Dilansir dari laman Kemdikbud, pada masa Kerajaan Sriwijaya, Selat Bangka berperan sebagai pintu gerbang atau tempat masuknya kapal-kapal dagang dari luar.
Kapal-kapal dagang tersebut berlayar menyusuri Sungai Upang kemudian transit di kota Palembang untuk bongkar muat barang dagangannya.
Para pedagang yang telah beristirahat kemudian melanjutkan pelayaran dari daerah hilir sampai hulu Sungai Musi maupun sebaliknya.
Akibat kontak dagang dengan masyarakat lokal di daerah aliran Sungai Musi, maka terbentuklah komunitas yang berkembang menjadi pemukiman di tepi Sungai Musi.
Kontak dagang pada mulanya dilakukan dengan bangsa Cina, yang diindikasikan dengan temuan keramik-keramik Cina kuno di sekitar Sungai Musi.
Selain bangsa Cina, bangsa India juga turut terlibat dalam perdagangan sekaligus membawa masuk ajaran Hindu-Buddha.
Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya situs-situs keagamaan Hindu-Buddha di Sungai Musi.
Situs-situs arkeologi berupa sisa-sisa permukiman masih ditemukan di tepi Sungai Musi beserta anak-anak sungainya.
Adapun Situs Karang Anyar diidentifikasikan sebagai Keraton Sriwijaya, karena di lokasi tersebut banyak ditemukan sisa-sisa pemukiman dan dikelilingi oleh saluran yang berhubungan dengan Sungai Musi.
Peran Sungai Musi mulai meredup ketika Belanda mulai membangun jalur transportasi darat baik jalan dan jaringan kereta api.
Sumber:
tribunnewswiki.com
jelajah.kompas.id
palembang.tribunnews.com
kebudayaan.kemdikbud.go.id
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.