DOMPU, KOMPAS.com - Paham radikalisme menjadi cerita masa lalu bagi MH, eks napi teroris (Napiter) di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB).
MH bersama istri dan lima orang anaknya kini sudah bisa hidup rukun berdampingan dengan masyarakat sekitar.
Meski diakuinya, perubahan sikap masyarakat tersebut memang membutuhkan waktu.
Baca juga: 1.132 KK Terdampak Banjir Bandang di Dompu, Tersebar di 2 Desa dan 6 Kelurahan
"Sekarang keluarga sudah mulai membuka diri, karena saya sudah tidak main kafir-kafirkan. Kemudian masyarakat juga sudah membuka diri," kata MH saat dihubungi, Kamis (16/2/2023).
MH ditangkap Densus 88 pada akhir tahun 2010 lalu. Dia diduga terlibat dalam pendanaan kelompok teroris di Aceh.
Setelah bebas dari hukuman penjara selama 4 tahun, MH kini sibuk berdakwah dan mengembangkan pondok pesantren di Kecamatan Dompu, NTB.
Baca juga: Saat Pengurus Perindo NTB Bakar Seragam Partai dan Kartu Tanda Anggota...
Selama menjalankan rutinitas berdakwah, MH mengaku, pernah beberapa kali mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari oknum tertentu.
Oknum ini tiba-tiba menghapus jadwal dakwahnya di salah satu tempat karena melihat masa lalunya yang terjerat kasus terorisme.
"Padahal masyarakat sudah sangat senang dengan metode dakwah saya, isi materi yang saya sampaikan. Ada saja oknum, ketika kita cari tidak kita tahu," jelasnya.
Kendati masih ada beberapa oknum yang tidak menyukai karena melihat masa lalunya itu, namun interaksi sosialnya di lingkungan masyarakat tetap berjalan baik.
MH mengungkapkan, perlakuan tak menyenangkan sempat menimpa buah hatinya sewaktu ia masih menjalani hukuman penjara di Surabaya, Jawa Timur.
Saat itu, anaknya hendak masuk Sekolah Dasar (SD) di Surabaya, namun oleh pihak sekolah di daerah setempat ditolak karena alasan orangtuanya seorang teroris.
Kejadian ini diketahui dan disaksikan langsung oleh sang istri yang kebetulan ikut tinggal di Surabaya selama masa penahanannya.
Baca juga: Kecewa dengan Pergantian Ketua DPW, Sejumlah Pengurus Partai Perindo NTB Bakar Seragam dan KTA
Setelah dinyatakan bebas, lanjut MH, ia bersama keluarganya kemudian pulang ke kampung halaman di Dompu.
Di sini ia mendapat perlakuan yang baik, anak-anaknya diterima dengan baik oleh lingkungan sekolah dan warga sekitar.
"Setelah keluar itu, Alhamdulillah hak-hak pendidikan anak berjalan dengan baik," ujarnya.
Tidak hanya dari sisi pendidikan, keluarganya juga difasilitasi oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk mendapatkan kartu BPJS Kesehatan secara gratis.
Baca juga: Nyale, Sumber Protein Hewani Alternatif Khas NTB untuk Cegah Stunting
BNPT juga memberi bantuan uang tunai untuk modal usahanya di pondok pesantren.
"Saya belanjakan sembako untuk jual di pondok. Pantauan saya selama ini Alhamdulillah, luar biasa bantuan dari teman-teman BNPT. Terkait pendampingan atau trauma healing, Alhamdulillah anak-anak saya tidak ada yang trauma," jelasnya.
MH menjelaskan, masyarakat sekitar kini menerima dengan baik lima orang anaknya.
Mereka kini bisa tenang berinteraksi di tengah lingkungan masyarakat tanpa ada gunjingan dari rekan sebaya atau pihak luar.
"Sejauh ini untuk pribadi saya enggak ada. Untuk Bima dan Dompu Alhamdulillah tidak sampai seperti itu," ujarnya.
Baca juga: UPDATE Covid-19 di Jatim, DIY, Bali, NTB, NTT, Kalbar, dan Kalsel 13 Februari 2023
MH mengatakan, sejauh ini pemerintah telah melakukan program deradikalisasi dengan baik.
Selain memberikan banyak pemahaman tentang hidup berbangsa dan bernegara, keluarga eks napiter juga bisa belajar tentang dunia kewirausahaan.
Karenanya, tak heran kini banyak keluarga eks napiter yang sibuk mengembangkan usahanya di tengah masyarakat.
"Sejauh ini pendekatan sudah luar biasa, komunikasinya bagus dan lancar," kata MH.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.