KOMPAS.com - Tari Campak adalah tarian tradisional yang berasal dari Kepulauan Bangka Belitung.
Tari Campak menggambarkan keceriaan bujang dan dayang di wilayah Kapulauan Bangka Belitung.
Pertunjukan tari Campak awalnya ditampilkan usai panen padi atau sepulang dari ume (kebun).
Pada perkembangannya, tarian tersebut ditampilkan dalam penyambutan tamu atau pesta pernikahan di Bangka Belitung.
Berasarkan sumber sejarah, nama tari Campak berasal dari nama seorang nenek yang bernama Nek Campak.
Baca juga: 5 Tarian Bangka Belitung, Ada yang Terinpirasi dari Burung di Pulau Bangka
Nek Campak berasal dari Riau yang kemudian mengenalkan Tari Campak di Belitung.
Diperkirakan, Nek Campak membawa tarian tersebut melalui Pulau Seliu pada abad ke-18.
Tari Campak mengalami perubahan pada masa penjajahan Portugis, namun perubahan yang terjadi tidak mengubah semua bagian.
Perubahan tersebut menyebabkan alkuturasi atau percampuran dua budaya, antara budaya Portugis dan budaya di Tanah Air.
Dampak perubahan terlihat pada gerakan, kostum, dan musik pengiring yang terkesan bergaya Eropa.
Namun, budaya lokal masih melekat pada tarian ini yang terlihat pada kostum penari pria, alunan pantun, dan musik pengiring bergaya Melayu.
Penari perempuan tari Campak disebut Nduk Campak, sedangkan penari prianya disebut Penandak.
Gerakan Tari Campak telihat lincah menggambarkan keceriaan para remaja.
Kelincahan gerakan para penari terlihat pada saat mengibas selembar sapu tangan dengan mengiringi jari-jemari.
Para penari akan saling berbalas pantun sebagai simbol dan ciri khas budaya Melayu di tengah-tengah tarian.
Busana penari wanita sangat kental dengan pengaruh budaya Eropa, antara lain berupa gaun panjang, topi, dan sepatu hak tinggi.
Baca juga: Tari Sekapur Sirih Berasal dari Jambi: Sejarah, Makna, dan Ragam Gerakan
Kostum penari pria lekat dengan budaya Melayu, antara lain terdiri dari kemeja, celana panjang, selendang, dan peci.
Pengaruh Portugis juga terlihat pada musik pengiring tari Campak.
Alat musik pengiring tari Campak dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu musik dari alkuturasi budaya Eropa dan alat musik budaya lokal.
Alat musik sebagai alkuturasi budaya Eropa terlihat dari akordion atau keyboard dan biola atau piyul. Sedangkan, alat musik budaya lokal terdapat pada gong dan gendang.
Perpaduan dua kelompok alat musik tersebut mampu mengiringi dengan irama harmonis dan selaras dengan gerakan tarian.
Sumber:
www.tribunnewswiki.com dan warisanbudaya.kemdikbud.go.id
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.