SEMARANG, KOMPAS.com- Pengamat pendidikan Muhdi menilai adanya sejumlah perubahan positif maupun evaluasi selama dua periode Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo memimpin Jateng.
Ketua PGRI Jateng itu menyebut sampai akhir masa jabatan, masih terdapat kebutuhan guru yang belum semua terpenuhi. Termasuk guru honorer yang belum diangkat menjadi P3K sekalipun telah melewati passing grade.
“Kalau dari sisi guru, sampai hari ini belum semua kebutuhan guru. Artinya masih ada tersisa banyak guru-guru honorer, bahkan mereka sudah passing grade ya. Belum bisa terangkat itu (guru honorer),” ucap Muhdi lewat sambungan telepon, Jumat (1/9/2023).
Baca juga: Tunjangan Non-sertifikasi Guru Rp 250.000 Per Bulan Belum Dibayar 8 Bulan
Padahal jumlah tenaga pendidik honorer di Jateng masih sangat banyak. Namun hingga kini mereka belum mendapat kepastian soal nasib mereka.
“Saya kira mereka sangat menunggu kebijakan (pengangkatan) itu. Kemarin yang ditunda saja penempatannya ada 400 lebih. Kemarin ada yang diterima, tetapi tidak dapat tempat itu di-cancel. Paling banyak Provinsi Jateng untuk se-Indonesia,” imbuhnya.
Tak hanya itu, menurutnya masih terdapat sarana prasarana di sekolah negeri yang belum memadai. Khususnya sarpras di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) yang dia nilai masih miris.
“Saya kira kita harus jujur ya. Sarana prasarana di sekolah-sekolah negeri di Jateng juga belum semua seperti yang kita harapkan. Saya kira masih banyak sekolah sekolah yang perlu mendapat fasilitas, apalagi di SMKN, agar kualitas pendidikan di Jawa Tengah semakin baik,” terangnya.
Berkaitan dengan sarpras, pihaknya menyinggung kasus viral pungli SMKN 1 Sale Rembang. Walhasil, Kepala SMKN 1 Sale, Widodo sempat dinonaktifkan selama proses penyelidikan sumbangan yang diklaim sebagai infaq.
Padahal, Muhdi menilai sekolah itu belum memenuhi standar sarpras nasional pendidikan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Mengingat Ganjar mengusung sekolah gratis, maka pihak sekolah harus mencari jalan tengah untuk membangun sekolah demi meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran di sekolah itu, salah satunya dengan infak.
Menurut Muhdi, kekurangan sarpras juga terjadi di sekolah lainnya. Terlebih, saat ini semakin banyak sekolah yang menambah rombongan belajar (rombel).
“Masalah gratis atau tidak gratis bagi kami itu bukan ukuran. Jadi sebenarnya siapa yang mau menanggung biaya sekolah itu. Kalau pemerintah menggratiskan, berarti pemerintah menanggung. Mestinya sarpras dan standar lain seperti guru dan SDM ya harus dipenuhi,” tegasnya.
Baca juga: Guru yang Membotaki 19 Siswi SMPN di Lamongan Disanksi Tak Mengajar
Pihaknya berharap penerus Ganjar, Pj gubernur maupun gubernur definitif yang akan dipilih melalui Pilgub 2024 nantinya untuk mengkaji lebih dalam aturan tersebut. Sehingga program sekolah gratis tidak mengabaikan kelayakan sarana prasarana yang menentukan kualitas pembelajaran peserta didik.
“Mari open saja, enggak ada masalah seperti dilarang meminta sumbangan yang tidak mengikat. Bagi yang sudah memenuhi, sudah cukup, dan BOP-nya sudah cukup itu enggak masalah. Tetapi bagi yang enggak cukup, kalau memang pemerintah belum mampu memenuhi hal itu, partisipasi kan dimungkinkan. Sepanjang catatannya itu tidak memaksa,” katanya.
Meski demikian, pihaknya juga mengapresiasi sejumlah kebijakan Ganjar yang menyejahterakan tenaga pendidik di Jateng. Setelah Pemprov Jateng memegang kebijakan di SMAN, SMKN, dan SLB, Ganjar mendorong penyetaraan upah guru honorer sesuai upah minimum provinsi.