Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mati Suri Saat Pandemi, Sanggar Berusia 30 Tahun di Jambi Coba Bangkit dari Keterpurukan

Kompas.com - 21/09/2023, 12:38 WIB
Suwandi,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

JAMBI, KOMPAS.com– Eri Argawan, maestro tari di Sanggar Sekintang Dayo mengurut dada ketika pandemi Covid-19 datang.

Hampir 28 bulan sanggarnya tutup total. Aktivitas pewarisan tari tradisi ke ratusan anak-anak terganjal aturan.

Sanggar Sekintang Dayo adalah rumah bagi puluhan seniman tari dan musik. Tempat ini turut jadi sarana belajar ratusan anak-anak.

Sanggar seni besutan Eri Argawan sudah mulai eksis sejak 5 Oktober 1993 atau 30 tahun silam.

Baca juga: Seniman Pangandaran Berjuang Kenalkan Gondang Buhun di Tengah Kemajuan Zaman

Karya tradisi maupun kreasi yang lahir dari rahim sanggar tak terbilang. Angkanya di atas ratusan karya.

Popularitas dari Sekintang Dayo di dunia tari dan musik, membuat anak-anak yang sudah berusia 5 tahun datang untuk belajar.

“Waktu pandemi kami tutup total. Kawan-kawan seniman yang ada di Sanggar Sekintang Dayo kerja serabutan, ada yang jadi buruh, banyak juga bekerja tukang ojek,” kata Eri Argawan di sela-sela latihan di Taman Budaya Jambi, Rabu (20/9/2023).

Para anak-anak dan penari profesional dari Sanggar Sekintang Dayo berfoto bersama usai even Lah Puar Jelupung Tumbuh di Taman Budaya JambiSuwandi/KOMPAS.com Para anak-anak dan penari profesional dari Sanggar Sekintang Dayo berfoto bersama usai even Lah Puar Jelupung Tumbuh di Taman Budaya Jambi

Ia menuturkan ketika pandemi, banyak sekali pekerjaan yang dibatalkan.

Menurut lelaki berusia 58 tahun ini, selama ini Sekintang Dayo bekerja sama dengan pemerintah dengan swasta, untuk acara seremonial peluncuran produk dan pernikahan (wedding).

Untuk saat ini, kata Eri, Sekintang Dayo menghidupi seniman profesional dengan rincian 24 penari dan 14 pemusik.

Meskipun tidak semua, beberapa rekan-rekan seniman memang menggantungkan hidupnya dari karya.

Baca juga: Cerita Seniman Tradisi Badud Pangandaran, Pernah Dicemooh dan Dibayar Alakadarnya

Ia mencontohkan sanggar Sekintang Dayo memiliki murid, anak-anak yang belajar tari tradisi dan kreasi jumlahnya di atas 300 orang.

Namun setelah pandemi, banyak yang tidak melanjutkan latihan menari kembali dan tersisa 150 anak.

“Ada seniman sudah profesional, maka kita kasih ruang untuk mengajar anak-anak. Karena pandemi tutup, mereka tidak punya penghasilan,” kata Eri.

 

Aktivitas anak-anak yang belajar tari tradisi di Sanggar Sekintang DayoSuwandi/KOMPAS.com Aktivitas anak-anak yang belajar tari tradisi di Sanggar Sekintang Dayo
Tidak hanya mengajar, seniman lain yang menggantungkan hidup dari pekerjaan tampil menari di acara pemerintah dan swasta, lantaran pandemi harus gantung alat musik dan pakaian menari.

Sebelum pandemi, tampil di acara pemerintah dan swasta itu paling banyak 2-3 kali dalam seminggu.

Pergelaran untuk kekaryaan dan festival tari juga tidak berjalan.

“Kalau melalui event-event seni itu, walaupun hanya 3-4 kali setahun, untungnya lumayan,” kata Eri.

Baca juga: Mahfud MD Bertemu dengan Seniman dan Budayawan Jabar, Bahas Persoalan Bangsa

Even rutin Sekintang Dayo itu Festival Tari Lah Puah Jelupung Tumbuh, sampai sekarang sudah 10 kali dilaksanakan. Kalau tidak ada pandemi sudah 12 kali.

“Kegiatan ini kita kumpulkan masa sampai ribuan penonton. Di sini ada pergelaran, pelatihan dan kompetisi tari tingkat sekolah dasar sampai umum. Acaranya bisa sampai seminggu,” kata Eri.

Selanjutnya acara tingkat nasional, Festival Selaras Pinang Masak di Jakarta juga tidak berjalan di saat pandemi.

Tidak hanya Sekintang Dayo, kebanyakan sanggar di Jambi memang hidupnya dari kerja sama dengan pemerintah dan swasta melalui pergelaran seni.

