Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengungsi Rohingya di Aceh Akan Dikembalikan ke Negara Asal, Apakah Itu Solusi?

Kompas.com - 07/12/2023, 11:44 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Sejumlah pengamat mendukung rencana Pemerintah Indonesia yang bakal mengembalikan para pengungsi Rohingya di Aceh ke negara asal.

Sebab, menurut peneliti ASEAN dari Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), Adriana Elizabeth, persoalan pengungsi Rohingya sudah mengganggu situasi domestik di dalam negeri. Apalagi dalam waktu dekat Indonesia akan menggelar pemilu -yang dikhawatirkan akan menambah beban dan memecah konsentrasi aparat keamanan.

Menko Polhukam, Mahfud MD, sebelumnya berkata Indonesia menerima pengungsi berdasarkan rasa kemanusiaan. Tetapi cara itu, kata Adriana, membuat kewalahan pemda sehingga harus dicarikan solusi.

Merespons masalah ini, juru bicara UNHCR Indonesia, Mitra Salima Suryono, masih berharap ada semangat solidaritas dan kemanusiaan dari Pemerintah Indonesia untuk menangani pengungsi Rohingya.

Baca juga: Sindikat Penyelundup Pengungsi Rohingya ke Aceh Sudah Kantongi Rp 3 Miliar

Bagaimana situasi Aceh?

Kedatangan enam kapal pengungsi Rohingya ke Aceh dalam waktu yang berdekatan menuai penolakan dari warga.

Masyarakat setempat menuding para pengungsi Rohingya kerap membuat masalah ketika sampai di daratan, seperti kabur dari penampungan dan mengeluh ketika diberi makanan.

Maimum Fikri, warga Kabupaten Bireun yang sekarang menetap di Banda Aceh, juga bercerita penolakan terhadap pengungsi Rohingya bermula dari sikap para pengungsi yang tak lagi menghargai pemberian warga.

"Dulu di Bireun masyarakat sampai menjamu Rohingya dengan membuat kenduri [jamuan], memberikan pakaian layak pakai, dan bersimpati. Tapi mereka kabur ke Malaysia ketika sudah sehat," ucap pria berusia 53 tahun ini kepada wartawan Hidayatullah yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.

Baca juga: 16 Pengungsi Rohingya Kabur dari Tempat Penampungan di Lhokseumawe

Maimum terang-terangan menolak keras keberadaan pengungsi Rohingya di Aceh, apalagi kalau sampai pemda setempat memberikan lahan khusus kepada mereka.

"Ini sudah terorganisir, seperti ada agen yang sengaja membawa mereka datang. Sekarang tugas pemerintah untuk memutus mata rantai ini."

Vira Ramadhani juga senada.

Dia menolak pengungsi Rohingya dalam waktu lama di Aceh. Tapi kalau untuk sementara waktu, dia memandang para pengungsi bisa tinggal dengan alasan kemanusiaan.

"Kalau menetap tidak setuju. Tapi kalau dikasih waktu beberapa hari tidak apa-apa, kasihan lihat mereka," ucap Vira.

Perempuan 27 tahun ini mengatakan masyarakat Aceh mengancam akan menggelar demonstrasi besar-besaran kalau pemda membiarkan mereka menetap.

"Paling lama seminggu [boleh tinggal]. Kalau Pemerintah membiarkan Rohingya menetap di Aceh, kami akan melakukan aksi demo. Jadi kami kasih waktu ke orang Rohingya kalau sudah melewati waktu diusir saja."

Baca juga: Warga Bangladesh Penyelundup Pengungsi Rohingya ke Aceh Ditangkap

Sikap sejumlah penolakan terhadap pengungsi Rohingya telah mengemuka sejak kapal-kapal yang membawa para pengungsi hendak merapat ke beberapa pantai di Aceh, pada November lalu.

Dalam rekaman video yang diterima BBC News Indonesia pada pertengahan November lalu, beberapa warga Aceh memaksa sejumlah pengungsi Rohingya kembali ke kapal kayu yang berjarak sekitar 30 meter dari bibir pantai di Desa Ule Madon, Kabupaten Aceh Utara.

“Nggak boleh [masuk], naik ke atas boat kapal,“ kata beberapa pria Aceh.

Kemudian, pada 4 Desember lalu, sejumlah warga di Sabang, Aceh, membongkar paksa tenda penampungan pengungsi Rohingya di Desa Balohan.

Mereka kemudian mengangkut para pengungsi Rohingya ke seberang kantor wali kota menggunakan sejumlah kendaraan bak terbuka.

Baca juga: Amnesty: Pemerintah Langgar HAM jika Kembalikan Pengungsi Rohingya ke Myanmar

Pengungsi Rohingya akan dipulangkan

Kedatangan terbaru pengungsi Rohingya di Aceh. AFP/AMANDA JUFRIAN via BBC INDONESIA Kedatangan terbaru pengungsi Rohingya di Aceh.
Pemerintah Indonesia mencatat jumlah pengungsi Rohingya hingga saat ini mencapai 1.487 orang dan diperkirakan akan terus bertambah lantaran gelombang pengungsi terus berdatangan.

