Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengungsi Rohingya di Aceh: Saat Warga Lokal Dorong Kapal Kami, Anak Saya Meninggal

Kompas.com - 05/12/2023, 11:22 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - "Ketika saya sampai pertama kalinya ke Indonesia, saya punya dua anak. Ketika warga lokal mendorong kembali kapal kami, satu anak saya meninggal dunia di kapal karena kekurangan makanan dan sakit."

Yasmin Fatoum tertunduk lesu kala melontarkan ceritanya ketika ditemui BBC News Indonesia di tempat penampungan pengungsi Rohingya di Lhokseumawe, Aceh.

Perempuan berusia 25 tahun itu merupakan salah satu dari 265 pengungsi Rohingya yang kapalnya sempat dua kali ditolak warga saat hendak berlabuh di Tanah Rencong pada pertengahan November 2023.

Setelah bertaruh nyawa mengarungi lautan dari kamp pengungsian di Bangladesh, mereka akhirnya mendekat ke pesisir Bireuen pada 16 November.

Baca juga: Pengungsi Rohingya Terdampar di Sabang Dipindahkan Warga ke Halaman Kantor Wali Kota

Namun, ketika mereka hendak mendekat ke bibir pantai, warga menolak dan meminta para pengungsi Rohingya untuk kembali lagi ke kapal.

Mereka hanya membekali pengungsi dengan bungkusan berisi makanan dan pakaian bekas, kemudian melepas kembali para pengungsi ke laut lepas.

"Saya dapat dua botol air, dua biskuit. Saya berikan ke anak saya," ujar Yasmin.

Meski demikian, bantuan dari warga itu tak cukup untuk ratusan orang yang memadati kapal. Kondisi kesehatan mereka sendiri sudah menurun setelah berhari-hari mengarungi lautan tanpa makanan yang cukup, kata Yasmin.

Dalam sekejap, seluruh bantuan dari masyarakat sudah lenyap. Dalam kelaparan, mereka pun kembali mengarungi lautan hingga mencapai pesisir Aceh Utara.

Di sana, mereka kembali ditolak. Saat itu, kondisi salah satu anak Yasmin sudah sangat parah karena kekurangan asupan.

"Saya tidak punya air dan makanan, jadi saya memberikan air laut kepada anak saya," tutur Yasmin, sembari menahan air matanya yang sudah mengambang di pelupuk.

Baca juga: Soal Pengungsi Rohingya, Mahfud MD: Sebenarnya RI Bisa Tolak Mentah-mentah, tapi Kita Punya Perikemanusiaan

"Setelah meminum air asin itu, kondisi anak saya memburuk dan dia meninggal. Kami tidak bisa melakukan apa-apa dan saya melarung anak saya ke laut."

Kabar kematian anak itu sampai ke telinga para pengungsi lainnya di dalam kapal, termasuk Rohima, seorang perempuan penyandang disabilitas yang berlayar ke Aceh bersama tiga putranya.

"Saya sendiri membawa sejumlah makanan dari kamp [di Bangladesh], tapi empat anak meninggal di dalam kapal karena kekurangan makanan," tutur Rohima.

Setelah menerjang perairan, Rohima dan para pengungsi lainnya kembali merapat ke pesisir Bireuen. Kali ini, mereka diperbolehkan mendarat.

Saat itu, mesin perahu yang mereka tumpangi memang sudah rusak. Para pengungsi pun berlomba turun dari kapal, lantas berlari ke pesisir.

Ketika pengungsi lainnya dengan leluasa berlari, Rohima harus dipanggul oleh ketiga anaknya yang tertatih.

Baca juga: Belum Jelas ke Mana 139 Pengungsi Rohingya yang Berlabuh di Sabang Akan Ditampung

Kesulitan disabilitas meretas batas

Kedatangan terbaru pengungsi Rohingya di Aceh.AFP/AMANDA JUFRIAN via BBC INDONESIA Kedatangan terbaru pengungsi Rohingya di Aceh.
Sejak lama, kaki Rohima memang bermasalah sehingga ia harus menggunakan penyangga untuk membantunya berjalan. Meski sudah memakai penyangga itu, Rohima masih kesulitan melangkahkan kakinya.

