Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rokok Mengisap Masa Depan Anak-anak Orang Rimba

Kompas.com - 08/12/2023, 08:11 WIB
Suwandi,
Reni Susanti

Tim Redaksi

 

JAMBI,KOMPAS.com – 9 dari 10 Orang Rimba dewasa kecanduan rokok. Warisan kebiasaan merokok turun temurun dari leluhur sampai sekarang. Orang Rimba sulit lepas dari lilitan candu rokok bahkan sejak anak-anak.

Kebiasaan merokok yang menyunat anggaran dapur, telah mengurangi asupan makanan bergizi pada anak-anak. Akibatnya sebagian besar anak-anak Orang Rimba mengalami masalah stunting atau gizi buruk.

Pada sore yang mendung, Naliti duduk termenung di pintu rimba, bagian ujung jalan aspal Desa Bukit Suban, Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, Jambi. Ia tengah gelisah menunggu pengepul berondolan sawit yang tak kunjung datang sedari siang.

Baca juga: Ancaman Tuberkulosis bagi Anak-anak Orang Rimba...

“Hari ini dapat dua karung. Belum tau berapa uangnya, biasanya tak sampai Rp 50.000. Hasil menjual berondolan sawit buat makan dan kebutuhan lain,” kata Naliti saat bertemu dengan Kompas.com di pinggir hutan Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD), Minggu (3/12/2023).

Kebutuhan lain yang dimaksud Naliti adalah membeli rokok. Ayah enam anak ini, membutuhkan uang sebesar Rp17.000 untuk membeli sebungkus rokok.

Dia mengaku berbeda dengan lelaki Rimba lainnya, yang sanggup menghabiskan 3 bungkus rokok dalam sehari.

Baca juga: Orang Rimba yang Alami Ginjal Bocor, Sebulan Konsumsi Obat TBC

Kebiasan merokok turun ke anak-anak

“Saya tidak kuat merokok, sehari habisnya 1-2 bungkus, tergantung aktivitas sehari-hari. Kalau sedang kerja memungut berondolan, itu bisa habis 2 bungkus. Tapi kalau sedang di rumah hanya sebungkus rokok,” kata Naliti menceritakan.

Penghasilan Naliti dalam sehari paling banter Rp 50.000 dari memungut berondolan. Dari pendapatan itu, akan dipotong membeli rokok Rp 17.000.

Kemudian sisanya diserahkan ke isterinya, untuk mencukupi kebutuhan dapur enam orang anaknya yang masih kecil.

Anak sulungnya berusia 16 tahun sudah merokok. Anak keduanya usia 13 tahun juga sudah merokok karena sudah pandai mencari uang sendiri. Naliti mengaku tidak bisa melarang anaknya merokok.

Anak-anak tidak bisa dilarang merokok. Karena anak bakal bilang: ‘Bapak kalau tidak merokok pusing dan tidak bisa kerja, kami juga sama’.

“Kalau mereka sudah bilang begitu saya diam, karena dari orangtua saya dulu juga merokok dan mereka tidak menghalangi saya merokok,” kata Naliti menjelaskan.

Menurut dia, kebiasaan merokok tidak bisa dihalangi oleh siapapun, termasuk isterinya.

Keteguhan Naliti bukan tanpa alasan. Ketika dia tidak mengisap rokok, ia merasa pusing dan tidak semangat bekerja. Bahkan akan lebih banyak tidur di rumah.

“Bukan kami malas, karena banyak tidur kalau tidak merokok. Kami tidur agar tidak memarahi anak-anak atau bahkan memukulnya. Tidak tahu kenapa, kalau tidak merokok jadi mudah marah,” kata lelaki rimba dari kelompok Kedundung Mudo.

Ia mengaku pandangan gelap, seolah sedang malam hari ketika tidak merokok. Jadi memang meskipun akan berutang, rokok tidak boleh putus dalam sehari.

