Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Srikandi Dalam Pusaran Mata Air Terakhir di Hutan Lindung Gambut

Kompas.com - 09/10/2023, 05:51 WIB
Suwandi,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

Ekonomi alternatif

Mariyati (40) mengamini ucapan Dewi. Baginya kekeringan di lahan gambut sangat menyiksa para petani, terutama perempuan.

“Kemarau sebulan itu rasa setahun,” kata Mariyati.

Perempuan ketika musim kering terpukul dua kali dibanding lelaki.

Ketika musim tanpa hujan, sumur kering, maka perempuan akan berjalan kaki 2-3 kilometer untuk mengambil air.

Selain itu, lelaki pada musim kebakaran lebih banyak di dalam hutan, turut memadamkan api.

Perempuan di rumah sendirian, mengurus anak, mencari air dan harus bekerja mengurusi kebun.

“Kebun kalau tidak diurus, tidak menghasilkan. Suami harus madamkan api. Jadi perempuan mengambil peran suami,” kata Mariyati.

Baca juga: Udara Tak Sehat, Walkot Jambi Tutup Sekolah, Pemprov Tetap Laksanakan Belajar Tatap Muka

Penderitaan akan semakin bertambah jika anak ada yang sakit, maka perempuan harus berjaga sepanjang malam.

Tidur paling banyak itu dua jam. Selebihnya mengurusi anak dan bekerja di kebun pada siangnya.

Mariyati mendukung suaminya untuk menanam kopi dan pinang. Memang penghasilannya tidak sebanyak sawit, tetapi sangat aman di musim kemarau.

Apabila suami sedang tidak bisa bekerja saat musim kemarau, maka isteri bisa memanen pinang dan kopi.

“Kita perempuan mana bisa panen sawit. Berat. Kalau kopi dan pinang, panennya mudah, lebih berkelanjutan dan aman dari kebakaran,” kata Mariyati.

Tanaman kopi liberika, kata Mariyati memang cocok hidup di lahan gambut. Hidupnya tidak membutuhkan banyak air.

Berbeda dengan sawit, agar tetap hidup dia harus menyerap banyak air, dan lahannya harus dikeringkan dengan sistem kanalisasi.

Warga tidak pernah melakukan kanalisasi dengan lebar dan kedalaman lebih dari dua meter. Kebanyakan itu warga menggunakan kearifan lokal bernama parit cacing.

Parit cacing itu saluran dengan kedalaman dan lebar kurang dari satu meter, fungsinya untuk sirkulasi air, agar ketika air laut pasang tidak merendam tanaman.

Baca juga: 2 Hektar Lahan Gambut Milik Polda Riau di Kampar Terbakar

Sementara perusahaan selalu melakukan kanalisasi, sehingga lahan kekeringan ketika musim kemarau. Kanal mereka lebarnya 2-3 meter dan sangat dalam.

“Kita itu orang dewasa bisa tenggelam,” kata Mariyati.

Eksploitasi lahan gambut telah mengeringkan air secara alami, sehingga ratusan hektar lahan pertanian di Desa Sinarwajo, telah hilang berganti pinang, kopi dan sawit.

“10 tahun lalu warga masih menanam padi. Sekarang tidak ada lagi, karena kering tidak ada air,” katanya.

Sementara itu, Dinda Novitasari perempuan di Desa Sungai Beras berkisah ketika musim kemarau turut khawatir.

Ibu dan ayahnya harus pergi ke hutan untuk menjaga hutan tetap basah dan tidak muncul titik api.

Dia sebenarnya ingin pergi bersama mereka, tetapi tugasnya sebagai bidan desa harus merawat anak-anak ketika terjadi kebakaran.

Ketika kebakaran di Desa Sinarwajo, anak-anak di Sungai Beras banyak menderita ISPA. Lebih dari 50 kasus setiap hari. Bahkan bayi baru lahir, meninggal dunia.

“Orangtuanya tak sempat kasih nama,” kata Dinda.

Baca juga: 150 Hektare Lahan Gambut di OKI Terbakar, Petugas Kesulitan Cari Sumber Air

Sementara itu, Abdul Hamid, warga Desa Sungai Beras, seorang perambah yang bertobat menuturkan untuk mengurangi ketergantungan terhadap lahan dan menghindari eksploitasi gambut, maka dia menghimpun warga untuk membuat piring Upe Pinang.

Piring ini untuk acara seremonial pemerintah maupun masyarakat. Bentuknya bundar selebar piring yang berfungsi pengganti piring. Bahan bakunya dari kelompak daun pinang.

Produksi dari pagi sampai malam yang dikerjakan 4-5 orang. Kelompok warga yang menginisiasi ekonomi alternatif ini dapat memproduksi 150 piring setiap hari dengan harga Rp3.000 per unit.

