Syafruddin adalah orang yang ditugaskan Soekarno dan Hatta untuk membentuk Pemerintahan Darurat RI (PDRI), ketika Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta ditangkap Agresi Militer I, kemudian diasingkan oleh Belanda ke Pulau Bangka pada 1948.
Hatta yang telah menduga Soekarno dan dirinya bakal ditahan Belanda segera memberi mandat kepada SJafruddin untuk melanjutkan pemerintahan, agar tak terjadi kekosongan kekuasaan.
Atas usaha Pemerintah Darurat, Belanda terpaksa berunding dengan Indonesia. Perjanjian Roem-Royen mengakhiri upaya Belanda dan akhirnya Soekarno dan kawan-kawan dibebaskan dan kembali ke Yogyakarta.
Pada 13 Juli 1949 diadakan sidang antara PDRI dengan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Hatta, serta sejumlah menteri kedua kabinet.
Serah terima pengembalian mandat dari PDRI secara resmi terjadi pada 14 Juli 1949 di Jakarta.
KH Syam’un bin H Alwiyan adalah pendiri Perguruan Tinggi lslam ‘ Al-Khairiyah Citangkil, Desa Wanasari Kecamatan Pulo Merak, Kota cilegon, Banten. Perguruan tersebut didirikan dalam dua tahap.
Bermula dengan sistem Pesantren (tradisional) dan dikembangkan tahap kedua dengan sistem madrasah (klasikal) Brigjen KH Syam’un merupakan putra pasangan taat beragama H Hajar dan H Aiwiyan.
KH Syam’un masih keturunan KH Wasid, tokoh "Geger Cilegon" 1888 (Perjuangan melawan Pemerintah Kolonial Belanda). Sejak masih anak-anak Brigjen KH Syam’un mendapat pendidikan pesantren.
Baca juga: Bertemu Bobby Nasution, Veteran Minta Kantor LVRI yang Rusak Direnovasi
Pada usia 4 tahun sudah dikirim orangtuanya menimba ilmu agama di pesantren Delingseng, selama dua tahun (1898-1900). Ki Syam'un yang masih usia balita belajar di bawah asuhan KH Sa’i, dilanjutkan ke Pesantren Kamasan (1901-1904) dibawah asuhan KH Jasim.
Pada umur 11 tahun (seusia murid sekolah dasar kelas 5) ia melanjutkan studi ke Mekah (1905-1910) berguru di masjid Al-Haram tempat ahli-ahli keislaman terbaik di dunia berkumpul membagi ilmu.
Pendidikan akademiknya dilalui di Al-Azhar University Cairo Mesir dari 1910-1915.
Saat kembali ke Indonesia, Syam'un justru bergabung dengan PETA yang notabene adalah gerakan pemuda bentukan Jepang.
Bagi orang yang tidak mengerti ia mungkin dianggap plin-plan. Padahal, bergabungnya ia dengan PETA merupakan strategi untuk mempersiapkan perlawanan ke Jepang.
Dalam PETA, jabatan KH Syam’un adalah Dai Dan Tyo yang membawahi seluruh Dai Dan I PETA dengan wilayah kekuasaannya meliputi Serang, yang pada akhirnya pindah ke Labuan.
Selama menjadi Sai Dan Tyo, KH Syam’un sering mengajak anak buahnya untuk memberontak dan mengambil alih kekuasaan Jepang.