Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyoal Kelaparan Berulang di Papua Tengah, Pengamat: Seharusnya Bisa Diantisipasi sejak Awal

Kompas.com - 02/08/2023, 11:51 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Krisis kelaparan di Papua Tengah yang dipicu bencana kekeringan telah membuat enam orang meninggal. Pegiat lingkungan menilai bencana tersebut seharusnya bisa diantisipasi lebih awal karena kejadian serupa terus berulang.

Pengamat pertanian dari Universitas Papua, Dr Mulyadi, mengatakan bahwa pemerintah perlu mengantisipasi lebih dini permasalahan kelaparan yang berulang, khususnya di daerah-daerah rawan kekeringan seperti di pegunungan Papua Tengah.

Dia menegaskan, pengiriman bantuan pangan oleh pemerintah tidak cukup menyelesaikan masalah tersebut.

“Pemerintah itu selalu ujungnya yang diatasi. Artinya kelaparannya, peristiwanya. Kalau terjadi misalnya ada kematian, baru kita melakukan usaha mengatasi kematian itu, atau musibah itu,” ujar Mulyadi kepada BBC News Indonesia pada Selasa (1/8/2023).

Baca juga: Wapres Akan Kumpulkan Menko Polhukam dan Panglima TNI, Bahas soal Kelaparan di Papua

Menurut dia, pemerintah perlu memikirkan solusi yang sifatnya jangka panjang, seperti melakukan riset dan perkembangan inovasi di bidang pertanian agar petani di daerah Papua lebih diberdayakan.

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Theofransus Litaay, menyatakan, pemerintah sudah mengirimkan bantuan sebanyak 2,3 ton makanan dan pada 21 Juli sebanyak 6,2 ton.

Kemudian, pada Minggu tanggal 23 Juli 2023, dikirimkan Bansos Panglima TNI, bantuan kemanusiaan bagi masyarakat di Kabupaten Puncak Papua sebanyak 2,92 ton.

Ia mengatakan bahwa pemerintah sudah melakukan riset dan kajian di bidang pertanian dengan sejumlah universitas di Papua, seperti Universitas Cendrawasih dan Universitas Negeri Papua.

“Sudah dikirimkan sejak awal terjadinya masalah di sana, karena katanya cuaca ekstrem. Cuaca beku itu menyebabkan tanaman pangan menjadi rusak sehingga kemudian mereka tidak bisa [panen],” katanya.

Baca juga: Kelaparan di Papua Tengah, 6.000 Orang Mengungsi, BNPB Kirim 50 Ton Beras

Plt. Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, mengatakan bahwa cuaca ekstrem tidak bisa diantisipasi dalam jangka panjang. Sehingga, perlu dipikirkan ketersediaan pangan untuk menangani masalah kelaparan di Papua.

“Masalah itu bukan hanya sekadar iklim, ada isu yang lain juga. Dari segi supply chain, dari akses. Karena lokasinya juga terpencil,” ungkap Ardhasena.

Menurut catatan BMKG, musim kekeringan diperkirakan akan berlangsung hingga akhir September atau awal Oktober.

Saat upacara peresmian Sodetan Ciliwung, Presiden Jokowi menyebut cuaca ekstrem berdampak pada terhambatnya pertumbuhan tanaman pangan di Papua Tengah.

“Saya sudah perintahkan kepada Menko PMK (Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan), Menteri Sosial, BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), dan juga di daerah, di Papua untuk segera menangani secepat-cepatnya,” kata Jokowi pada Senin (31/7/2023).

Sejumlah media melaporkan bantuan sudah dikirim ke dua distrik di kawasan Papua Barat, yakni Distrik Agandugume dan Distrik Lambewi.

Baca juga: Bencana Kekeringan yang Berakibat 6 Warga Meninggal di Papua Tengah Butuh Penanganan Segera

Sebanyak 7.500 warga dari kedua distrik terdampak kelaparan, dan enam orang telah meninggal dunia akibat bencana tersebut.

Ini bukan yang pertama kali Papua dilanda kelaparan saat musim kemarau.