Ketika tidak memiliki uang dan tidak bisa berutang, maka Naliti akan menjual barang berharga yang dimiliki, untuk membeli rokok.

“Saya akan ngutang. Kalau sudah tidak dipercaya pemilik warung, saya akan jual barang yang ada, yang penting bisa beli rokok. Kalau sudah merokok, kami akan semangat kerja,” kata Naliti.

Dia mengaku tidak mengetahui jika merokok dekat dengan anak-anak itu dilarang. Orangtua Naliti dahulu juga sama, merokok dalam rumah, dekat dengannya ketika masih kecil.

Walau begitu, Induk Sanggul Lalang yang berusia lebih setengah abad sudah berhenti merokok selama 4 tahun terakhir. Pertimbangan untuk berhenti merokok karena kesulitan mencari jernang di hutan. Tidak memiliki penghasilan tetap.

“Jernang tidak ada, jadi tidak punya uang beli rokok. Saya berhenti minum (kopi) dan merokok. Anak-anak punya keluarga sendiri, saya tidak bisa minta uang mereka. Lebih baik berhenti merokok,” kata Induk Lalang.

Kecanduan rokok juga terjadi di masyarakat adat lainnya, yakni Suku Anak Dalam (SAD) yang berada Desa Karya Bhakti, Kecamatan Pelepat, Kabupaten Bungo, Jambi. Kelompok ini juga mengorbankan uang belanja dapur untuk membeli rokok.

Ahmad Zulfahmi menuturkan sebanyak 39 kepala keluarga yang berada di wilayahnya, hampir 90 persen merokok. Baik laki-laki maupun perempuan merokok, tetapi memang dominan lelaki yang merokok.

Fahmi mengaku menghabiskan sebungkus rokok dalam sehari dengan harga Rp 15.000-20.000. Menurutnya, angka itu cukup besar apabila dibandingkan kebutuhan sehari-hari yang mencapai Rp 50.000.

Kebutuhan Fahmi memang sedikit karena belum memiliki anak. Isterinya baru hamil enam bulan, ketika berbincang dengan Kompas.com di rumahnya.

Meskipun dia perokok, dia telah berpikir untuk tetap memenuhi kebutuhan gizi isterinya yang sedang hamil. Bahkan ketika merokok, dia keluar rumah.

“Kebutuhan kecil sekitar Rp 50.000, untuk membeli sayuran dan ikan atau tahu tempe untuk lauk makan. Sisanya baru untuk beli rokok. Tapi dalam sehari sudah pasti beli rokok,” kata Fahmi menegaskan.

Anak-anak yang masih sekolah dilarang oleh orangtuanya untuk merokok. Tetapi banyak juga anak-anak mencuri kesempatan untuk merokok.

“Anak-anak kalau ketahuan merokok dimarahi sama orangtuanya. Karena masih usia sekolah, tetapi kalau yang sudah SMK, itu banyak yang sudah kantongi rokok hasil patungan atau beli batangan,” kata lelaki berusia 33 tahun ini.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 yang diselenggarakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) di mana hasil riset tersebut menemukan jumlah perokok anak usia 10-18 tahun terus meningkat.

Jika pada 2013 berada di angka 7,2 persen, jumlah perokok anak usia 10-18 tahun pada tahun 2018 menjadi 9,1 persen pada 2018 atau sekitar 3,2 juta anak.

Bahkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memperkirakan prevalensi perokok anak akan menjadi 16 persen pada 2030 atau setara dengan enam juta anak tanpa adanya upaya pencegahan yang sistematis dan masif.

Tinggalkan tradisi rokok tembakau

Tumenggung Kedundong Mudo, Jalo sedang duduk di warung yang menjual rokok tanpa cukai di Desa Bukit Suban, Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, Jambi Minggu (3/12/2023).Suwandi/KOMPAS.com Tumenggung Kedundong Mudo, Jalo sedang duduk di warung yang menjual rokok tanpa cukai di Desa Bukit Suban, Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, Jambi Minggu (3/12/2023).

