NUNUKAN, KOMPAS.com – Warga di perbatasan Republik – Malaysia, di Nunukan, Kalimantan Utara, masih belum terlalu familier dengan kepengurusan administrasi kependudukan digital.
Masih banyaknya lokasi blank spot yang menjadi kendala dalam proses registrasi pembuatan adminduk digital, menjadikan warga di pelosok negeri harus rela datang ke pusat pemerintahan Kabupaten Kota Nunukan, untuk membuat adminduk secara manual.
Namun, upaya mereka tidak berjalan lancar. Perangkat komputer di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Nunukan sudah tidak layak pakai.
Baca juga: Beli Elpiji 3 Kg di Tegal Wajib Bawa KTP dan KK
Mesin CPU computer yang menyimpan basis data e-KTP penduduk Nunukan, harus dimiringkan, terkadang dibuka untuk didinginkan, bahkan jaringan akan tiba tiba hilang saat tersenggol.
‘’Kami sudah sering bahas dalam setiap kali rapat pembahasan anggaran. Disdukcapil ini kantor pelayanan yang setiap hari penuh masyarakat mengurus berkas kependudukan. Kok komputernya sudah tua belum pernah diganti,’’ujar salah satu tokoh masyarakat dan anggota DPRD Nunukan, Gat Khaleb, Selasa (8/8/2023).
Gat mengaku sangat miris dengan pelayanan Disdukcapil yang terkesan tidak mempertimbangkan masyarakat Nunukan.
Padahal, tak sedikit warga pedalaman menghabiskan waktu, tenaga, serta biaya tidak murah ketika terpaksa datang ke Disdukcapil mengurus berkas kependudukan.
‘’Saya selalu dititipi masyarakat Krayan untuk membantu membuatkan mereka KTP, KK, Akte, dan sebagainya. Itu salah satu cara membantu meringankan biaya yang harus mereka keluarkan kalau harus naik pesawat dari Krayan menuju Nunukan,’’kata Gat.
Jika berbicara ongkos, tiket pesawat Nunukan–Krayan Rp 459.000 per flight, sehingga butuh sekitar Rp 1 juta untuk pulang pergi.
Kondisi tersebut diperparah dengan warga yang harus antre di ruang pelayanan Disdukcapil yang terkesan lambat dengan kondisi komputer tua dan tidak layak pakai.
‘’Itu kan pengadaan sejak 2017-an ya. Masa iya bagian anggaran tidak bisa membeli Komputer. Saya yakin ini bukan tidak mampu, masalah mau apa tidaknya saja,’’lanjutnya.
Gat juga mengatakan, warga Krayan sering menunggu berhari hari menyelesaikan urusan mereka di Disdukcapil.
Selain itu, untuk kembali ke Krayan, mereka harus menunggu giliran karena pesawat perintis hanya memiliki shift terbatas dan tentu harus juga memikirkan warga lain yang sudah lebih dulu datang ke Nunukan.
‘’Biasanya, masyarakat Krayan ke Nunukan tidak ada sehari dua hari. Minimal lima hari. Katakan dua hari mengurus KTP, kan butuh biaya makan, naik angkut, bayar penginapan, kan butuh uang. Minimal sekali ke Nunukan itu habis Rp 5 juta,’’tuturnya.
Dengan gambaran sedemikian rupa, kata Gat Khaleb, sangat wajar jika masalah tersebut menjadi perhatian bersama.