Sementara itu, Direktur Eksekutif, Perkumpulan Hijau, Feri Irawan menuturkan pemerintah harus melakukan pemeriksaan dokumen PT RPSL secara komprehensif.
Feri menduga PT RPSL tidak memiliki izin IUPHHK-HA atau izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dalam hutan alam pada hutan produksi melalui kegiatan pemanenan atau penebangan, pengayaan, pemeliharaan, dan pemasaran.
"Mereka harus punya izin untuk memanfaatkan hasil hutan. Kalau tidak punya, maka mereka berkontribusi terhadap aktivitas deforestasi, penggundulan hutan di Jambi," kata Feri.
Perkumpulan Hijau, lembaga yang peduli dengan perubahan iklim dan deforestasi ini, juga telah melakukan kajian terhadap PT RPSL. Hasilnya ada kejanggalan saat penerbitan izin.
Feri mengatakan, Surat Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Republik Indonesai Nomor SK.60 /1/KLHK/2020 tentang Jenis Industri, Ragam Produk dan Kapasitas Izin Produksi Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu Atas Nama PT RPSL di Kota Jambi, nomornya menggunakan tulisan tangan dengan tinta biru. Hal itu, kata Feri, sangat tidak lazim.
"Apa lagi kini perizinan kan sudah berbasis Online Single Submission (OSS). Dan, secara substansi juga cacat administrasi," kata dia.