Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pramono Dwi Susetyo
Pensiunan

Pemerhati masalah kehutanan; penulis buku

Konflik Satwa Liar dan Manusia, Salah Siapa?

Kompas.com - 19/02/2023, 07:09 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

UNTUK kesekian kalinya terjadi konflik antara satwa liar dan manusia yang menimbulkan korban jiwa manusia.

Kali ini gajah liar menyerang dan menewaskan Fitriani (45 tahun), petani di Desa Lhok Keutapang, Kecamatan Tangse, Kabupaten Pidie Aceh, Minggu (12/2/2023).

Tahun 2020 lalu, Harian Kompas memberitakan bahwa di Kabupaten Lahan Sumatera Selatan, seorang petani yang bekerja di kebun diterkam harimau. Di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara, manusia diterkam buaya.

Fenomena apa yang sebenarnya sedang terjadi melihat kasus-kasus seperti ini?

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebenarnya telah mengalokasi kawasan hutan untuk melindungi satwa liar, yakni kawasan hutan suaka alam berupa suaka margasatwa (SM).

Indonesia mempunyai 73 lokasi suaka margasatwa dengan total luas 5.422.922 ha. Suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman hayati yang unik sehingga membutuhkan perlindungan hidup dan habitatnya.

Daerah suaka margasatwa biasanya ditetapkan sebagai suatu tempat hidup margasatwa yang mempunyai nilai khas bagi ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta sebagai kekayaan dan kebanggaan nasional.

Suaka margasatwa disebut secara eksplisit dalam dua undang-undang, yakni UU Nomor 5/1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan UU Nomor 41/1999 tentang kehutanan serta Peraturan Pemerintah Nomor 28/2011 tentang pengelolaan kawasan suaka alam (KSA) dan kawasan pelestarian alam (KPA).

Dalam UU 5/1990, suaka margasatwa merupakan bagian dari suaka alam selain cagar alam. Sementara dalam UU 41/1999 suaka margasatwa tidak disebut secara eksplisit dan tekstual.

UU ini hanya menyebut secara implisit dan kontekstual dalam pasal 7 huruf (a) dengan memasukkannya sebagai bagian dari kawasan hutan suaka alam. Penjelasan rinci dan lebih detail baru dijabarkan dalam PP 28/2011.

Pasal 7 PP tersebut menyebut bahwa kriteria suatu wilayah ditunjuk dan ditetapkan sebagai kawasan suaka margasatwa:

  1. merupakan tempat hidup dan berkembang biak satu atau beberapa jenis satwa langka dan/atau hampir punah;
  2. memiliki keanekaragaman dan populasi satwa yang tinggi;
  3. merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migrasi tertentu; dan/atau d) mempunyai luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 76/2015 tentang kriteria zona pengelolaan taman nasional dan blok pengelolaan cagar alam, suaka margasatwa, taman hutan raya dan taman wisata alam membagi blok pengelolaan suaka margasatwa terdiri dari a) blok perlindungan/perlindungan bahari; b) blok pemanfaatan; dan/atau c) blok lainnya.

Blok lainnya terdiri atas a) blok rehabilitasi; b) blok religi, budaya dan sejarah; dan/atau c) blok khusus.

Selama ini sosialisasi tentang kawasan suaka alam, yang di dalamnya termasuk suaka margasatwa, terlalu minim dan nyaris tak terdengar, kalah oleh publikasi kawasan pelestarian alam khusus seperti taman nasional yang mempunyai nilai ekowisata.

Padahal dari aspek konservasi, suaka margasatwa berbeda dengan taman nasional. Suaka alam, termasuk cagar alam, punya penekanan aspek konservasi pada pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya.

Sementara aspek konservasi pelestarian alam, termasuk taman nasional, berfokus pada perlindungan, pengawetan, dan manfaat kawasan sebagai penyangga kehidupan.

Jika sudah diatur seperti itu mengapa masih ada konflik satwa dan manusia?

Hari-hari ini ancaman terbesar bagi satwa liar yang dilindungi maupun yang diawetkan dalam kawasan konservasi adalah berkurangnya makanan di dalam habitat asli akibat pembalakan liar, kebakaran hutan, maupun perburuan satwa yang menjadi makanan pemangsanya.

Bagi satwa karnivora seperti harimau, mereka butuh satwa mangsa herbivora seperti rusa, kerbau liar, babi hutan.

Akibat kekurangan makanan, satwa puncak seperti harimau makin terdesak dan masuk ke dalam permukiman yang melahirkan konflik dengan manusia.

Satwa liar tidak bisa memilih bermukim dan tinggal di suaka margasatwa atau taman nasional. Hewan-hewan tersebut punya daya jelajah jauh untuk mendapatkan makanan dan memenuhi siklus hidup mereka.

Ketika di dalam habitatnya makanan berkurang, mereka akan makin jauh keluar hutan.

Demikian juga satwa liar seperti gajah dan orang utan, meskipun mereka tergolong satwa herbivora (bukan pemakan daging), namun apabila kelaparan dan apabila di dalam habitat kekurangan/tidak cukup makanan, maka mereka akan mencari makan keluar dari habitatnya dan mampu menyerang apa saja dan siapa saja (termasuk manusia) seperti kasus yang terjadi di Aceh tersebut.

Kelemahan mendasar lainnya adalah kemampuan SDM KLHK di daerah, baik yang bekerja di Balai Besar/Balai Konservasi Sumberdaya Daya Alam (BBKSDA/BKSDA) yang bertanggung jawab langsung terhadap pengelolaan Suaka Margasatwa maupun di Balai Besar/Balai Taman Nasional (BBTN/BTN), baik secara kuantitas maupun kualitas kurang memadai dalam pengelolaan kawasan konservasi yang melindungi fauna langka ini.

Oleh karena itu, pemerintah perlu merumuskan kembali peran kawasan suaka margasatwa atau taman nasional secara lebih tepat untuk melindungi satwa langka yang terancam punah.

Keberadaan suaka margasatwa sebagai habitat alamiah satwa liar penting untuk menjaga keanekaragaman hayati bumi.

Manusia dan satwa langka sama pentingnya untuk dijaga keberlangsungan hidupnya dengan menjaga harmoni di antara keduanya tanpa menimbulkan konflik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com