KOMPAS.com - Rentetan kedatangan pengungsi Rohingya di Aceh dalam sepekan terakhir tanpa ada solusi yang jelas menggambarkan betapa buntunya upaya regional Asia Tenggara mengatasi krisis di Myanmar, kata pengamat dan aktivis.
Sebanyak 1.075 pengungsi Rohingya tiba di Aceh dalam sepekan terakhir, menurut catatan Badan PBB yang mengurusi pengungsi, UNHCR.
Chris Lewa selaku pegiat dari Arakan Project yang merupakan lembaga advokasi HAM Rohingya, memperkirakan masih akan ada gelombang pengungsi yang berdatangan ke Aceh.
Sebab, situasi keamanan kamp pengungsian Rohingya di Cox’s Bazaar, Bangladesh, terus memburuk dan konflik di dalam negeri Myanmar juga kian intens.
Sementara itu, upaya ASEAN untuk mengatasi krisis ini dinilai “tidak berprogres”.
Baca juga: 350 Pengungsi Rohingya Disebut Sedang Berlayar dari Bangladesh Menuju Indonesia
“Situasi ini setidaknya memberi sinyal kepada pemerintah Indonesia bahwa mereka harus bersiap untuk apa yang akan datang, karena sepertinya akan lebih banyak yang datang,” kata Chris Lewa kepada BBC News Indonesia, Rabu (22/11).
Sejak berbulan-bulan lalu, Lewa mengaku telah memperingatkan Indonesia untuk menghadapi situasi seperti ini.
“Saya sudah menjelaskan situasi di lapangan [kepada perwakilan pemerintah] bahwa Indonesia harus bersiap menghadapi lebih banyak kedatangan pengungsi Rohingya. Tapi sepertinya tidak ada yang dipersiapkan,” ujar Lewa.
Ketidakjelasan mekanisme penanganan pengungsi ini dinilai berkontribusi pada penolakan sebagian warga di Aceh.
Sementara itu, peneliti ASEAN dari Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), Adriana Elizabeth, mengatakan Indonesia tidak bisa menjadi satu-satunya negara yang bersedia menampung pengungsi Rohingya. Sehingga perlu ada kesepakatan regional terkait isu ini.
Baca juga: Kisah Yasin, Pengungsi Rohingya yang Berlayar dari Coxs Bazar ke Aceh
Padahal, ketika berbicara dalam pertemuan mengenai isu Rohingya di sela-sela Sidang ke-78 Majelis Umum PBB di New York, 21 September lalu, Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, menegaskan komitmen ASEAN terhadap pengungsi Rohingya.
“Saya juga sebutkan bahwa ASEAN akan terus memberikan kontribusi dan ASEAN tidak akan pernah melupakan Rohingya,” tutur Retno melalui YouTube Kemlu RI.
“Di kapal kami kelaparan, kami tidak bisa makan selama lima hari terakhir,” kata perempuan Rohingya berusia 21 tahun itu kepada wartawan di Aceh, Hidayatullah, yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Terdapat 219 pengungsi Rohingya di kapal itu, mayoritas adalah perempuan dan anak-anak.
Ini adalah kapal keenam yang mengangkut pengungsi Rohingya dan merapat ke wilayah Aceh sejak 14 November 2023.
Begitu tiba, rombongan pengungsi Rohingya sempat tertahan di bibir pantai di bawah terik matahari. Ruang gerak mereka dibatasi oleh garis polisi.
Baca juga: Fakta di Balik Video Pengungsi Rohingya Buang Bantuan Sembako di Pantai Kuala Pawon
Siang itu, mereka mendapat makan siang berupa nasi dan lauk dari warga setempat. Salah satu pengungsi perempuan tampak terbujur di atas pasir dan harus disuapi oleh kerabatnya.
Wartawan di Aceh, Hidayatullah, yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, mengatakan bahwa beberapa warga Sabang sengaja datang untuk memberi bantuan. Mereka mengaku prihatin dengan kondisi para pengungsi Rohingya yang baru turun dari kapal.
Rukiah naik ke kapal itu bersama suami dan kedua anaknya. Menurutnya, kehidupan di kamp pengungsian di Cox’s Bazaar “sangat buruk”, sehingga mereka harus pergi untuk mencari peluang hidup yang lebih baik dan lebih aman.
“Ekonomi kami sehari-hari sangat sulit. Tidak ada kehidupan di sana. Lebih baik kami dibunuh di sini daripada dikembalikan lagi ke sana,” kata Rukiah menanggapi penolakan sebagian masyarakat terhadap kedatangan mereka.
Baca juga: Beredar Video Pengungsi Rohingya Buang Bantuan Sembako, Pj Gubernur Aceh Minta Warga Bersabar