Pada Agustus tahun lalu, ratusan warga di pegunungan Kabupaten Lanny Jaya menderita kelaparan sehingga setidaknya tiga orang tewas.

Penyebabnya pun sama, gagal panen yang terjadi akibat cuaca dingin saat musim kekeringan.

"Ini kasus parah sekali"

Penyaluran bantuan seberat 17,1 ton secara bertahap oleh Kementerian Sosial (Kemensos) untuk masyarakat terdampak kekeringan di Distrik Agandugume dan Lambewi Kabupaten Puncak Jaya, Papua Tengah. Dok. kementerian Sosial Penyaluran bantuan seberat 17,1 ton secara bertahap oleh Kementerian Sosial (Kemensos) untuk masyarakat terdampak kekeringan di Distrik Agandugume dan Lambewi Kabupaten Puncak Jaya, Papua Tengah.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Papua, Maikel Primus Peuki, menilai kelaparan yang terjadi di Papua Tengah merupakan “kasus luar biasa” karena sudah terjadi berulang kali.

“Kasus kelaparan yang mengakibatkan kematian akibat kekeringan dan pangan lokal gagal panen. Ini sudah terjadi berulang, dan ini kasus parah sekali,” kata Maikel.

Menurut catatan Walhi Papua, kejadian bencana kelaparan pertama terjadi pada 2020, kemudian di 2022 dan terjadi lagi tahun ini.

“Mestinya presiden sudah mengantisipasi soal dampak yang terjadi pada masyarakat adat papua yang berada di lokasi rawan kekeringan ini,” ujarnya.

Ia menjelaskan masyarakat adat Papua yang tinggal di wilayah rawan kekeringan memiliki kebiasaan berkebun, menanam, dan panen untuk menghasilkan makanan yang mereka konsumsi sendiri.

“Artinya hidup masyarakat adat Papua ini masih tergantung pada ketersediaan pangan lokal dari hasil kerja mereka sendiri,” ujarnya.

Baca juga: KKB Tembaki Pos Brimob Polda Papua di Yahukimo, Papua Pegunungan

Pengamat pertanian dari Universitas Papua, Dr Mulyadi, membenarkan hal tersebut. Ia mengatakan masyarakat Papua memiliki pola pertanian yang sudah turun-temurun.

Maka, seharusnya mereka sudah adaptif dengan keadaan cuaca di daerah pegunungan tersebut.

“Masa kita nggak paham tentang bagaimana pola pertanian di Papua, terutama di pegunungan tinggi itu. Karena makanan pokok mereka ubi-ubian. Kalau di Lembah Baliem itu hiperi atau ubi jalar itu adalah makanan pokok. Kegiatan yang sehari-hari dia lakukan,” kata Mulyadi.

Namun saja, ia mengatakan pemerintah terlalu berfokus pada menyelesaikan masalah dengan solusi sementara, yakni pengiriman bantuan untuk mengatasi kelaparan. Padahal, menurut Mulyadi, yang harus ditangani adalah akar masalah kelaparan tersebut.

“Pemerintah itu selalu ujungnya yang diatasi. Artinya kelaparannya, peristiwanya. Kalau terjadi misalnya ada kematian, baru kita melakukan usaha mengatasi kematian itu, atau musibah itu.

“Seharusnya pemerintah mendukung dari segi bagaimana [mengembangkan] pola pertanian warga sekitar dalam menghadapi cuaca ekstrem seperti ini. Itu yang perlu diperkuat,” kata Mulyadi.

Baca juga: Bencana Kekeringan yang Berakibat 6 Warga Meninggal di Papua Tengah Butuh Penanganan Segera

 

Bantuan dari pemerintah dikirim sejak awal

Masyarakat terdampak kekeringan di Distrik Agandugume dan Lambewi Kabupaten Puncak Jaya Papua Tengah. Dok. kementerian Sosial Masyarakat terdampak kekeringan di Distrik Agandugume dan Lambewi Kabupaten Puncak Jaya Papua Tengah.
Tenaga Ahli Utama KSP, Theofransus Litaay, mengatakan bahwa bantuan dari pemerintah sudah disalurkan oleh Kementerian Sosial sejak muncul masalah di sana akibat cuaca ekstrem.