Tumenggung Kedundong Mudo, Jalo yang melingkupi Naliti dan Induk Lalang menuturkan, kebiasaan merokok Orang Rimba sudah turun temurun dari nenek moyang. Pada awalnya, Orang Rimba menanam tembakau sendiri di dalam hutan.

Namun setelah muncul interaksi Orang Rimba dengan masyarakat pendatang (transmigrasi) pada medio 1970-1980, mereka mengenal rokok dari luar dan kemudian meninggalkan rokok tradisional mereka.

Menurut data terakhir KKI Warsi, masyarakat adat paling marjinal ini jumlahnya sekitar 5.270 jiwa.

Dari angka itu, lebih dari 60 persen berada di wilayah konsesi hutan tanaman industri (HTI) dan hak guna usaha (HGU) perkebunan sawit yaitu 3.162 orang.

Sisanya berada dalam kawasan hutan Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) sebanyak 2.108 orang.

Rokok tembako (tembakau) pembuatannya lama. Rasanya itu sangat kuat (pedes), jadi dalam sehari mereka cuma sanggup menghabiskan 3-5 batang rokok tembako dalam sehari,” kata Jalo.

Kebiasaan merokok tembakau pada zaman dulu, untuk menghilangkan sakit gigi dan sakit kepala. Menurutnya rokok tembakau memang tujuannya untuk pengobatan kemudian menjadi kebiasaan dalam sehari-hari.

Orang Rimba dari dulu sampai sekarang terbiasa menanam tembakau. Prosesnya ketika sehari selesai membakar lahan, maka biji tembakau ditebarkan di lahan.

Tak berapa lama akan hidup sendiri. Apabila sudah tumbuh dan daunnya tua berwarna kuning mirip daun pisang, maka sudah siap dipetik.

Langkah selanjutnya, kata Jalo merajang daun tipis-tipis, kemudian dijemur sampai dua hari di panas matahari. Setelah kering, tembako dilinting dengan daun lipai.

Tanaman ini merambat di hutan, tidak memiliki batang. Warna daunnya hijau di atas dan warna merah pada bagian bawahnya.

“Prosesnya lama dan sudah sulit menemukan daun lipai. Untuk menanam tembakau sekarang sudah sulit, karena Orang Rimba tidak boleh membakar lahan lagi,” kata Jalo.

Untuk saat ini ada beberapa Orang Rimba yang masih menanam tembakau, karena tidak ada pembakaran lahan maka tumbuhnya juga tidak terlalu banyak. Mereka menanam tembakau karena berada jauh di dalam hutan.

“Kalau kehabisan rokok, mereka bisa membakar rokok tradisional menjelang keluar rimba, untuk membeli rokok di kampung,” kata Jalo.

Ia mengatakan 9 dari 10 Orang Rimba itu merokok. Begitu juga perempuan Orang Rimba juga merokok. Tetapi jumlahnya tidak sebanyak laki-laki. Jalo mengatakan Orang Rimba memang sudah kecanduan rokok dari pabrik dan meninggalkan rokok tradisional mereka.

Alasan meninggalkan rokok tradisional lantaran pembuatannya yang rumit, kemudian rasanya kalah, apabila dibanding rokok pabrik yang dibeli dari warung. Mereka tidak peduli mereknya, yang paling penting harganya murah.

Krisis ekonomi

Orang Rimba Litai saat membeli rokok di warung di Desa Bukit Suban, Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, Jambi Minggu (3/12/2023).Suwandi/KOMPAS.com Orang Rimba Litai saat membeli rokok di warung di Desa Bukit Suban, Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, Jambi Minggu (3/12/2023).

Fenomena kecanduan rokok pada masyarakat adat Orang Rimba dan Suku Anak Dalam (SAD) menguatkan hasil penelitian, bahwa Indonesia memang surga konsumen rokok terbesar dan terus bertumbuh.

