok, memiliki risiko mengalami stunting lebih tinggi dibanding anak di keluarga bukan perokok.
“Rata-rata anak-anak Orang Rimba mengalami stunting. Mereka juga banyak sakit batuk, demam dan banyak juga yang sesak napas,” kata Hartati.
Hartati menjelaskan bahaya mengintai anak-anak, karena meskipun tidak merokok mereka terpapar asap rokok secara terus menerus. Kemudian mendapatkan bahaya rokok dari residu yang tertinggal dari asap rokok.
“Perokok aktif dan perokok pasif dapat mengalami risiko kesehatan yang sama berbahaya. Efek karsinogenik dapat menyebabkan kanker, bisa terjadi pada perokok atau orang lain di sekitar perokok,” katanya.
Robert Ari Tonang, Antropolog KKI Warsi menuturkan Orang Rimba sudah mengenal rokok ketika masa penjajahan Belanda. Terjadinya interaksi Orang Rimba dengan para saudagar, telah membuat mereka mengenal rokok.
“Sejauh yang kita ketahui, saya belum tahu pasti kapan atau jaman apa sampai rokok ke Orang Rimba. Ini hampir sama dengan proses budidaya tanaman untuk peladang yang beradaptasi di hutan tropis di dunia,” kata Robert.
Sebagai contoh banyak tanaman perladangan seperti ubi kayu, cabe, kakao, belakangan karet dan sawit yang ditanam peladang berasal dari Amerika Latin. Budaya merokok juga asal muasalnya dari suku Indian, lalu menyebar ke seluruh dunia.
Tembakau bisa jadi berasal dari Indian atau Amerika Latin. Biasanya karena perdagangan dan penjajahan. Orang Rimba dari dulu, sudah menanam tembakau.
“Saya sendiri lihat mereka tanam tembakau dan mengiris tipis-tipis lalu dijemur dan siap di hisap. Memang setelah mengenal rokok dari luar, mereka merasa rokok yang diperjual belikan lebih enak, karena ada campuran cengkeh dan lebih praktis,” kata Robert.
Interaksi dengan orang luar dua abad lalu membawa tembakau ke Orang Rimba. Kebiasaan merokok mereka sama dengan masyarakat Melayu jaman dulu. Perdagangan atau barter hasil-hasil hutan, terjadi bahkan sebelum masa tembakau masuk ke Jambi.
“Ada banyak bukti keramik dari China ada di Orang Rimba dan diwariskan turun temurun. Kontak ini, juga sekalian kontak bibit tanaman perladangan,” kata Robert.
Merokok bukan sekadar candu nikotin, kata Robert melaikan simbol seseorang sudah menginjak dewasa bagi laki-laki rimba. Sehingga anak berumur 13 tahun sudah boleh merokok. Terkadang umur 10 tahun juga sudah curi-curi merokok.
Jika ada orang dewasa laki-laki tapi tidak merokok, itu dianggap ganjil atau tidak lazim. Terkadang dinilai kurang sopan, karena rokok merupakan sarana penting persahabatan.
Orang Rimba yang baru pulang merantau, misalnya harus menyodorkan rokok sebagai bentuk penghormatan.
“Mayoritas laki-laki dewasa 95 persen pasti merokok. Sedangkan perempuan secara sosial tidak lazim merokok. Baru dibolehkan secara sosial merokok setelah menopause, sekitar umur 50-an,” kata Robert.
Orang Rimba termasuk perokok berat jadi dampak rokoknya pasti lebih buruk lagi. Salah satu juga penyebab sesak nafas di Orang Rimba adalah rokok. Apabila sesak napas ini berkombinasi dengan tuberkulosis, maka akan semakin mempercepat kematian.
Jarang Orang Rimba memiliki harapan hidup yang panjang. Memang ada 1-2 orang yang memiliki genetik kuat bisa berumur 70-80, tapi itu langka.
Kebiasan Orang Rimba dalam merokok sudah mengakar dan sulit dikendalikan, tetapi pada dasarnya mereka menjadi korban. Pengendalian rokok di Orang Rimba dapat mencerahkan masa depan anak-anak Orang Rimba.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.