"Setelah dicetak, dikojori atau dikeringkan, prosesnya sekitar tiga mingguan. Kemudian ditata dan dua bulan kemudian baru dibakar," kata dia.
Makanya, pada saat pembuatan batu bata, juga terdapat sekam padi yang digunakan sebagai bahan bakar untuk membakar batu bata.
Dalam sehari, pasutri tersebut mampu mencetak sekitar 350 batu bata.
Pencetakan tersebut belum termasuk pembakaran sampai batu bata tersebut siap untuk dijual.
"Kalau saya dua bulan prosesnya (membuat batu bata), karena tenaga sudah tua," terang dia.
Dengan berprofesi sebagai perajin batu bata, pasutri tersebut mampu menyekolahkan anak-anaknya hingga jenjang pendidikan menengah atas.
"Dengan menjadi perajin batu bata bisa menyekolahkan anak, minimal SLTA, ada tiga anak perempuan, yang terakhir masih duduk di bangku SMP," ujar dia.
Sementara untuk harga batu bata yang dijual, Sukiban mematok harga Rp 400.000 untuk penjualan 1.000 batu bata.
Sedangkan untuk penghasilan yang didapatkannya, Sukiban mengaku pendapatannya tidak menentu.
"Lakunya enggak tentu, kadang-kadang kalau lagi rame 3 sampai 4 hari bisa langsung habis, sebelum ada herbel. Setelah ada herbel ya bulanan baru bisa habis," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.