KOMPAS.com - E (59), warga Kelurahan Latsari, Kabupaten Tuban, Jawa Timur menjadi perbincangan publik karena hendak menjual ginjalnya.
Dengan membawa poster bertuliskan jual ginjal lengkap dengan nomor ponselnya, E menawarkan ginjalnya itu kepada setiap pengendara yang melintas di Jalan Basuki Rahmat, Tuban pada Senin (21/11/2022).
Rencananya uang dari hasil penjualan ginjal akan digunakan untuk membayar utang sang anak yang mencapai Rp 150 juta.
Dikutip dari pemberitaan Kompas.com pada 7 Juli 2019, ahli penyakit dalam ginjal-hipertensi FK UI, dr Tunggul Situmorang SpPD-KGH menegaskan, jual beli ginjal dan organ tubuh apapun tidak dibenarkan dan dilarang keras.
"(Jual beli organ) haram hukumnya," tegas Tunggul melalui sambungan telepon, Kamis (4/7/2019).
"Enggak boleh. Di seluruh dunia, jual beli organ dilarang. Di kita (Indonesia) melanggar Undang Undang, belum lagi melanggar moral. Jadi profesi (dokter) tidak pernah menyetujui apapun alasannya jual beli organ," jelas Tunggul.
Selain di Tuban, berikut 7 kasus viral jual ginjal di Indonesia:
Hal tersebut dilakukan karyawati salah satu toko pakaian karena butuh uang untuk membayar utang pada rentenir. Awalnya ia utang sebesar Rp 2 juta.
Namun dalam sebulan, ia harus mengembalikan Rp 3,5 juta. Tapi karena dua bulan tak menganggsur, total utang yang harus ia bayar Rp 5 juta.
Padahal gaji yang ia terima setiap bulan hanya Rp 600.000. Sementara snag suami sudah setahun tak pulang ke rumah.
Uang hasil menjual ginjal tersebut akan digunakan untuk melunasi utang kepada rentenir dan sisanya untuk menebus obat anak, Alyysa (2).
Allysa sempat dirawat di RSUD Karawang karena menderita Leukimia sejak umur sembilan bulan. Namun, karena keterbatasan alat, kemudian dia dirujuk ke RS Dharmais.
Ia sendiri mengaku berasal dari Balikpapan, Kalimantan Timur dan sejak 2011, ia diboyong suaminya ke Karawang.
Baca juga: Terlilit Utang dan Anaknya Sakit, Ibu Muda di Karawang Nekat Jual Ginjal
Pada April 2019, Rafika Dewi (25), seorang warga Tulungagung, Jawa Timur, menawarkan penjualan ginjalnya untuk biaya pengobatan bayinya yang tengah dirawat di rumah sakit.
Bayinya yang masih berusia 48 hari itu menjalani perawatan di RS Dr Iskak Tulungagung, karena mengalami infeksi pada bagian tali pusarnya.
Ia menjual ginjalnya melalui akun pribadi Facebook. Rafika mengaku niat itu muncul karena frustasi dan khawatir dengan biaya yang ditanggung untuk pengobatan anaknya.
Sementara sang suami, Budi Ariyanto yng bekerja serabutan sedang tak ada pekerjaan.
Namun ia pun mengurungkan niatnya untuk jual ginjal karena kondisi bayinya membaik dan diperbehkan pulang. Selain itu pihak rumah sakit membebaskan biaya perawatan untuk bayi Rafika sebesar Rp 2 juta.
Baca juga: Kisah Ibu di Tulungagung Nyaris Jual Ginjal demi Pengobatan Bayinya
Keingian tersebut ia lakukan karena butuh biaya pengobatan adiknya, Berry Agustina (16) yang sakit parah selama setahun terakhir. Berry menderita sakit komplikasi, paru-paru hingga hati.
