Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia tepatnya pada 1 Juli 1947, status Bitung berubah menjadi sebuah distrik bawahan (onderdistrik) yang terpisah dari distrik bawahan Tonsea.
Kemudian, status Bitung ditetapkan menjadi kecamatan pada tahun 1964 melalui SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara Nomor 244 Tahun 1964.
Kecamatan Bitung kemudian diresmikan sebagai Kota Administratif pertama di Indonesia pada 10 April 1975 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1975.
Saat itu, wali kota administratif pertama yang menjabat di Kota Administratif Bitung adalah Wempi A. Worang.
Pemerintah Indonesia kemudian menetapkan Kota Administratif Bitung menjadi Kota Madya pada tanggal 10 Oktober 1990 melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1990.
Dilansir dari data BPS, Kota Bitung yang memiliki luas 313,51 kilometer meliputi 2,26 persen dari wilayah Provinsi Sulawesi Utara.
Berdasarkan letak geografisnya, Kota Bitung terletak di daratan pulau Sulawesi dan sebagian lagi adalah daerah kepulauan yaitu Pulau Lembeh.
Secara astronomis, Kota Bitung terletak antara 1°23’23” - 1°35’39” Lintang Utara dan 125°1’43” - 125°18’13” Bujur Timur.
Menurut posisi geografisnya, batas-batas wilayah Kota Bitung yaitu:
Wilayah Kota Bitung terbagi menjadi delapan Kecamatan, dengan enam kecamatan terletak di Pulau Sulawesi (Kecamatan Madidir, Matuari, Girian, Aertembaga, Maesa, dan Ranowulu) dan dua kecamatan terletak di Pulau Lembeh (Kecamatan Lembeh Selatan dan Lembeh Utara).
Kota Bitung memiliki ikon berupa Tugu Cakalang yang menggambarkan julukannya sebagai Kota Cakalang.
Julukan Kota Cakalang didapat karena selama ini Kota Bitung dikenal sebagai penghasil ikan cakalang terbesar di Indonesia.
Dilansir dari laman tribunmanadotravel.tribunnews.com, salah satu keunggulan Kota Bitung adalah kekayaan hasil ikan lautnya.
Salah satu produk oleh-oleh yang kerap diburu wisatawan adalah berbagai kuliner yang merupakan hasil olahan ikan laut.
Menu kuliner khas Bitung antara lain ikan cakalang fufu yang diolah dengan cara digepe.