Ia menyebut cuaca beku yang membuat tanaman pangan menjadi rusak. Sehingga kemudian kecukupan pangan di daerah tersebut terganggu. Sehingga, pemerintah perlu mengirim bantuan berupa pangan agar dapat mencukupi kebutuhan warga yang terdampak.

“Karena memang tanamannya tidak bisa dipanen. Karena cuaca kering itu, jadi tanaman yang seharusnya bisa dipanen itu menjadi beku, layu dan nggak akan mungkin memproduksi,” ujarnya.

Theofransus mengatakan dengan situasi cuaca saat ini, tidak mungkin warga mendapatkan bahan makanan selain dari bantuan pemerintah.

“Juga ada dampak dari wilayah yang terisolasi, yang terpencil, ini kan banyak daerah-daerah yang terpencil di puncak gunung yang tinggi. Sehingga mereka memang butuh memperoleh bantuan dari pemerintah. Karena kalau tanaman rusak, dia nggak punya opsi lain.

Baca juga: BNPB: Kekeringan di Papua Tengah Sebabkan Krisis Pangan dan Air, Berakibat 6 Warga Meninggal

“Saya kira pemerintah harus memberikan bantuan karena kondisi riilnya ada kebutuhan untuk itu. Kalau pemerintah melihat ada masalah apa dan mencoba membantu,” ujarnya.

Ia menambahkan jenis bantuan dari Kemensos mencakup antara lain makanan dewasa, makanan anak, lauk pauk, tenda gulung, pakaian anak, pakaian dewasa, celana dewasa, dan selimut.

Apakah semata masalah cuaca ekstrem?

Plt. Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, mengatakan gagal panen yang menimbulkan kelaparan di daerah Papua Tengah disebabkan oleh musim kemarau yang membawa angin kering.

“Ketika angin kering, maka uap airnya lebih sedikit. Maka kapasitas untuk menyimpan panas lebih sedikit. Itu makanya terasa lebih dingin pagi, di Jakarta, dan mayoritas lokasi di Jawa dan sebagian wilayah Selatan khatulistiwa,” kata Ardhasena kepada BBC News Indonesia.

Hal tersebut kemudian membuat panen beku saat temperatur turun di malam hari.

“Kalau malam dingin banget, siang kembali panas. Jadi bukan panas lembab seperti beberapa tahun yang lalu. Jadi panasnya cenderung lebih kering. Suhunya sedikit lebih rendah, jelasnya.

Ardhasena mengaku BMKG sudah lama memberikan peringatan tentang kekeringan itu bagi para pemangku kepentingan. Hanya saja, bagi daerah Papua ada risiko tersendiri karena daerah pegunungan terjadi pembekuan.

Baca juga: Menko PMK dan Kepala BNPB Akan Antarkan Bantuan untuk Korban Kekeringan di Papua Tengah pada Rabu 2 Agustus

“Ini pernah terjadi sebelumnya. Tahun 2015 dan juga 2019. Dan kedua tahun itu kan El Nino juga.

“Jadi di Papua lebih sering jadinya, karena bertemu dengan kemarau. Pada 2019 kita nggak begitu dengar karena di sana relatif basah dan juga itu tahun 2020, 2021, dan 2022,” katanya.

Meski begitu, Ardhasena mengatakan masalah kelaparan yang terjadi di Papua Tengah akibat gagal panen “bukan hanya sekadar iklim”. Tetapi juga dari segi ketersediaan pangan, warga Papua belum siap untuk menghadapi cuaca ekstrem tersebut.

“Ada isu yang lain juga. Dari segi supply chain, dari akses. Itu mungkin bukan ranah kami. Karena lokasinya juga terpencil. Jadi itu memperparah kondisi di sana,” katanya.

Dr Mulyadi mengatakan masyarakat Papua sudah sangat paham dengan kondisi cuaca di pegunungan, khususnya pada musim kemarau.