Karena sakit-sakitan, Berry yang seharusnya duduk di SMA terpaksa hanya bisa berbaring lemah di tempat tidur. Runa pun menawarkan ginjalnya melalui media sosial Facebook.
"Saya cuma mau adik saya sembuh, gimana pun caranya. Karena kekurangan biaya, saya mau jual ginjal saya, supaya adik saya bisa berobat dan sembuh. Harapannya adik saya bisa sehat kembali, biar tidak kurus dan tidak kesakitan begini lagi," kata Rina Maelani dengan wajah sendu.
Rina tinggal bersama sang ayah, Dedi (52) dan sang ibu di rumah kontarakan kakak tertuanya. Dedi mengaku terpaksa menumpang di rumah anaknya karena harta benda serta usahanya habis dijual untuk membiayai pengobatan sang anak.
"Saya sebenarnya tidak menginginkan Rina untuk menjual ginjalnya. Karena ini bukanlah jalan yang terbaik. Tetapi ternyata tanpa sepengetahuan saya, Rina buat postingan di media sosial," ujar Dedi.
Baca juga: Biaya Pengobatan Habis, Gadis Ini Jual Ginjal di Facebook Demi Kesembuhan Sang Adik
Saat itu ia gagal ia gagal dalam pemilihan calon legislatif (caleg) Dapil 4 Kabupaten Pekalongan dari Partai Demokrat.
Bahkan ia berniat menjual ginjalnya karena terlilit hutang hingga Rp 400 juta lebih untuk modal kampanye.
Ia pun harus pergi ke Jakarta, dan tidur bersama puluhan tunawisma di Masjid Agung Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta Pusat untuk menjualkan ginjalnya kepada seseorang.
Selama 10 hari berada di Jakarta, ia tak kunjung menemukan orang yang ingin membeli ginjalnya untuk melunasi hutangnya sebesar Rp 400 juta lebih, yang dipergunakan untuk biaya kampanye Pemilihan Caleg 2014 Dapil Pekalongan.
Baca juga: Caleg Gagal Ini Jual Ginjal untuk Bayar Utang Rp 420 Juta
Hingga ia memutuskan menemui Menteri BUMN yang saat itu dijabat oleh Dahlan Iskan. Ia pun mendapat bantuan sebesar Rp 400 juta untuk melunasi utangnya.
Pada tahun 2019, Candra kembali mencalonkan diri sebagai sebagai anggota legislatif DPRD Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, bersama Istrinya Shinanta Previta Anggraeni, tahun 2019 berbuah hasil.
Tidak tanggung-tanggung, Candra Saputra, mampu menorehkan sejarah karena mendapat perolehan suara terbanyak sementara di wilayah Kabupaten Pekalongan, mencapai 13.482 suara, sementara istrinya mendapat 9328 suara.
Baca juga: Kisah Caleg Pekalongan yang Akan Jual Ginjal, Kini Pasutri Ini Malah Lolos Nyaleg
Di hadapan Ketua DPRD Kota Salatiga, Dance Ishak Palit, MP mengaku memiliki utang sebesar Rp 20 juta.
"Yang membuat kalut, jika besok Selasa (14/4/2020) utang di koperasi tidak dilunasi, rumah yang menjadi jaminan akan disita," ujar MP.
Awalnya ia utang di koperasi tersebut sebesar Rp 16 juta dan sisinya Rp 4,9 juta. Namun dengan utang di RT dan PPK, ia harus melunasi tanggungan sebesar Rp 20 juta.
MP mulai terbelit utang saat dia menjadi reseller salah satu produk dan dia mengalami kerugian karena ditipu pelanggannya.
"Untuk menutup kerugian, saya mulai berutang," ucapnya.
MP pun bekerja sebagai pembantu rumah tangga yang dibayar Rp 50.000 sekali datang dan pihak keluarga suaminya tak membantu.
"Dia tidak mau tahu, jadi saya harus menanggung sendiri. Daripada rumah orangtua disita, lebih baik saya jual ginjal untuk membayar utang," ungkapnya.