Mereka ditempatkan di penampungan sementara di Aceh, Medan, dan Pekanbaru.

Hanya saja, kata Menko Polhukam Mahfud MD, sikap Pemerintah yang menerima para pengungsi ini membuat pemda kewalahan dan memicu penolakan.

Adapun penampungan sementara di Pekanbaru dan Medan katanya sudah penuh dan kehabisan dana.

Baca juga: Pemerintah Cari Lokasi Baru Untuk Tampung Pengungsi Rohingya

Itu mengapa, sambungnya, Pemerintah akan mencari solusi. Salah satunya mengembalikan mereka ke negara asal.

"Kami rapatkan bagaimana caranya mengembalikan ke negaranya melalui PBB. Karena ada perwakilannya yang mengurus pengungsi itu," ujar Mahfud MD di Bekasi, Jawa Barat.

Dia juga menyinggung bahwa Indonesia sebenarnya tidak ikut menandatangani konvensi PBB tentang pengungsi sehingga Pemerintah bisa saja menolak mereka.

"Tapi kan kita punya perikemanusiaan," ucap Mahfud MD.

Menanggapi rencana Pemerintah itu, juru bicara UNHCR Indonesia, Mitra Salima Suryono, berkata selama ini pihaknya sudah berkoordinasi erat dengan Pemerintah Indonesia dalam menangani pengungsi.

Baca juga: Menko PMK Muhadjir Sebut Belum Ada Arahan Jokowi Soal Penampungan Pengungsi Rohingya

Selama bertahun-tahun, katanya, Indonesia telah menjalankan tradisi kemanusiaan dengan menerima mereka.

Mitra berharap masih bisa "melihat semangat solidaritas dan kemanusiaan yang sama kuatnya di saat ini maupun di kemudian hari," ucapnya dalam pernyataan tertulis kepada BBC News Indonesia.

Apakah sikap Pemerintah sudah tepat?

Peneliti ASEAN dari Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), Adriana Elizabeth, mendukung langkah Pemerintah yang ingin memulangkan pengungsi Rohingya ke negara asal.

Sebab kalau dibiarkan, menurutnya, akan memicu masalah keamanan nasional.

Apalagi dalam waktu dekat Indonesia akan menggelar Pemilu, sehingga dikhawatirkan keberadaan pengungsi tersebut bakal menambah beban aparat keamanan dan memecah konsentrasi.

"Pemerintah pastinya ingin pemilu berjalan lancar, tapi di tengah banyak tuduhan intrik politik, adanya pengungsi menambah masalah kamtibnas," jelas Adriana kepada BBC News Indonesia.

Baca juga: Mahfud MD Sebut Pengungsi Rohingya Akan Dikembalikan ke Negara Asal

"Kalau mereka [pengungsi] membuat masalah konsentrasi aparat akan terganggu."

"Tidak mungkin Indonesia sendiri mau jadi pahlawan tapi nyatanya kita kewalahan."

Adriana berkata penolakan yang terjadi di Aceh bisa jadi momentum untuk Indonesia menyuarakan kembali persoalan pengungsi Rohingya di ASEAN.

Sembari membujuk Myanmar agar menuntaskan masalah domestiknya.

"Jadi katakan saya bahwa Indonesia tidak bisa mengendalikan [masalah Rohingya] sendiri. Tegas saja bahwa Indonesia hanya bisa menampung sampai di sini, kalau sudah menganggu kita kembalikan."

Apa yang bisa dilakukan sementara ini?

Pengungsi Rohingya berada di tempat penampungan sementara, dan ditolak oleh sekelompok warga Aceh berada di wilayahnya.FAJAR SIDDIK via BBC INDONESIA Pengungsi Rohingya berada di tempat penampungan sementara, dan ditolak oleh sekelompok warga Aceh berada di wilayahnya.
Pengamat hubungan internasional dari Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah, mengatakan, Pemerintah berada dalam posisi sulit.

Antara khawatir bakal dicap tidak becus mengurusi pengungsi, tetapi di sisi lain tak bisa membendung penolakan warga Aceh.

Dia mengusulkan langkah cepat yang bisa dilakukan Pemerintah dengan menyeleksi para pengungsi.

Teuku Rezasyah menyebut kemungkinan gelombang pengungsi yang berdatangan saat ini tidak benar-benar berstatus pengungsi.

Baca juga: Pengungsi Rohingya di Aceh: Saat Warga Lokal Dorong Kapal Kami, Anak Saya Meninggal

"Jadi tampaknya kita harus menerapkan assessment intelijen. Pengungsi yang datang diterima, tapi langsung diseleksi sehingga ketahuan ini pengungsi beneran atau kriminal atau punya masalah hukum."