Total pesanan pada momen tertentu bisa tembus 1.000-1.500 piring. Kalau pesanan harian itu sekitar 200-300 dari acara pengantin dan pengajian.

“Pesanan dari acara pengantin dan ibu-ibu PKK juga sering pesan,” kata Hamid.

Dia menyadari sebagai mantan perambah, warga yang hidup sekitar hutan harus memutar otak agar tidak bergantung dengan hutan gambut.

Produksi piring Upe Pinang, telah menjadi andalan, tetapi kendalanya terbatas pada alat masih terbatas.

“Kalau pesanan banyak kita kewalahan. Kalau alatnya banyak, tentu kita bisa produksi dengan jumlah yang banyak dalam waktu singkat,” kata Hamid.

Dengan inisitatif sendiri dan dipandu Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi para perempuan dan sebagian besar warga telah menyadari penting menjaga hutan lindung gambut Sungai Buluh dari krisis air dan kebakaran.

Perjuangan mereka kerap kali kandas. Sebab perusahaan dengan keinginan sendiri, mengabaikan peranan para perempuan yang kian merana.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Akui Tidak Punya Uang, Bernadus Ratu-Albertus Ben Bao Deklarasi Maju Pilkada Sikka dari Jalur Independen

Akui Tidak Punya Uang, Bernadus Ratu-Albertus Ben Bao Deklarasi Maju Pilkada Sikka dari Jalur Independen

Regional
3 Kader Demokrat Berebut Restu AHY di Pilkada Sumsel, Cik Ujang Klaim Sudah Kantongi Rekomendasi

3 Kader Demokrat Berebut Restu AHY di Pilkada Sumsel, Cik Ujang Klaim Sudah Kantongi Rekomendasi

Regional
Eks Komisioner KPU Konsultasi Calon Independen Pilkada Magelang

Eks Komisioner KPU Konsultasi Calon Independen Pilkada Magelang

Regional
Setelah Gerindra, Rektor Unsa Daftar Maju Pilkada ke PSI

Setelah Gerindra, Rektor Unsa Daftar Maju Pilkada ke PSI

Regional
Terima Pendaftaran Pilkada Manokwari, PDI-P: Kami Tak Koalisi dengan PKS

Terima Pendaftaran Pilkada Manokwari, PDI-P: Kami Tak Koalisi dengan PKS

Regional
Sepasang Calon Perseorangan Mendaftar di Pilkada Pangkalpinang

Sepasang Calon Perseorangan Mendaftar di Pilkada Pangkalpinang

Regional
Telan Anggaran Rp 6,79 Miliar, Perbaikan Jembatan Sungai Babon Semarang-Demak Dikebut

Telan Anggaran Rp 6,79 Miliar, Perbaikan Jembatan Sungai Babon Semarang-Demak Dikebut

Regional
5 Orang Diperiksa, Penemuan Pria Berlumpur dan Tangan Terikat di Sungai Semarang Masih Misteri

5 Orang Diperiksa, Penemuan Pria Berlumpur dan Tangan Terikat di Sungai Semarang Masih Misteri

Regional
Rumah Terancam Disita Bank, Korban Penipuan Katering Buka Puasa Masjid Sheikh Zayed Solo Buka Donasi

Rumah Terancam Disita Bank, Korban Penipuan Katering Buka Puasa Masjid Sheikh Zayed Solo Buka Donasi

Regional
Cerobong Asap Terbakar, Pabrik Tahu di Kabupaten Semarang Ludes Dilalap Api

Cerobong Asap Terbakar, Pabrik Tahu di Kabupaten Semarang Ludes Dilalap Api

Regional
Pendaftaran PPS 301 Desa di Magelang Diperpanjang, Apa Penyebabnya?

Pendaftaran PPS 301 Desa di Magelang Diperpanjang, Apa Penyebabnya?

Regional
Kaesang Pangarep Tergetkan PSI Menang di Pilkada Solo

Kaesang Pangarep Tergetkan PSI Menang di Pilkada Solo

Regional
4 Hari Kandas, 2 Kapal Kargo di Pelabuhan Pangkalbalam Diselamatkan

4 Hari Kandas, 2 Kapal Kargo di Pelabuhan Pangkalbalam Diselamatkan

Regional
Gunung Ibu Meletus 2 Kali Kamis Petang, Status Siaga

Gunung Ibu Meletus 2 Kali Kamis Petang, Status Siaga

Regional
Makan Tanpa Bayar di Warung, 2 Preman Ngaku yang Punya Lampung

Makan Tanpa Bayar di Warung, 2 Preman Ngaku yang Punya Lampung

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com