"Saya akhirnya dipanggul oleh anak-anak saya ke daratan," ucap Rohima sembari sesekali memegang kakinya.

Di Bireuen, para pengungsi berdiam tiga hari di Desa Lapang Barat. Sebagian dari mereka beristirahat di ruang terbuka beralas terpal di bawah pepohonan, sementara yang lainnya menempati bangunan tempat pelelangan ikan.

Setelah tiga hari, mereka diboyong bertahap menggunakan truk dan bus sekolah milik pemerintah Kabupaten Bireuen ke kamp pengungsian yang disediakan di bekas kantor imigrasi di Lhokseumawe.

Baca juga: Diperintah Jokowi Urus Pengungsi Rohingya, Mahfud MD Agendakan Rapat dengan Pemda

Di pengungsian itu, mereka tidur berdesakan. Udara di dalam ruangan juga pengap karena beberapa jendela ditutup.

Di tengah ruangan, melintang tali yang digunakan untuk menjemur pakaian, membuat pergerakan kerap terhambat.

Dengan masalah di kakinya, Rohima tentu merasa ruang geraknya kian terbatas. Namun, ia mengaku lega dapat berada di tempat yang relatif aman ketimbang kamp di Cox's Bazar di Bangladesh.

Tak hanya Rohima, sejumlah pengungsi Rohingya lainnya juga harus berupaya ekstra untuk dapat menginjakkan kaki di Tanah Rencong, salah satunya Muhammad Siddiq.

Bocah tunanetra itu harus melalui perjalanan panjang bersama ibunya, Zohora Begum, dan kedua adiknya dari kamp pengungsian di Bangladesh.

Baca juga: Alasan Kenapa Pengungsi Rohingya Datang ke Indonesia

Mereka datang menggunakan kapal yang berbeda dari Rohima dan Yasmin. Ibu dan ketiga anak tersebut merupakan penumpang kapal pertama dari enam armada yang masuk ke Aceh dalam beberapa pekan terakhir.

Siddiq, rela mengarung laut demi dapat bertemu kembali dengan ayahnya, Zakaria, yang sudah lebih dulu menetap di Malaysia sejak 2015 silam.

Sebagai tunanetra, Siddiq tak bisa jauh-jauh dari ibu dan kedua adiknya selama perjalanan. Siddiq pun sempat panik ketika tiba-tiba badai menghantam kapal di suatu malam.

Sambil sesekali bersandar ke bahu ibunya, Siddiq bercerita, "Saat badai datang, saya merasa hilang arah. Saya pikir saya akan mati. Saya menangis dan sangat takut."

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sendiri dalam catatan di situs resminya mengakui bahwa saat ini, belum ada kerangka normatif yang memadai untuk menangani secara khusus pengungsi-pengunsi penyandang disabilitas.

Baca juga: PBB Serukan Penyelamatan 400 Warga Rohingya yang Terombang-ambing di Laut Andaman

UNHCR hanya pernah mengeluarkan seruan pada 2010 lalu agar negara-negara dan badan PBB lainnya melindungi dan membantu pengungsi penyandang disabilitas.

Kendati demikian, tak ada ketetapan resmi atau panduan cara yang tepat untuk menangani pengungsi yang menyandang disabiliatas.

PBB pun terus mendesak agar negara-negara anggota mau menyisihkan waktunya untuk memikirkan nasib para pengungsi disabiliatas yang mereka anggap masuk dalam kategori “sangat rentan”.

Bagaimana pun, para pengungsi saat ini tak dapat mengeluh. Lagipula, Begum sendiri mengatakan bahwa orang-orang di kapal terus membantunya untuk memastikan anaknya baik-baik saja.

Begum pun menganggap masalah terbesar di dalam kapal bukanlah menjaga anak-anaknya.

