KOMPAS.com - Sebanyak 11 nelayan Indonesia yang berasal dari Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur (NTT), terdampar selama enam hari di sebuah pulau kecil di perairan Australia— tanpa makanan dan minuman— setelah dihantam Siklon Tropis Ilsa, sampai akhirnya diselamatkan oleh pihak berwenang Australia pada Senin (17/4/2023) malam.
Perahu Motor (PM) Dioskuri 01 berhasil selamat dari badai dan terdampar di pulau pasir kecil bernama Bedwell, di Rowley Shoals, Australia. Kapal itu ditumpangi 10 orang.
Sementara itu, perahu lainnya yang belum diketahui namanya, yang juga ditumpangi 10 nelayan, dilaporkan tenggelam dalam kondisi cuaca ekstrem.
Konsulat RI (KJRI) di Darwin menyatakan sembilan nelayan masih belum ditemukan.
Baca juga: Kemenlu Pastikan 11 Nelayan WNI yang Terdampar di Australia Bakal Dipulangkan ke RI
Namun, satu nelayan berhasil menyelamatkan diri dengan menggunakan jeriken, kata Otoritas Keamanan Maritim Australia (AMSA).
Dia bertahan selama 30 jam di laut sampai akhirnya terdampar di pulau yang sama dengan para nelayan yang selamat.
ABC melaporkan para nelayan itu berasal dari Desa Papela dan Desa Daiama di Pulau Rote, Kabupaten Rote Ndao, NTT.
Kepala Desa Daiama, Heber Laores Ferroh, mengatakan kepada ABC, nelayan yang hilang termasuk keponakan dan pamannya, yang menjadi kapten kapalnya.
Heber mengaku terkejut mendengar kemungkinan bahwa ada warganya yang hilang.
Baca juga: Polisi Sita 600 Kilogram Teripang dan Sirip Hiu di Rumah Warga Rote Ndao NTT
Dua kapal penangkap ikan itu berangkat dari Papela, Rote Ndao, NTT, pada 6 April 2023, pukul 11.00 WITA.
Setelah berlayar hampir dua minggu, kedua kapal tersebut terjebak dalam kondisi cuaca ekstrem akibat Siklon Tropis Ilsa.
Nama 10 nelayan yang selamat, antara lain: Welhelmus Bura'a (juragan), Yanwance Bella, Im Daan, Iban Pau, Bai Rano, Thomson Risi, Sepri Rote, Sahbudin Mala, Gat Doma, dan Rahman Iwan Ndun.
Satu nelayan lagi tidak disebutkan namanya. Dia dikategorikan sebagai anak karena umurnya di bawah 18 tahun.
Baca juga: Aiptu AA Dipecat dari Polri Usai Jadi Calo Penerimaan Casis di Rote Ndao
Mereka pertama kali terdeteksi oleh pesawat patroli Pasukan Perbatasan Australia (ABF), pada Senin (17/04), dalam operasi pengawasan yang dilakukan beberapa hari setelah Siklon Tropis Ilsa menghantam barat laut Australia pada pekan lalu.
Kemudian, ABF memberi tahu Otoritas Keamanan Maritim Australia (AMSA) untuk menyelidikinya.
AMSA menemukan kamp darurat dan memanggil tim darurat dari PHI Aviation.
Pada Senin sore, PHI Aviation mengirim helikopter dari Broome, Autralia Barat, untuk mengevakuasi para nelayan.
Pakar SAR PHI Aviation, Gordon Watt, mengatakan fakta bahwa para nelayan itu bisa bertahan begitu lama adalah hal yang “luar biasa”.
Baca juga: 2 Kepala Desa di Rote Ndao Tewas Tenggelam Usai Perahu Terbalik Diterjang Gelombang
Siklon Tropis Ilsa memiliki kekuatan kategori 5, dengan kecepatan angin yang mencetak rekor baru. Siklon itu disebut-sebut sebagai yang terkuat dalam 12 tahun terakhir.
Mereka dinyatakan sehat, meski baru saja mengalami kondisi yang berat.
Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Judha Nugraha, mengatakan para nelayan itu akan dibawa ke Darwin dan dijadwalkan tiba pada Rabu (19/04).
“Konsulat RI di Darwin telah meminta akses untuk menemui para nelayan dan memberikan bantuan yang diperlukan. Konsulat RI juga akan memfasilitasi proses repatriasi para nelayan ke Indonesia,” kata Judha dalam pesan singkat.
Kepala Bidang Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan NTT, Mery Foenay, mengatakan saat ini para nelayan itu "sudah berada di Darwin". Itu disampaikan Mery kepada wartawan Eliazar Robert yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Rabu (19/4/2023) sore.
Baca juga: Cerita Rio, Siswa SMA di Rote Ndao yang Naik Kuda ke Sekolah agar Tak Terlambat
Mery mengatakan pihaknya terus melakukan koordinasi dengan KJRI Darwin terkait kondisi dan kepulangan 11 nelayan.
Dalam berita resmi yang disampaikan Konsulat RI di Darwin kepada Pemerintah Provinsi NTT, 11 nelayan itu ditetapkan sebagai Non-warga negara Australia yang Melanggar Hukum (Unlawful Non Citizens/UNCs) dan ditahan berdasarkan Migration Act 1958 karena telah memasuki zona penangkapan ikan Australia.
Namun, setelah mempertimbangkan beberapa hal, termasuk trauma yang dialami para nelayan, pihak berwenang Australia memutuskan untuk melakukan repatriasi "tanpa melalui suatu proses pengadilan".
Selama menunggu penjadwalan repatriasi dengan pesawat komersial dalam waktu satu minggu ini, para nelayan ditempatkan di detensi imigrasi Northern Alternative Place of Detention (NAPOD) di Hotel Frontier Darwin.
Baca juga: Pemkab Rote Ndao Sepakati Kerja Sama dengan Surga Marina Indonesia Kembangkan Kawasan Marina Terpadu
Artikel ini telah diperbarui dengan menambah informasi mengenai data para nelayan dan mengubah nama perahu berdasarkan data dari KJRI Darwin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.