 

Baca juga: Petani dan Seniman Ramai-ramai Ajak Ganjar Makan Bareng Jelang Lengser

Gaptek digital

Ketika pandemi lalu, karena ruang-ruang pertunjukkan tutup total, maka Sekintang Dayo merintis di ranah digital.

Pementasan dan lomba virtual coba dijajaki, tetapi penghasilannya tidak signifikan. Belum ada penonton yang bersedia membayar di ruang digital.

“Kalau pendapatan dari endorsement dan adsense YouTube itu, tidak bisa menutupi ongkos produksi. Kita ini kan kerja tim ya. Kalau penghasilannya tidak memadai sekali pergelaran, maka akan merugi,” kata Eri.

 

Selain rendahnya pemasukan dari ranah digital, sumber daya manusia untuk live streaming, misalnya belum ada di sanggar.

Apalagi untuk peralatan pengambilan gambar dan audio yang berkualitas itu, sama sekali tidak ada.

Gagasan utama dari Sanggar Sekintang Dayo adalah tradisi. Untuk menghadirkan beberapa tradisi yang bernilai sakral di atas panggung, kata Eri ada kaidah-kaidah yang harus mengikuti paten.

 

Baca juga: Seniman Asal DIY Curi Mobil Mantan Hakim karena Lukisannya Belum Dibayar, Korban: Pembuktian di Pengadilan

Apabila karya  yang dianggap sensitif hadir di ruang digital, berpotensi memicu perpecahan.

Kekayaan tradisi Indonesia begitu beragam, apabila tradisi dipamerkan di ruang digital, tanpa konteks yang tepat, justru akan menimbulkan kegaduhan.

“Jangan sampai gara-gara karya tampil di media sosial, bisa terjadi perselisihan yang berujung laporan hukum karena dinilai SARA,” kata pendiri Sanggar Sekintang Dayo ini.

Dukungan pemerintah

Harus diakui pemerintah sudah mendukung aktivitas Sanggar Sekintang Dayo.

Tidak hanya memberikan pekerjaan pada acara seremonial, tetapi diminta pemerintah untuk mewakili Provinsi Jambi, tampil ke luar daerah pada acara skala nasional.

Namun, Sanggar Sekintang Dayo yang memiliki kelas tari untuk anak-anak membutuhkan tempat yang besar dan layak.

Setelah puluhan tahun Sekintang Dayo eksis, kata Eri, belum sanggup mendirikan gedung tari sendiri.

Alhamdulillah, Taman Budaya Jambi kasih ruang. Memberi kami tempat untuk anak-anak latihan menari,” kata Eri.

Baca juga: Tahanan Titipan Jaksa Tewas, Kalapas Jambi Bakal Diperiksa

Kendati demikian, apabila pemerintah ingin memberi dukungan lagi, Eri berharap tempat latihan khusus bagi Sekitang Dayo.

Untuk saat ini masih menumpang di Taman Budaya Jambi.

Selanjutnya berharap pemerintah membantu alat musik, karena beberapa alat itu masih sewa atau pinjam ketika pergelaran.

“Stok kostum untuk penari itu ada, tapi sudah lama. Jadi kalau mau buat karya baru itu terkadang dipaksakan pakai kostum yang lama,” kata Eri.

Meskipun sudah berkiprah lebih dari 30 tahun di dunia tari dan musik, Eri Argawan belum mendapatkan pengakuan dari pemerintah dan seniman lain, sehingga untuk menerima bantuan maestro dari pemerintah, memang harus ada pengakuan.

 

Selamatkan tradisi

Satu dekade terakhir, bahan baku karya tari Sekintang Dayo berasal dari tradisi dan ritual.

Dengan demikian, banyak produk karya budaya yang telah menerima sertifikat warisan budaya tak benda (WBTB) menjadi materi pokok dalam pengolahan tari.

Ia mencontohkan karya tari yang lahir dari tradisi yang telah WBTB adalah Tari Kain Kromong dari Kabupaten Sarolangun.

Baca juga: Kabut Asap di Palembang dan Jambi, Warga: Tenggorokan Kering, Mata Pedih, Hidung Tersumbat

Bahkan Sekintang Dayo sudah menggarap tari ini, jauh sebelum dia ditetapkan WBTB.

Mengapa Tari Kain Kromong, dengan pergeseran budaya di masyarakat, Tari Kain Kromong sudah tidak dilirik generasi sekarang, sehingga tari ini sudah ratusan tahun tidak dipentaskan.

Keberuntungan Eri kala itu, memiliki kesempatan bertemu dengan pewaris terakhir Tari Kain Kromong yaitu Nenek Nuraini yang kini sudah tidak bisa menari karena sakit-sakitan.