"Kesulitan utamanya adalah menemukan makanan untuk mereka. Kami delapan hari di kapal, tapi hanya makan empat kali," katanya.

Baca juga: Pengungsi Rohingya Kembali Mendarat di Sabang, Kali Ini Jumlahnya 139 Orang

Setelah perjalanan panjang itu, Siddiq pun bahagia ketika mendengar suara lolongan dari kejauhan, pertanda daratan sudah dekat.

Ia bersama ibu dan kedua adiknya kemudian ditempatkan di penampungan sementara di gedung bekas Yayasan Mina Raya, Pidie.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Oknum HRD di Halmahera Selatan Diduga Pakai Data 45 Karyawan untuk Pinjol

Oknum HRD di Halmahera Selatan Diduga Pakai Data 45 Karyawan untuk Pinjol

Regional
Prakiraan Cuaca Balikpapan Hari Ini Selasa 7 Mei 2024, dan Besok : Malam ini Hujan Petir

Prakiraan Cuaca Balikpapan Hari Ini Selasa 7 Mei 2024, dan Besok : Malam ini Hujan Petir

Regional
Prakiraan Cuaca Batam Hari Ini Selasa 7 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Petir

Prakiraan Cuaca Batam Hari Ini Selasa 7 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Petir

Regional
Prakiraan Cuaca Morowali Hari Ini Selasa 7 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Morowali Hari Ini Selasa 7 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Regional
Ketum GP Ansor Gus Addin Sebut Haerul Amri Aktivis Sejati NU

Ketum GP Ansor Gus Addin Sebut Haerul Amri Aktivis Sejati NU

Regional
Polisi Buru Selebgram soal Arisan Bodong di Bengkulu, Kerugian Rp 2 Miliar

Polisi Buru Selebgram soal Arisan Bodong di Bengkulu, Kerugian Rp 2 Miliar

Regional
Hadi Santoso Gantikan Quatly Abdulkadir Alkatiri Jadi Wakil Ketua DPRD Jateng

Hadi Santoso Gantikan Quatly Abdulkadir Alkatiri Jadi Wakil Ketua DPRD Jateng

Regional
Terobos Palang Pintu, Motor Terserempet Kereta di Banyumas, 2 Orang Tewas

Terobos Palang Pintu, Motor Terserempet Kereta di Banyumas, 2 Orang Tewas

Regional
Laporkan Pelecehan Seksual, Mahasiswi PKL Jadi Tersangka UU ITE

Laporkan Pelecehan Seksual, Mahasiswi PKL Jadi Tersangka UU ITE

Regional
4 Selat Strategis Pelayaran Dunia yang Ada di Kawasan Indonesia

4 Selat Strategis Pelayaran Dunia yang Ada di Kawasan Indonesia

Regional
Bocah SD di Brebes Diduga Jadi Korban Pencabulan Tetangga, Modus Pelaku Pinjamkan Ponsel

Bocah SD di Brebes Diduga Jadi Korban Pencabulan Tetangga, Modus Pelaku Pinjamkan Ponsel

Regional
Pengangguran Terbanyak di Banten Lulusan SMK, BPS: Lulusan SD Paling Banyak Bekerja

Pengangguran Terbanyak di Banten Lulusan SMK, BPS: Lulusan SD Paling Banyak Bekerja

Regional
Kasus Ayah Perkosa Anak Terungkap saat Korban Ketakutan di Pojok Ruangan

Kasus Ayah Perkosa Anak Terungkap saat Korban Ketakutan di Pojok Ruangan

Regional
Ratusan Ribu Suara Pemilu di Babel Tidak Sah, KPU Siapkan Pengacara

Ratusan Ribu Suara Pemilu di Babel Tidak Sah, KPU Siapkan Pengacara

Regional
2.540 Ekor Burung Liar Diselundupkan ke Jawa, Diduga Hasil Perburuan Hutan Lampung

2.540 Ekor Burung Liar Diselundupkan ke Jawa, Diduga Hasil Perburuan Hutan Lampung

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com