Hasil Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021 yang diluncurkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), terjadi penambahan jumlah perokok dewasa sebanyak 8,8 juta orang, yaitu dari 60,3 juta pada 2011 menjadi 69,1 juta perokok pada 2021.

Indonesia belum meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), berupa kesepakatan global untuk pengendalian tembakau.

Rusli Effendi, Tenaga Kesehatan Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi mengatakan kebiasaan merokok menambah beban kelompok rentan. Sehingga Orang Rimba sulit keluar dari lingkaran kemiskinan.

Pendapatan Orang Rimba itu minim, kata Rusli sementara belanja untuk rokok cukup tinggi. Rata-rata Orang Rimba menghabiskan 2-3 bungkus rokok dalam sehari dengan harga Rp 17.000-32.000 per bungkus.

Menurut data KKI Warsi, pada medio 1970 untuk kepentingan ekonomi kelompok transmigran, hutan Orang Rimba ditebang ribuan hektar.

Selanjutnya, untuk hak guna usaha (HGU) perkebunan sawit dan hutan tanaman industri (HTI) pada 1980 hutan habis dibabat.

Biodiversitas juga terancam oleh alih fungsi lahan. Pada 1989 silam, luas ekosistem hutan masih 130.308 hektar.

Dua dekade berselang menyusut tajam, tersisa 60.483 hektar pada 2009. Bahkan tahun 2021 lalu, luasnya tinggal 48.796 hektar.

Rusli mengatakan hutan yang telah menyempit di Orang Rimba membuat kebiasaan mereka berburu untuk mendapatkan protein sudah jarang dilakukan.

Untuk mendapatkan ikan mereka harus membeli di warung. Pendapatan dari mencari berondol, tidak selalu beruntung. Ada kalanya zonk.

Hutan sudah kehilangan daya memperkuat perekonomian Orang Rimba. Sehingga krisis ekonomi menghantui kelompok rentan ini.

Harga beras, gula, kopi dan ikan mengalami kenaikan, sementara konsumsi terhadap rokok cinderung stabil.

“Pendapatan Orang Rimba dari berburu babi atau memungut berondolan tak bisa diprediksi, hasilnya terkadang tak cukup untuk makan sehari,” kata Rusli.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2022 mencatat, rokok merupakan komponen pengeluaran tertinggi kedua pada rumah tangga setelah beras, baik pada rumah tangga di perkotaan maupun perdesaan.

Dengan kondisi ekonomi yang sulit, yang dibarengi kebiasaan merokok maka Orang Rimba akan menurunkan capaian kualitas hidup dan kesehatan semua anggota keluarga. Sehingga mereka menjadi rentan terhadap penyakit.

Kasus stunting

Rusli menuturkan kasus stunting pada anak-anak Orang Rimba sangat tinggi. Namun bukan bagian dampak langsung dari kebiasan merokok orangtuanya. Melainkan kurangnya asupan makanan bergizi.

Kebiasaan merokok di sembarang tempat berdampak pada temuan kasus anak menderita pneumonia. 11 anak Orang Rimba kini sudah terpapar penyakit tuberkulosis.

Dampak kesehatan bagi Orang Rimba muncul penyakit batuk, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan paru-paru.

Kebiasan merokok Orang Rimba sulit diredam karena sudah candu. Untuk mengurangi angka perokok di Orang Rimba, dengan menghilangkan zat-zat penyebab kecanduan, terutama pada kelompok pemula (anak-anak).

“Untuk perokok aktif dan akut nampaknya akan sulit. Contohnya kalau mereka sakit dan disuruh mengurangi rokok oleh dokter, tidak pernah dituruti,” kata Rusli.

Menurut Kepala Puskesmas di Kecamatan Air Hitam, Dokter Hartati Sandora, anak yang berada di tengah keluarga perokok, memiliki risiko mengalami stunting lebih tinggi dibanding anak di keluarga bukan perokok.