“Karena Tari Kain Kromong ini kami angkat, sekarang banyak generasi muda yang tau. Kalau tidak tentu dia akan mati bersama maestronya yang kini sudah meninggal dunia,” kata Eri.

Selain Tari Kromong ada banyak lagi seperti Tari Piring Tujuh, Ngayun Luci, Ritual Besale, Inai, Seribu Lilin, Anggut, Tari Pisang, Besayak dan Tari Kadam.

 

Baca juga: Kronologi Mahasiswa Jambi Dikeroyok Puluhan Mahasiswa Lain

Kebanyakan tari-tari tersebut yang menguasai ilmunya, hanya satu orang, itupun usianya sudah di atas 60 tahun.

“Maka kami punya harapan, bagaimana tari-tari tradisi di masa lampau itu, bisa kembali hidup dan dapat diapresiasi oleh generasi muda,” kata Eri.

Tentunya tidak hanya tari, karya musik yang dihasilkan seniman-seniman yang bernaung di Sekintang Dayo juga berangkat dari tradisi seperti Dideng, Krinok, Kompangan dan Kelintang Perunggu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Puncak Perayaan Waisak di Borobudur, Ada Festival Lampion Ramah Lingkungan

Puncak Perayaan Waisak di Borobudur, Ada Festival Lampion Ramah Lingkungan

Regional
Prakiraan Cuaca Manado Hari Ini Kamis 23 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Manado Hari Ini Kamis 23 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Regional
Prakiraan Cuaca Morowali Hari Ini Kamis 23 Mei 2024, dan Besok : Malam ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Morowali Hari Ini Kamis 23 Mei 2024, dan Besok : Malam ini Hujan Ringan

Regional
Prakiraan Cuaca Batam Hari Ini Kamis 23 Mei 2024, dan Besok : Pagi ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Batam Hari Ini Kamis 23 Mei 2024, dan Besok : Pagi ini Hujan Ringan

Regional
Prakiraan Cuaca Balikpapan Hari Ini Kamis 23 Mei 2024, dan Besok : Pagi ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Balikpapan Hari Ini Kamis 23 Mei 2024, dan Besok : Pagi ini Hujan Ringan

Regional
[POPULER NUSANTARA] Pegi Terduga Pembunuh Vina Cirebon Ditangkap | Akhir Kasus Norma Risma

[POPULER NUSANTARA] Pegi Terduga Pembunuh Vina Cirebon Ditangkap | Akhir Kasus Norma Risma

Regional
8 Alat Musik Tradisional Sumatera Barat dan Cara Memainkannya

8 Alat Musik Tradisional Sumatera Barat dan Cara Memainkannya

Regional
Trauma, Gadis Pemohon KTP Korban Pelecehan Seksual di Nunukan Menangis Saat Diperiksa

Trauma, Gadis Pemohon KTP Korban Pelecehan Seksual di Nunukan Menangis Saat Diperiksa

Regional
PKB-Gerindra Jajaki Koalisi untuk Pilkada Jateng, Gus Yusuf: Cinta Lama Bersemi Kembali

PKB-Gerindra Jajaki Koalisi untuk Pilkada Jateng, Gus Yusuf: Cinta Lama Bersemi Kembali

Regional
Sempat Jadi Bupati Karanganyar Selama 26 Hari, Rober Christanto Maju Lagi di Pilkada

Sempat Jadi Bupati Karanganyar Selama 26 Hari, Rober Christanto Maju Lagi di Pilkada

Regional
Antisipasi Banjir, Mbak Ita Instruksikan Pembersihan dan Pembongkaran PJM Tanpa Izin di Wolter Monginsidi

Antisipasi Banjir, Mbak Ita Instruksikan Pembersihan dan Pembongkaran PJM Tanpa Izin di Wolter Monginsidi

Regional
Soal Wacana DPA Dihidupkan Kembali, Mahfud MD Sebut Berlebihan

Soal Wacana DPA Dihidupkan Kembali, Mahfud MD Sebut Berlebihan

Regional
Baliho Bakal Cawalkot Solo Mulai Bermunculan, Bawaslu: Belum Melanggar

Baliho Bakal Cawalkot Solo Mulai Bermunculan, Bawaslu: Belum Melanggar

Regional
Ayah di Mataram Lecehkan Anak Kandung 12 Tahun, Berdalih Mabuk sehingga Tak Sadar

Ayah di Mataram Lecehkan Anak Kandung 12 Tahun, Berdalih Mabuk sehingga Tak Sadar

Regional
Jembatan Penghubung Desa di Kepulauan Meranti Ambruk

Jembatan Penghubung Desa di Kepulauan Meranti Ambruk

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com