ENTIKONG, KOMPAS.com - Panjang perbatasan darat Indonesia-Malaysia di Kalimantan Barat (Kalbar) mencapai 1.000 kilometer.
Di sisi wilayah Indonesia, terdapat banyak perkampungan masyarakat pedalaman yang kehidupan sosial-ekonominya sangat lekat dengan warga Malaysia.
Saya, jurnalis Kompas.com, Hendra Cipta, berbincang dengan salah satu dari mereka.
Salah seorang warga yang saya ajak berbincang adalah Hendra (37), warga Desa Suruh Tembawang, Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Kebetulan nama kami sama.
Baca juga: Catatan Perjalanan ke PLBN Entikong: Kesal karena Macet Terbayar Lunas Kopi Susu Bintangor
Desa tempat Hendra lahir dan tumbuh itu merupakan satu di antara banyak desa di Kabupaten Sanggau yang secara geografis berbatasan langsung dengan Malaysia.
Bahkan, di desanya itu, patok perbatasan negara berada tepat di pinggir lapangan sepakbola.
"Secara otomatis, untuk aktivitas sebagian masyarakat lebih banyak ke Malaysa," kata Hendra saat ditemui di Pasar Entikong, Rabu (16/8/2023) pagi.
Sejumlah dusun di Desa Suruh Tembawang itu juga berbatasan langsung dengan pemukiman penduduk Malaysia.
Situasi itu, Hendra meluruskan, tak ada kaitannya dengan rasa nasionalisme. Warga kampungnya tetap tegak lurus kepada NKRI dan memiliki kebanggaan tersendiri sebagai warga Indonesia.
Hanya saja, dari sisi jarak tempuh, kampungnya memang jauh lebih dekat ke Kota Kuching, Malaysia dibandingkan ke Kota Entikong, Kalimantan Barat.
Baca juga: Saat Menteri Nadiem Menginap di SMKN 1 Entikong, Tak Ada Pejabat Daerah yang Menyambut
Perbandingannya pun cukup jauh. Bila hendak menuju ke Kota Kuching, waktu tempuhnya tidak sampai 60 menit. Sementara itu, apabila hendak menuju ke Entikong, waktu tempuhnya bisa seharian.
"Itu pun harus melewati jalan terjal, harus menggunakan sepeda motor yang sudah dimodifikasi khusus, serta menyeberangi dua sungai," jelas Hendra.
Situasi ini berdampak salah satunya pada aktivitas ekonomi warga.
Melihat letak permukiman kedua negara yang sangat berdekatan, lanjut Hendra, interaksi di antara mereka pun sama seperti yang terjadi di perkampungan lainnya. Saling bersosialisasi, saling berkomunikasi.
Hendra menuturkan, pada dasarnya nenek moyang mereka pun sama, berasal dari Dayak Bidayuh. Namun karena ada perbatasan dua negara, mereka akhirnya terpisahkan.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.