Namun, kini kegiatan bercocok tanam menjadi semakin jarang dilakukan karena faktor-faktor eksternal seperti perubahan pola hidup dan masalah keamanan. Bahkan, lubung atau cadangan makanan sudah tidak dipersiapkan secara maksimal lagi.

Baca juga: Atasi Kelaparan di Papua Tengah, Mendagri Pastikan Bantuan Mulai Didapat Warga

“Mereka sedikit demi sedikit meninggalkan pola bertani mereka yang diturunkan oleh orang tua mereka, nenek moyang mereka dengan kesibukan era-era sekarang, era modern.

“Di mana di Papua, kondisi Papua yang misalnya kondisi keamanan, mereka takut untuk pergi ke ladang. Kemudian kondisi politik, kan itu di PegununganTengah itu kan baru.” kata Mulyadi.

Ia mengatakan jika masyarakat setempat dipersiapkan dengan lebih matang untuk menghadapi cuaca seperti itu, mungkin tidak akan terjadi semacam kekurangan pangan, kelaparan.

Apa solusi jangka panjang?

Penyaluran bantuan logistik seberat 17,1 ton secara bertahap oleh Kementerian Sosial (Kemensos) untuk masyarakat terdampak kekeringan di Distrik Agandugume dan Lambewi Kabupaten Puncak Jaya Papua Tengah. Dok. kementerian Sosial Penyaluran bantuan logistik seberat 17,1 ton secara bertahap oleh Kementerian Sosial (Kemensos) untuk masyarakat terdampak kekeringan di Distrik Agandugume dan Lambewi Kabupaten Puncak Jaya Papua Tengah.
Dr Mulyadi mengatakan seharusnya pemerintah mulai melakukan riset dengan melibatkan para pakar-pakar pertanian serta lembaga riset seperti Bappenas, LIPI, BRIN dan PPTP dalam mengembangkan pertanian di Papua.,

“Pola-pola yang mereka lakukan, tentu dengan teknologi hasil penelitian bagaimana ketika berhadapan dengan kondisi yang ekstrem. Misalnya tentang cuaca yang dingin atau cuaca yang panas, sehingga bahan makanan mereka itu tetap bertahan,” ungkap Mulyadi.

Sebab, sambungnya, selama ini warga Papua terlalu bergantung dengan makanan yang dikirim dari luar Papua. Sehingga, cadangan makanan menjelang musim kering tidak mencukupi.

“Ketika terjadi begini kan, apalagi kalau misalnya seperti Pak Jokowi bilang kan kondisi keamanan yang tidak menentu, sehingga dropping makanan tidak bisa dan kelaparan itu terjadi,” katanya.

Baca juga: Jokowi Akui Isu Keamanan Jadi Hambatan Atasi Bencana Kekeringan dan Kelaparan di Papua

Menanggapi saran tersebut, Tenaga Ahli KSP Theofransus Litaay setuju perkembangan seperti itu perlu dilakukan. Ia mengeklaim pemerintah sudah mulai melakukan riset dengan melibatkan beberapa instansi, terutama perguruan tinggi yang dada di Papua.

“Sebenarnya riset-riset itu sudah dilakukan oleh para peneliti di Universitas Cendrawasih maupun Universitas Negeri Papua. Itu yang menjadi input bagi pemerintah sehingga mereka bisa merespons secara lebih cepat.

“Tentunya apa yang sedang berlangsung itu memberikan suatu- menjadi data bagi kita untuk merumuskan bagaimana merumuskan keputusan kebijakan semacam apa yang dibutuhkan oleh para petani,” ungkapnya.

Plt. Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, mengatakan bahwa terkait cuaca ekstrem, memang sangat sulit untuk memprediksi kapan akan terjadi dalam rentang waktu panjang.

Terutama dengan perubahan iklim yang membuat keadaan cuaca semakin volatil.

Baca juga: Duka di Papua Tengah, 6 Warga Meninggal akibat Kekeringan dan Kelaparan

“Kalau diprediksi mungkin dari beberapa bulan yang lalu, misal tanggal sekian akan terjadi itu barangkali sulit. Kalau dalam hitungan hari itu bisa, tapi artinya kan dalam praktik, seharusnya ada adaptasi jangka panjang,” kata Ardhasena.

