Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Muro, Tradisi Merawat Ekosistem Laut yang Berkelanjutan di Lembata

Kompas.com - 04/12/2023, 16:14 WIB
Serafinus Sandi Hayon Jehadu,
Andi Hartik

Tim Redaksi

LEMBATA, KOMPAS.com - Sedari dulu warga Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT), memiliki tradisi untuk menjaga ekosistem laut yang disebut Muro.

Tradisi ini sempat ditinggalkan. Belakangan, warga dan nelayan mulai menyadari ketika habitat dan hasil tangkapan mulai menurun. Mereka berkeyakinan hal tersebut karena ada warisan yang mulai ditinggalkan, yakni Muro.

Kondisi ini juga yang mendorong Yayasan Pengembangan Masyarakat Lembata (Barakat), salah satu lembaga lokal di Lembata, untuk menghidupkan kembali tradisi Muro.

Direktur Yayasan Barakat Benediktus Bedil menjelaskan, Muro adalah sebuah kawasan di laut yang dilindungi dan dijaga oleh masyarakat.

Baca juga: Pj Bupati Lembata Geram karena Realisasi APBD 2023 Baru 68 Persen

Untuk menetapkan Muro, dimulai dengan kesepakatan bersama masyarakat adat.

Lalu, dilanjutkan dengan sumpah adat di Namang, sebuah tempat yang diyakini menjadi lokasi pertemuan antara tanah langu atau leluhur yang telah mati dan tanah lolon atau orang yang masih hidup.

Seusai ritual di Namang, dilanjutkan dengan pemasangan naning (tanda yang bisa dilihat oleh masyarakat setempat bahwa laut dan isinya sedang ‘murung’ atau tidak boleh diganggu dan penempatan balela atau tanda batas Muro).

Selanjutnya, kata Benediktus, semua masyarakat desa tanpa kecuali ikut menjaga wilayah laut tersebut dan mematuhi semua larangan tanpa ada keberatan.

Jika kesepakatan adat dilanggar secara sengaja atau tidak, pelaku harus mengakui perbuatannya dan memberi makan ribu ratu atau semua masyarakat desa dengan menyembelih ternak seperti kambing dan babi sebagai denda.

"Ini juga upaya pemulihan agar terbebas dari tulah," ujar Benediktus.

Apabila tidak diindahkan, malapetaka berupa kesengsaraan dan kematian akan menimpa pelaku dan semua keluarganya.

Sayangnya, ungkap Benediktus, aturan adat ini hanya berlaku lokal, tidak mengikat masyarakat atau nelayan dari desa atau wilayah lain.

“Sesungguhnya Muro dijalankan karena satu kesadaran penting masyarakat asli Lembata bahwa laut dan isinya adalah layanan alam karena ‘adanya’ tidak disediakan oleh siapa pun,” ujar Benediktus.

Wialayah perairan Kabupaten Lembata, NTT, Senin (4/12/2023)
Serafinus Sandi Hayon Jehadu/Kompas.com Wialayah perairan Kabupaten Lembata, NTT, Senin (4/12/2023)
Benediktus melanjutkan, karena Muro adalah bentuk layanan alam maka harus dikelola untuk kepentingan bersama dalam nuansa persaudaraan dan keadilan sosial agar menunjang ketahanan pangan masyarakat.

"Istilah lokal disebut malu mara soga nara (menyediakan pangan saat rawan pangan dan mempertahankan keramahtamahan terhadap tamu dengan mengandalkan makanan yang ada di Muro meski kebun tidak menghasilkan padi dan jagung),” bebernya.

Baca juga: Beras Plastik Diduga Beredar di Lembata, Sampelnya Segera Dikirim ke BPOM Bandung

Menetapkan zonasi

Di dalam kawasan Muro sendiri, ungkap Benediktus, masyarakat memiliki kearifan untuk menetapkan zonasi.

Pertama, tahi tubere atau jiwa laut. Lokasi ini seperti zona inti yang menjadi kamar ikan kawin-mawin dan beranak-pinak.

Karenanya, lokasi ini tidak boleh diganggu agar ikan bisa berkembangbiak menjadi banyak dan dewasa agar ketika keluar bisa ditangkap.

Kedua, ikan berewae atau ikan perempuan. Lokasi ini sama dengan zona penyangga.

Perempuan dan anak-anak diprioritaskan untuk menangkap ikan di lokasi ini tapi hanya dengan memancing. Sebab, mereka hanya punya kemampuan untuk menangkap ikan dengan cara itu.

Ketiga, ikan ribu ratu atau ikan untuk umum. Lokasi ini merupakan zona pemanfaatan.

Tempat ini akan dibuka dan ditutup sesuai kesepakatan. Ada yang setiap tahun, ada yang tergantung dari kebutuhan umum, dan ada yang dibuka 3-5 kali setahun untuk semua masyarakat menangkap beramai-ramai.

Hingga saat ini penerapan masih berbeda-beda antara satu desa dengan desa lainnya.

Sidang adat membahas sejumlah langan di wilayah Muro di Desa Kolontobo, Lembata, NTTDok. Yayasan Barakat Sidang adat membahas sejumlah langan di wilayah Muro di Desa Kolontobo, Lembata, NTT
Konservasi warisan nenek moyang

Piter Pulang, peneliti lingkungan di NTT, mengatakan, Muro merupakan kebijakan konservasi yang diwariskan oleh nenek moyang orang Lembata.

Di Lembata, lanjutnya, konsep penyelamatan lingkungan sudah ada jauh sebelum munculnya gagasan dari lembaga-lembaga pendidikan atau ahli-ahli lingkungan.