“Rata-rata anak-anak Orang Rimba mengalami stunting. Mereka juga banyak sakit batuk, demam dan banyak juga yang sesak napas,” kata Hartati.

Hartati menjelaskan bahaya mengintai anak-anak, karena meskipun tidak merokok mereka terpapar asap rokok secara terus menerus. Kemudian mendapatkan bahaya rokok dari residu yang tertinggal dari asap rokok.

“Perokok aktif dan perokok pasif dapat mengalami risiko kesehatan yang sama berbahaya. Efek karsinogenik dapat menyebabkan kanker, bisa terjadi pada perokok atau orang lain di sekitar perokok,” katanya.

Sejarah Rokok di Orang Rimba

Robert Ari Tonang, Antropolog KKI Warsi menuturkan Orang Rimba sudah mengenal rokok ketika masa penjajahan Belanda. Terjadinya interaksi Orang Rimba dengan para saudagar, telah membuat mereka mengenal rokok.

“Sejauh yang kita ketahui, saya belum tahu pasti kapan atau jaman apa sampai rokok ke Orang Rimba. Ini hampir sama dengan proses budidaya tanaman untuk peladang yang beradaptasi di hutan tropis di dunia,” kata Robert.

Sebagai contoh banyak tanaman perladangan seperti ubi kayu, cabe, kakao, belakangan karet dan sawit yang ditanam peladang berasal dari Amerika Latin. Budaya merokok juga asal muasalnya dari suku Indian, lalu menyebar ke seluruh dunia.

Tembakau bisa jadi berasal dari Indian atau Amerika Latin. Biasanya karena perdagangan dan penjajahan. Orang Rimba dari dulu, sudah menanam tembakau.

“Saya sendiri lihat mereka tanam tembakau dan mengiris tipis-tipis lalu dijemur dan siap di hisap. Memang setelah mengenal rokok dari luar, mereka merasa rokok yang diperjual belikan lebih enak, karena ada campuran cengkeh dan lebih praktis,” kata Robert.

Interaksi dengan orang luar dua abad lalu membawa tembakau ke Orang Rimba. Kebiasaan merokok mereka sama dengan masyarakat Melayu jaman dulu. Perdagangan atau barter hasil-hasil hutan, terjadi bahkan sebelum masa tembakau masuk ke Jambi.

“Ada banyak bukti keramik dari China ada di Orang Rimba dan diwariskan turun temurun. Kontak ini, juga sekalian kontak bibit tanaman perladangan,” kata Robert.

Merokok bukan sekadar candu nikotin, kata Robert melaikan simbol seseorang sudah menginjak dewasa bagi laki-laki rimba. Sehingga anak berumur 13 tahun sudah boleh merokok. Terkadang umur 10 tahun juga sudah curi-curi merokok.

Jika ada orang dewasa laki-laki tapi tidak merokok, itu dianggap ganjil atau tidak lazim. Terkadang dinilai kurang sopan, karena rokok merupakan sarana penting persahabatan.

Orang Rimba yang baru pulang merantau, misalnya harus menyodorkan rokok sebagai bentuk penghormatan.

“Mayoritas laki-laki dewasa 95 persen pasti merokok. Sedangkan perempuan secara sosial tidak lazim merokok. Baru dibolehkan secara sosial merokok setelah menopause, sekitar umur 50-an,” kata Robert.

Orang Rimba termasuk perokok berat jadi dampak rokoknya pasti lebih buruk lagi. Salah satu juga penyebab sesak nafas di Orang Rimba adalah rokok. Apabila sesak napas ini berkombinasi dengan tuberkulosis, maka akan semakin mempercepat kematian.

Jarang Orang Rimba memiliki harapan hidup yang panjang. Memang ada 1-2 orang yang memiliki genetik kuat bisa berumur 70-80, tapi itu langka.