"Kalau bukan pengungsi kirim balik ke Myanmar."

Kendati demikian, Teuku Rezasyah, sepakat bahwa persoalan pengungsi Rohingya sudah harus diputuskan di tingkat ASEAN.

Negara-negara ASEAN, menurutnya, harus kompak menekan Pemerintah Myanmar agar menjalankan Konsensus Lima Poin yang disepakati sebagai solusi atas krisis politik Myanmar.

Konsensus Lima Poin merupakan keputusan para pemimpin ASEAN yang diambil dalam pertemuan di Jakarta pada 24 April 2021, kurang dari dua bulan setelah junta militer Myanmar melakukan kudeta terhadap pemerintahan sipil pimpinan Aung San Suu Kyi.

Baca juga: Pengungsi Rohingya Terdampar di Sabang Dipindahkan Warga ke Halaman Kantor Wali Kota

Ketika konsensus itu disepakati, ASEAN diketuai oleh Brunei Darussalam.

Lima Poin Konsensus itu yakni pengiriman bantuan kemanusiaan, penghentian aksi kekerasan, diselenggarakannya dialog yang inklusif, pembentukan utusan khusus, dan kunjungan utusan khusus ke Myanmar.

"Mahfud MD harus menyegerakan pertemuan-pertemuan tingkat tinggi ASEAN untuk membantu Myanmar."

"Jadi multi-jalur, ada diplomasi di ASEAN dan solusi nyata di lapangan."

Sebab, tanpa solusi cepat yang dibuat Pemerintah, dia khawatir akan memunculkan konflik sosial di Aceh.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Instruktur Pilot Korban Pesawat Jatuh di BSD Dimakamkan Besok di Semarang

Instruktur Pilot Korban Pesawat Jatuh di BSD Dimakamkan Besok di Semarang

Regional
Pemuda di Gresik Tewas Usai Motor yang Dikendarainya Menabrak Truk

Pemuda di Gresik Tewas Usai Motor yang Dikendarainya Menabrak Truk

Regional
Banjir Kepulauan Aru, 150 Rumah Terendam, Warga Mengungsi

Banjir Kepulauan Aru, 150 Rumah Terendam, Warga Mengungsi

Regional
Peringati 'Mayday 2024', Wabup Blora Minta Para Pekerja Tingkatkan Kompetensi dan Daya Saing

Peringati "Mayday 2024", Wabup Blora Minta Para Pekerja Tingkatkan Kompetensi dan Daya Saing

Regional
Dinkes Periksa Sampel Makanan Penyebab Keracunan Massal di Brebes

Dinkes Periksa Sampel Makanan Penyebab Keracunan Massal di Brebes

Regional
Viral Pernikahan Sesama Jenis di Halmahera Selatan, Mempelai Perempuan Ternyata Laki-laki

Viral Pernikahan Sesama Jenis di Halmahera Selatan, Mempelai Perempuan Ternyata Laki-laki

Regional
Paman Korban Pesawat Jatuh di BSD Serpong: Entah Kenapa Hari Ini Ingin Kontak Pulu

Paman Korban Pesawat Jatuh di BSD Serpong: Entah Kenapa Hari Ini Ingin Kontak Pulu

Regional
Presiden Jokowi Undang Danny Pomanto untuk Jamu Tamu Peserta World Water Forum 2024 di Bali

Presiden Jokowi Undang Danny Pomanto untuk Jamu Tamu Peserta World Water Forum 2024 di Bali

Regional
Pesawat Latih Jatuh di BSD, Saksi: Saat 'Take Off' Cuacanya Normal

Pesawat Latih Jatuh di BSD, Saksi: Saat "Take Off" Cuacanya Normal

Regional
Mahasiswa Unika Santo Paulus NTT Pentas Teater Randang Mose demi Melestarikan Budaya Manggarai

Mahasiswa Unika Santo Paulus NTT Pentas Teater Randang Mose demi Melestarikan Budaya Manggarai

Regional
Bus Surya Kencana Terbalik di Lombok Timur, Sopir Diduga Mengantuk

Bus Surya Kencana Terbalik di Lombok Timur, Sopir Diduga Mengantuk

Regional
Cerita Korban Banjir Lahar Dingin di Sumbar, Cemas Ketika Turun Hujan

Cerita Korban Banjir Lahar Dingin di Sumbar, Cemas Ketika Turun Hujan

Regional
Prakiraan Cuaca Manado Hari Ini Minggu 19 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Manado Hari Ini Minggu 19 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Regional
Kapal Ikan Berbendera Rusia Ditangkap di Laut Arafura, 30 ABK Diamankan

Kapal Ikan Berbendera Rusia Ditangkap di Laut Arafura, 30 ABK Diamankan

Regional
Pria di Bandung Ditemukan Tewas Menggantung di Pohon Jambu, Warga Heboh

Pria di Bandung Ditemukan Tewas Menggantung di Pohon Jambu, Warga Heboh

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com