Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dilema Pelarangan "Thrifting" bagi Anak Muda di Semarang: Bakal Susah, Kita Suka Barang Bagus dengan Harga Murah

Kompas.com - 17/03/2023, 22:47 WIB
Titis Anis Fauziyah,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

SEMARANG, KOMPAS.com - Belum lama ini, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengeluarkan larangan impor pakaian bekas atau thrifting yang sedang marak. Hal itu menuai respons dari banyak kalangan, khususnya kaum muda penyuka thrifting.

Zahrina (25), pegawai swasta di Semarang mengaku tidak setuju dengan kebijakan tersebut. Pasalnya sebagai penyuka fesyen, thrifting dianggap menjadi solusi mix and match pakaian bagus dengan biaya murah.

“Jadi aku lebih suka nge-thrift, di harga yang murah aku bisa dapet barang yang kualitasnya bagus,” ujarnya melalui pesan singkat, Jumat (17/3/2023).

Baca juga: Penjual Thrift di Blok M Square Biasanya Dapat Baju Bekas Impor dari Jepang dan Korea

Menurutnya, pakaian hasil thrifting tak kalah bagus dengan pakaian baru. Bahkan kualitasnya jauh lebih baik dibanding pakaian baru jenis fast fashion.

“Misalnya beli pakaian yang harga Rp 35.000-an itu bahannya jelek banget, panas, kualitas enggak oke sama sekali, terus banyak yang ngembarin lagi, jadi ya mending nge-thrift,” bebernya.

Perempuan asal Kudus itu juga mengaku bila bosan dengan pakaiannya, ia menyumbangkan atau memberikan kepada sanak saudara karena kualitas pakaian miliknya terbilang bagus dan layak.

“Nah kalau yang baju lokal yang murah under Rp 50.000 gitu gampang rusak, kalau aku bosen atau robek gitu ya dibuang atau buat lap keset di rumah,” imbuhnya.

Sebagai penyuka thrifting, ia melihat tren itu kini merembet ke produk tas dan sepatu bekas bermerek. Sehingga akan sulit meniadakan bisnis thrifting yang justru semakin diminati.

“Bakal susah sih itu, mesti masih banyak yang umpet-umpetan. Mana sekarang lagi marak banget thrifting, enggak cuma baju, ada sepatu, tas, dan lainnya. Ya gimana ya namanya juga orang Indonesia suka barang bagus harga murah,” katanya.

Baca juga: Pedagang Thrift di Blok M Square Sebut Barang Dagangannya Sering Diborong Artis

Senada, mantan pecinta thrifting, Arina Hasbana (25) mengakui kelebihan thrifting yakni model pakaian terbatas dan tidak pasaran seperti produk fast fashion.

Namun, Arina kini berhenti menggemari thrifting karena harga produk semakin hari semakin mahal dan tidak masuk akal baginya.

Warga Gunungpati itu mengaku setuju dengan kebijakan pemerintah untuk menertibkan bisnis thrifting agar tidak mematok harga seenaknya.

“Jadi aku setuju aja kalau pemerintah dukung industri tekstil, tapi aku enggak mendukung mereka yang bikin fast fashion karena sama aja tho kalau kita melarang impor tapi memproduksi banyak pakaian, jadi limbahnya bakal sama besar sih menurutku,” tegasnya.

Baca juga: Baju Branded Bak Harta Karun di Lapak Thrifting, Pedagang Blok M: Siapa Cepat, Dia Dapat...

Hal ini sama dengan pendapat warga Simongan, Elmira Shezan (25). Ia turut mendukung bila adanya kebijakan larangan impor baju bekas itu bertujuan mendorong bisnis industri tekstil di Indonesia.

Untuk itu, ia menilai produsen fesyen lokal perlu meningkatkan kualitas dan tidak mengejar tren sesaat dengan produksi masif dalam fast fashion. Sehingga, pecinta fesyen berhenti thrifting dan membeli produk lokal.

“Harusnya, produk-produk Indonesia lebih ditingkatkan agar masyarakat Indonesia memiliki daya tarik untuk membeli produk local,” bebernya.

Meski kecewa bila dirinya tak lagi bisa berburu barang bermerek dari hasil thrifting, Elmira berharap pemerintah serius mengembangkan industri tekstil.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ayah di Mataram Lecehkan Anak Kandung 12 Tahun, Berdalih Mabuk sehingga Tak Sadar

Ayah di Mataram Lecehkan Anak Kandung 12 Tahun, Berdalih Mabuk sehingga Tak Sadar

Regional
Jembatan Penghubung Desa di Kepulauan Meranti Ambruk

Jembatan Penghubung Desa di Kepulauan Meranti Ambruk

Regional
Universitas Andalas Buka Seleksi Mandiri, Bisa lewat Jalur Tahfiz atau Difabel

Universitas Andalas Buka Seleksi Mandiri, Bisa lewat Jalur Tahfiz atau Difabel

Regional
Pemkab Bandung Raih Opini WTP 8 Kali Berturut-turut dari BPK RI

Pemkab Bandung Raih Opini WTP 8 Kali Berturut-turut dari BPK RI

Regional
Berikan Pelayanan Publik Prima, Pemkab HST Terima Apresiasi dari Gubernur Kalsel

Berikan Pelayanan Publik Prima, Pemkab HST Terima Apresiasi dari Gubernur Kalsel

Regional
Penculik Balita di Bima Ditangkap di Dompu, Korban dalam Kondisi Selamat

Penculik Balita di Bima Ditangkap di Dompu, Korban dalam Kondisi Selamat

Regional
Candi Ngawen di Magelang: Arsitektur, Relief, dan Wisata

Candi Ngawen di Magelang: Arsitektur, Relief, dan Wisata

Regional
Pria di Magelang Perkosa Adik Ipar, Korban Diancam jika Lapor

Pria di Magelang Perkosa Adik Ipar, Korban Diancam jika Lapor

Regional
Rambutan Parakan Terima Sertifikat Indikasi Geografis Pertama

Rambutan Parakan Terima Sertifikat Indikasi Geografis Pertama

Regional
Air Minum Dalam Kemasan Menjamur di Sumbar, Warga Wajib Waspada

Air Minum Dalam Kemasan Menjamur di Sumbar, Warga Wajib Waspada

Regional
Bersama Mendagri dan Menteri ATR/BPN, Walkot Makassar Diskusikan Kebijakan Pemda soal Isu Air di WWF 2024

Bersama Mendagri dan Menteri ATR/BPN, Walkot Makassar Diskusikan Kebijakan Pemda soal Isu Air di WWF 2024

Regional
Ditahan 3 Hari, Dokter yang Cabuli Istri Pasien di Palembang Kena DBD

Ditahan 3 Hari, Dokter yang Cabuli Istri Pasien di Palembang Kena DBD

Regional
Pegi Disebut Otak Pembunuhan Vina Cirebon, Polisi: Ini Masih Pendalaman

Pegi Disebut Otak Pembunuhan Vina Cirebon, Polisi: Ini Masih Pendalaman

Regional
Tabrak Tiang Lampu, Pembonceng Sepeda Motor Asal Semarang Tewas di TKP

Tabrak Tiang Lampu, Pembonceng Sepeda Motor Asal Semarang Tewas di TKP

Regional
Tembok Penahan Kapela di Ende Ambruk, 2 Pekerja Tewas

Tembok Penahan Kapela di Ende Ambruk, 2 Pekerja Tewas

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com