Dilansir dari laman diskominfo.kalteng.go.id, seiring perkembangan waktu, masyarakat Dayak Ngaju mulai bersosialisasi dengan kelompok suku bangsa lainnya yang datang ke Kalimantan Tengah.
Mereka memperkenalkan manik-manik untuk melengkapi perhiasan masyarakat suku Dayak yang sebelumnya terbuat dari biji-bijian, kayu dan tulang.
Perpaduan ini yang kemudian menghasilkan busana eksotik sebagai ciri khas busana masyarakat suku Dayak yang mengekspresikan kekayaan alam, flora dan fauna dan unsur mitologi.
Baju sangkarut yang berupa rompi dahulu digunakan pada saat ritual-ritual tertentu dan hanya orang-orang dayak yang memiliki kemampuan spiritual yang dapat menggunakannya.
Dilansir dari laman mmc.kalteng.go.id, baju sangkarut dahulu umumnya digunakan pada saat berperang.
Dengan adanya kekuatan magis dari ajimat, orang yang memakai baju ini akan kebal dari serangan senjata tajam atau senjata api.
Menurut sejarah, pada perang di Kuta Bataguh, ksatria Dayak Ngaju menggunakan baju ini dalam menghadapi serangan pasukan musuh dari Negeri Sawang.
Selain digunakan untuk perang, baju sangkarut juga bisa digunakan untuk acara pernikahan.
DIlansir dari laman Kemendikbud, baju sangkarut ini menjadi salah satu baju yang menjadi perlengkapan seorang pemimpin upacara adat atau basir.
Karena baju sangkarut dipakai oleh basir saat memimpin upacara adat, maka baju ini bisa dikatakan dapat menunjukkan status sosial bagi pemakainya.
Sumber:
mmc.kalteng.go.id
warisanbudaya.kemdikbud.go.id
diskominfo.kalteng.go.id