KOMPAS.com - “Terlalu sadis, sampai parahnya begini langit Jakarta literally bener2 ketutup asap polusi.. dann ini udah 2 minggu lebih separah ini…”
Kolom komentar pada unggahan video di Instagram @pandemictalks dengan deskripsi singkat seperti di atas diserbu warganet pada Senin (12/6/2023) pagi.
Unggahan ini hanya salah satu dari lebih dari sepuluh unggahan dengan isu serupa tentang kondisi udara di Jakarta dan sekitarnya yang sedang tidak baik-baik saja.
Di tengah ramainya kabar polusi udara Jakarta yang meresahkan dan meningkatnya suhu daratan di berbagai wilayah, Indonesia disebutkan keluar dari daftar 10 besar negara penyumbang emisi gas rumah kaca.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebutkan, hal ini terungkap dari hasil pemantauan dengan menggunakan alat global greenhouse gas watch.
“Ternyata emisi kita di bawah rata-rata global. Sebelumnya, kita (Indonesia) masuk sepuluh besar penghasil rumah kaca di dunia dan ini tidak bagus. Dengan adanya global ini ternyata rata-rata emisi gas rumah kaca di bawah global sehingga keluar dari sepuluh besar penghasil gas rumah kaca,” ujar Dwikorita, dalam diskusi temu bisnis dan forum investigasi dengan tajuk "Mitigasi Bencana dan Adaptasi Perubahan Iklim" di University Club UGM, Jumat (9/6/2023).
Baca juga: Kepala BMKG: Indonesia Keluar dari 10 Besar Negara Penyumbang Emisi Gas Rumah Kaca
Hingga tahun lalu, Indonesia berada di peringkat ketujuh sebagai negara penyumbang gas emisi rumah kaca di bawah China, Amerika Serikat, India, Rusia, Jepang, dan Brasil.
Setelah Indonesia, ada Iran, Jerman dan Kanada. Saat itu, jumlah emisi gas rumah kaca Indonesia mencapai 1.002 kilo ton.
Namun demikian, Dwikorita mengatakan, konsentrasi gas rumah kaca di Indonesia sebenarnya cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun sejak 2004.
Hanya saja, pada tahun ini, rata-rata peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di Indonesia lebih rendah daripada rata-rata dunia.
Hal ini disampaikannya menjawab pertanyaan mengapa Indonesia keluar dari daftar itu, tetapi realita belakangan ini menunjukkan kenaikan suhu di berbagai wilayah di Indonesia dan keluhan warga terhadap polusi di Jakarta dan sekitarnya.
“Kecenderungannya makin meningkat terus konsentrasinya, tetapi lebih rendah dari konsentrasi rata-rata global. Faktanya jadi terlihat, tren gas rumah kaca meningkat (tahun demi tahun) dari 2004 sampai tahun lalu, tetapi konsentrasi masih sedikit di bawah rata-rata global,” kata Dwikorita, saat dihubungi Kompas.com, Senin (12/6/2023).
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.