Oleh karena itu, untuk mencegah terulangnya bencana kelaparan seperti di Papua Tengah, ia merasa perlu ada upaya penguatan yang dilakukan pada sektor-sektor selain iklim.

“Jadi langkah adaptasi paling baiknya memperbaiki atau meningkatkan dukungan dari aspek-aspek yang non-iklim. Aspek akses, aspek dukungan rantai suplai, itu yang bisa dilakukan menurut saya. Karena kalau iklimnya enggak bisa diapa-apain,” ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pasangan Sesama Jenis Menikah di Halmahera Selatan Ditangkap, Polisi: Antisipasi Amukan Warga

Pasangan Sesama Jenis Menikah di Halmahera Selatan Ditangkap, Polisi: Antisipasi Amukan Warga

Regional
Bentrokan Warga di Kupang, 3 Rumah Rusak, 2 Sepeda Motor Rusak dan Sejumlah Orang Luka

Bentrokan Warga di Kupang, 3 Rumah Rusak, 2 Sepeda Motor Rusak dan Sejumlah Orang Luka

Regional
Deklarasi Maju Pilkada Lombok Barat, Farin-Khairatun Naik Jeep Era Perang Dunia II

Deklarasi Maju Pilkada Lombok Barat, Farin-Khairatun Naik Jeep Era Perang Dunia II

Regional
Begal Meresahkan di Semarang Dibekuk, Uangnya untuk Persiapan Pernikahan

Begal Meresahkan di Semarang Dibekuk, Uangnya untuk Persiapan Pernikahan

Regional
Resmikan Co-working Space BRIN Semarang, Mbak Ita Sebut Fasilitas Ini Akan Bantu Pemda

Resmikan Co-working Space BRIN Semarang, Mbak Ita Sebut Fasilitas Ini Akan Bantu Pemda

Kilas Daerah
Penertiban PKL di Jambi Ricuh, Kedua Pihak Saling Lapor Polisi

Penertiban PKL di Jambi Ricuh, Kedua Pihak Saling Lapor Polisi

Regional
Pria di Kudus Aniaya Istri dan Anak, Diduga Depresi Tak Punya Pekerjaan

Pria di Kudus Aniaya Istri dan Anak, Diduga Depresi Tak Punya Pekerjaan

Regional
Setelah PDI-P, Ade Bhakti Ambil Formulir Pendaftaran Pilkada di PSI

Setelah PDI-P, Ade Bhakti Ambil Formulir Pendaftaran Pilkada di PSI

Regional
Soal 'Study Tour', Bupati Kebumen: Tetap Dibolehkan, tapi...

Soal "Study Tour", Bupati Kebumen: Tetap Dibolehkan, tapi...

Regional
Ingin Bantuan Alat Bantu Disabilitas Merata, Mas Dhito Ajak Warga Usulkan Penerima Bantuan

Ingin Bantuan Alat Bantu Disabilitas Merata, Mas Dhito Ajak Warga Usulkan Penerima Bantuan

Regional
Anak Wapres Ma'ruf Amin Maju Pilkada Banten 2024

Anak Wapres Ma'ruf Amin Maju Pilkada Banten 2024

Regional
Gagal Jadi Calon Perseorangan di Pangkalpinang, Subari Lapor Bawaslu

Gagal Jadi Calon Perseorangan di Pangkalpinang, Subari Lapor Bawaslu

Regional
Kain Gebeng, Kain Khas Ogan Ilir yang Nyaris Punah

Kain Gebeng, Kain Khas Ogan Ilir yang Nyaris Punah

Regional
Bocah SD di Baubau Terekam CCTV Mencuri Kotak Amal, Uangnya untuk Beli Makan

Bocah SD di Baubau Terekam CCTV Mencuri Kotak Amal, Uangnya untuk Beli Makan

Regional
Pemprov Babel Luncurkan Gerakan Eliminasi Kemiskinan dan 'Stunting'

Pemprov Babel Luncurkan Gerakan Eliminasi Kemiskinan dan "Stunting"

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com