AMSA menemukan kamp darurat dan memanggil tim darurat dari PHI Aviation.
Pada Senin sore, PHI Aviation mengirim helikopter dari Broome, Autralia Barat, untuk mengevakuasi para nelayan.
Pakar SAR PHI Aviation, Gordon Watt, mengatakan fakta bahwa para nelayan itu bisa bertahan begitu lama adalah hal yang “luar biasa”.
Baca juga: 2 Kepala Desa di Rote Ndao Tewas Tenggelam Usai Perahu Terbalik Diterjang Gelombang
Siklon Tropis Ilsa memiliki kekuatan kategori 5, dengan kecepatan angin yang mencetak rekor baru. Siklon itu disebut-sebut sebagai yang terkuat dalam 12 tahun terakhir.
Sebanyak 11 nelayan yang berhasil diselamatkan menjalani pemeriksaan medis di Rumah Sakit Broome, kata AMSA.
Mereka dinyatakan sehat, meski baru saja mengalami kondisi yang berat.
Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Judha Nugraha, mengatakan para nelayan itu akan dibawa ke Darwin dan dijadwalkan tiba pada Rabu (19/04).
“Konsulat RI di Darwin telah meminta akses untuk menemui para nelayan dan memberikan bantuan yang diperlukan. Konsulat RI juga akan memfasilitasi proses repatriasi para nelayan ke Indonesia,” kata Judha dalam pesan singkat.
Kepala Bidang Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan NTT, Mery Foenay, mengatakan saat ini para nelayan itu "sudah berada di Darwin". Itu disampaikan Mery kepada wartawan Eliazar Robert yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Rabu (19/4/2023) sore.
Baca juga: Cerita Rio, Siswa SMA di Rote Ndao yang Naik Kuda ke Sekolah agar Tak Terlambat
Mery mengatakan pihaknya terus melakukan koordinasi dengan KJRI Darwin terkait kondisi dan kepulangan 11 nelayan.
Dalam berita resmi yang disampaikan Konsulat RI di Darwin kepada Pemerintah Provinsi NTT, 11 nelayan itu ditetapkan sebagai Non-warga negara Australia yang Melanggar Hukum (Unlawful Non Citizens/UNCs) dan ditahan berdasarkan Migration Act 1958 karena telah memasuki zona penangkapan ikan Australia.
Namun, setelah mempertimbangkan beberapa hal, termasuk trauma yang dialami para nelayan, pihak berwenang Australia memutuskan untuk melakukan repatriasi "tanpa melalui suatu proses pengadilan".
Selama menunggu penjadwalan repatriasi dengan pesawat komersial dalam waktu satu minggu ini, para nelayan ditempatkan di detensi imigrasi Northern Alternative Place of Detention (NAPOD) di Hotel Frontier Darwin.
Baca juga: Pemkab Rote Ndao Sepakati Kerja Sama dengan Surga Marina Indonesia Kembangkan Kawasan Marina Terpadu
Artikel ini telah diperbarui dengan menambah informasi mengenai data para nelayan dan mengubah nama perahu berdasarkan data dari KJRI Darwin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.