Baca juga: Terbelit Utang Rp 20 Juta, Wanita di Salatiga Ingin Jual Ginjal
Ia adalah mahasiswa semester VIII, IAIN Sultan Amai Gorontalo.
Sementara Jembatan Goyo yang disebutkan dalam poster tersebut berada di Desa Keimangan, Kecamatan Bolangitang Barat, Kabupaten Bolmut.
"Itu (tulisan dalam poster) sebagai sindiran (kepada pemda). Sudah sampaikan berulang-ulang (masalah jembatan Goyo), tapi mereka tidak dengar," katanya lewat pesan singkat, Sabtu (14/5/2022).
Ia bercerita sengaja membuat foto tersebut sebagai bentuk sindiran karena jembatan yang akan dibangun 16 tahun lalu belum juga direalisasikan oleh pemerintah.
Menurut Alin, tiang jembatan sebenarnya sudah tertanam selama kurang lebih 16 tahun yang lalu. Saat itu Bolmut belum menjadi daerah otonom baru Sulut.
Bagi masyarakat, jembatan tersebut sangat dibutuhkan salah satunya untuk memudahkan akses masyarakat.
"Pertama, ketika terjadi banjir dan sungai meluap, maka akses penghubung antara Ollot dan Goyo akan se-ekstrem ini. Bayangkan jika ada orang yang lagi kena sial terus masuk ke dalam sungai lalu tengelam dan meninggal, siapa yang bertanggung jawab?," katanya.
Baca juga: Saya Mau Jual Ginjal untuk Pembangunan Jembatan Goyo
Slamat yang tak memiliki utang berjalan kaki dari rumahnya ke arah Salatiga dan menggunakan kardus bertuliskan 'Jual Ginjal untuk Bayar Hutang'.
Slamet pensiun tahun 2013 sebagai pegawai Departemen Pertahanan di Jakarta. Lalu ia pun pulang ke Semarang dan berjualan sembako di depan rumah.
Saat pandemi, ekonomi keluarga itu berantakan karena tak bisa berjualan. Slamet yang mengandalkan sisa uang pensiun Rp 800.000, harus menghidupi lima anak dan tiga cucunya.
"Uang saya memang untuk beli rumah ini, dulu utang bank Rp 130 juta, tapi lalu dinaikkan jadi Rp 193 juta," jelasnya.
Baca juga: Penjual Gorengan di Tuban yang Hendak Jual Ginjal Minta Maaf: Saya Menyesal, Jangan Diikuti
Karena tak memiliki pemasukan, sang istri, Magdalena utang di rentenir yang ditagih setiap hari.
"Utang terus menumpuk, gali lobang tutup lubang. Kalau ditotal sekarang utang ke bank titil mencapai Rp 27 juta," kata Magdalena.
Dalam sehari, ada lima orang yang menagih utang tersebut.
"Nagih setoran cicilan, karena ada yang waktunya satu minggu setor dua kali, ada yang tiga kali. Nagihnya ada yang keras ada yang lunak," terangnya.
Magdalena mengaku tidak tahu dengan pilihan suaminya untuk menjual ginjal.
"Saya jemput cucu di sekolah, kok Bapak sudah pergi, padahal tidak punya uang. Sungguh saya tidak sampai hati melihatnya," ujarnya sembari terisak.
Baca juga: Kolaps karena Covid-19 dan Terjerat Utang Rentenir, Kakek 65 Tahun Jalan Kaki Jual Ginjal
SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Farida Farhan, M Agus Fauzul Hakim, Ari Himawan Sarono, Dian Ade Permana Skivo Marcelino Mandey, Dian Ade Permana | Editor : Erwin Hutapea, Rachmawati, Robertus Belarminus, Candra Setia Budi, Khairina, Dita Angga Rusiana, Gloria Setyvani Putri)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.