Kebiasan Orang Rimba dalam merokok sudah mengakar dan sulit dikendalikan, tetapi pada dasarnya mereka menjadi korban. Pengendalian rokok di Orang Rimba dapat mencerahkan masa depan anak-anak Orang Rimba.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Oknum Dosen di Palopo Dipecat karena Diduga Lecehkan Mahasiswi

Oknum Dosen di Palopo Dipecat karena Diduga Lecehkan Mahasiswi

Regional
Sakau, Penumpang Speed Boat dari Malaysia Diamankan, Ditemukan 142 Gram Sabu-sabu

Sakau, Penumpang Speed Boat dari Malaysia Diamankan, Ditemukan 142 Gram Sabu-sabu

Regional
TNI AL Tangkap Penumpang 'Speedboat' dari Malaysia Saat Sakau

TNI AL Tangkap Penumpang "Speedboat" dari Malaysia Saat Sakau

Regional
Kakak Kelas Diduga Setrika Dada Juniornya di Semarang Diduga karena Masalah Salaman

Kakak Kelas Diduga Setrika Dada Juniornya di Semarang Diduga karena Masalah Salaman

Regional
Prakiraan Cuaca Semarang Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024, dan Besok : Siang Ini Cerah

Prakiraan Cuaca Semarang Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024, dan Besok : Siang Ini Cerah

Regional
[POPULER REGIONAL] Soal Dugaan BAP 8 Pembunuh Vina Dirubah | Bobby Sentil Anggota Dishub Medan

[POPULER REGIONAL] Soal Dugaan BAP 8 Pembunuh Vina Dirubah | Bobby Sentil Anggota Dishub Medan

Regional
Tak Ada Petahana, PKB Optimistis Gus Yusuf Bisa Menang Pilkada Jateng

Tak Ada Petahana, PKB Optimistis Gus Yusuf Bisa Menang Pilkada Jateng

Regional
Kebakaran Rumah di Bantaran Rel Kereta Api Solo, 25 Warga Mengungsi

Kebakaran Rumah di Bantaran Rel Kereta Api Solo, 25 Warga Mengungsi

Regional
Maju Pilkada Solo, Caleg Terpilih Kevin Fabiano Daftar Cawalkot di PDI-P

Maju Pilkada Solo, Caleg Terpilih Kevin Fabiano Daftar Cawalkot di PDI-P

Regional
Sedihnya Hasanuddin, Tabungan Rp 5 Juta Hasil Jualan Angkringan Ikut Terbakar Bersama Rumahnya

Sedihnya Hasanuddin, Tabungan Rp 5 Juta Hasil Jualan Angkringan Ikut Terbakar Bersama Rumahnya

Regional
Maju Lagi di Pilkada, Mantan Wali Kota Tegal Dedy Yon Daftar Penjaringan ke PKS

Maju Lagi di Pilkada, Mantan Wali Kota Tegal Dedy Yon Daftar Penjaringan ke PKS

Regional
Dua Caleg Terpilih di Blora Mundur, Salah Satunya Digantikan Anak Sendiri

Dua Caleg Terpilih di Blora Mundur, Salah Satunya Digantikan Anak Sendiri

Regional
Perajin Payung Hias di Magelang Banjir Pesanan Jelang Waisak, Cuan Rp 30 Juta

Perajin Payung Hias di Magelang Banjir Pesanan Jelang Waisak, Cuan Rp 30 Juta

Regional
9 Rumah di Bantaran Rel Kereta Kota Solo Terbakar

9 Rumah di Bantaran Rel Kereta Kota Solo Terbakar

Regional
Pimpin Aksi Jumat Bersih, Bupati HST Minta Masyarakat Jadi Teladan bagi Sesama

Pimpin Aksi Jumat Bersih, Bupati HST Minta Masyarakat Jadi Teladan bagi Sesama

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com