Selain itu, lanjutnya, Muro juga meupakan konsep ketahanan pangan yang diwariskan oleh leluhur orang Lembata.

Oleh karena itu, Piter meminta pemerintah menggunakan konsep ini untuk menjaga ketahanan pangan di Kabupaten Lembata.

Baca juga: Beras Plastik Diduga Beredar di Lembata, Sampelnya Segera Dikirim ke BPOM Bandung

Kolaborasi

Kepala Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Timur wilayah Kabupaten Lembata, Flores Timur, Sikka, Andi Amuntoda mengungkapkan bahwa tradisi Muro salah satu bagian dari upaya pelestarian kawasan konservasi perairan daerah Lembata dengan luas areal 225.624 hektare.

Muro, jelas Andi, merupakan kearifan lokal masyarakat untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan sumber daya kelautan di daerah sekitarnya.

Ada beberapa tahapan sebelum Muro ditetapkan legalitasnya oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Dimulai dari kesepakatan masyarakat desa dalam menjaga laut dalam bentuk surat keputusan desa/kelurahan, lalu ditetapkan oleh kepala daerah. Dari situ baru diusulkan ke KKP untuk menjadi kearifan lokal yang diakui secara nasional.

Andi mengapresiasi Yayasan Barakat dan masyarakat yang telah menetapkan beberapa wilayah Muro yang tersebar di lima desa yakni Dikesare, Lamatokan, Lamawolo, Tapobaran dan Desa Kolontobo.

"Lima desa yang dibina oleh LSM Barakat tentu menjadi bagian dari binaan kita juga selama ini. Karena LSM tidak bisa bekerja sendiri harus bersama-sama dengan pemerintah," kata Andi.

Dirinya berharap kelestarian laut dengan sumber dayanya yang besar terutama ikan tetap terjaga, sehingga kelak anak cucu masih bisa menikmati kekayaan laut Lembata.

"Kami prinsipnya mendukung semua kegiatan pemanfaatan ruang laut yang berkelanjutan," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Banjir dan Longsor Landa Pinrang, Satu Warga Tewas, Sejumlah Rumah Warga Ambruk

Banjir dan Longsor Landa Pinrang, Satu Warga Tewas, Sejumlah Rumah Warga Ambruk

Regional
Kasus Dokter Lecehkan Istri Pasien, Pelaku Serahkan Uang Damai Rp 350 Juta ke Korban

Kasus Dokter Lecehkan Istri Pasien, Pelaku Serahkan Uang Damai Rp 350 Juta ke Korban

Regional
UNESCO Tetapkan Arsip Indarung I Semen Padang Jadi Memory of the World Committee for Asia and the Pacific

UNESCO Tetapkan Arsip Indarung I Semen Padang Jadi Memory of the World Committee for Asia and the Pacific

Regional
Golkar Buka Peluang Majunya Raffi Ahmad di Pilkada Jateng

Golkar Buka Peluang Majunya Raffi Ahmad di Pilkada Jateng

Regional
Mantan Gubernur Babel Maju Periode Kedua Usai 'Video Call' dengan Gerindra

Mantan Gubernur Babel Maju Periode Kedua Usai "Video Call" dengan Gerindra

Regional
Kisah Istri Berusia 19 Tahun di Karimun yang Tewas Dibunuh Suami dengan Batang Sikat Gigi

Kisah Istri Berusia 19 Tahun di Karimun yang Tewas Dibunuh Suami dengan Batang Sikat Gigi

Regional
Terluka akibat Terperangkap di Pohon, Seekor Monyet di Salatiga Diserahkan ke BKSDA Jateng

Terluka akibat Terperangkap di Pohon, Seekor Monyet di Salatiga Diserahkan ke BKSDA Jateng

Regional
Maju Pilkada Blora, Politikus NasDem Mendaftar ke Gerindra

Maju Pilkada Blora, Politikus NasDem Mendaftar ke Gerindra

Regional
Kebakaran Pemukiman Nelayan di Pesisir Pulau Sebatik, 29 Jiwa Kehilangan Tempat Tinggal

Kebakaran Pemukiman Nelayan di Pesisir Pulau Sebatik, 29 Jiwa Kehilangan Tempat Tinggal

Regional
Kecanduan Judi Online, Pasutri di Kubu Raya Nekat Mencuri di Minimarket

Kecanduan Judi Online, Pasutri di Kubu Raya Nekat Mencuri di Minimarket

Regional
DMI dan LPQ Kota Semarang Usulkan Mbak Ita Maju Pilkada 2024

DMI dan LPQ Kota Semarang Usulkan Mbak Ita Maju Pilkada 2024

Regional
Kampung Jawi di Semarang: Daya Tarik, Jam Buka, dan Rute

Kampung Jawi di Semarang: Daya Tarik, Jam Buka, dan Rute

Regional
Gantikan Ganefri, Krismadinata Terpilih Jadi Rektor UNP 2024-2029

Gantikan Ganefri, Krismadinata Terpilih Jadi Rektor UNP 2024-2029

Regional
Anak Ketua DPC Gerindra Ambil Formulir Pilkada Blora di PDI-P

Anak Ketua DPC Gerindra Ambil Formulir Pilkada Blora di PDI-P

Regional
Video Viral Bocah Menangis di Samping Peti Mati Sang Ibu yang Dibunuh Ayahnya di Minahasa Selatan

Video Viral Bocah Menangis di Samping Peti Mati Sang Ibu yang Dibunuh Ayahnya di Minahasa Selatan

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com