NUNUKAN, KOMPAS.com – Ratusan ribu botol bekas diperkirakan masuk Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, setiap bulannya
Kondisi ini berpotensi menjadi ancaman pencemaran lingkungan, khususnya wilayah perairan, dan dikhawatirkan menjadikan wilayah yang berbatasan langsung dengan Malaysia ini, menjadi wilayah penghasil limbah plastik.
Hal ini dikatakan Anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Kaltara Bidang Kelautan dan Perikanan, Kamaruddin.
‘’Botol bekas yang dimanfaatkan sebagai pelampung rumput laut, mungkin ada ratusan ribu botol yang masuk Nunukan dalam sebulan. Botol-botol tersebut biasanya bekas wadah air mineral, maupun minuman bersoda,’’ujar Kamaruddin, Senin (18/9/2023).
Baca juga: Budi Daya Rumput Laut di Nunukan Hasilkan Limbah Botol Plastik 25 Ton Sekali Panen
Kamaruddin menjelaskan, biasanya, botol-botol bekas dibawa oleh kapal penumpang yang melayani pelayaran Sulawesi – Nunukan.
Bahkan tidak sedikit yang diambil langsung oleh warga Nunukan dari Tawau, Malaysia.
Alasan efisiensi harga, menjadi pembenaran para pembudi daya rumput laut. Meski sebenarnya, di Nunukan ada jenis pelampung ramah lingkungan dan jauh lebih awet, ketimbang botol-botol bekas dimaksud.
Kamaruddin, menegaskan, fenomena ini, tentu harus menjadi catatan khusus oleh pemerintah, karena bagaimanapun, limbah botol plastic, bukan perkara sepele.
Botol plastik merupakan bahan sulit terurai dan akan mencemari lautan sehingga berimbas pada habitat laut.
‘’Saat ini saja, jalur perairan Nunukan sudah penuh limbah botol plastik. Kalau masuknya botol botol bekas dari luar tidak segera ada tindakan, tentu menjadi ancaman serius bagi lingkungan," jelasnya.
Baca juga: Ridwan Kamil dan Brand Lokal Bandung Rilis Celana Jeans dari Limbah Botol Plastik
Kabupaten Nunukan memiliki sejumlah Bank Sampah penghasil pelampung. Berbahan limbah plastik, pelampung tersebut memiliki daya tahan hingga dua tahun.
Jauh lebih tahan ketimbang botol bekas, yang biasanya hanya tahan sebulan.
Namun, pelampung yang dibanderol dengan harga mulai Rp 5000 hingga Rp 7000 tersebut, kurang diminati masyarakat.
Mereka lebih memilih botol-botol air mineral dan botol bekas minuman bersoda, yang bisa dibeli dengan harga Rp 1000 per botolnya.
‘’Mungkin seharusnya ini dibicarakan dalam satu meja. Nanti dibahas bagaimana menambah kuota produksi pelampung, atau mungkin pemerintah bisa memberikan subsidi pelampung kepada para pembudidaya rumput laut, demi meminimalisir penggunaan botol bekas,’’kata Kamaruddin lagi.