"Bukti ini menunjukkan adalah hubungan keperdataan bukan pidana," kata Gio.
Selain itu, menurut Gio, pihaknya melampirkan bukti berita koran harian Pos Metro Padang.
Kemudian surat kuasa tanggal 3 November 2015 dan surat perjanjian jual beli tanah seluas 45.000 m2 tanggal 3 November 2015 yang nenunjukan bahwa Eko adalah pembeli tanah ada kaum Maboet.
Selanjutnya surat tanda terima dokumen bukti baru, surat perintah setor dan pembayaran untuk pengukuhan dan pemetaan bukti baru.
Kemudian surat perintah pengeluaran tahanan tanggal 4 Agustus 2020 dengan laporan LP/182/IV/2020-SPKT SBR,
Selanjutnya surat telaah tiga hakim tinggi pengawasan daerah Pengadilan Negeri Padang dengan tanggal 2 Juni 2021.
Lalu surat PN Padang tanggal 21 Juni 2021 perihal pengiriman hadil telaah Watiwas atas pengaduan MKW M Yusuf.
Kemudian surat Pengadilan Tinggi Padang tanggal 21 Februari 2022 perihal mohon perlindungan hukum dan mohon petunjuk Bapak Ketua PT yang ditujuan kepada MKW M Yusuf.
Lalu surat dari Pengadilan Tinggi Padang tanggal 8 April 2022 perihal mohon perlindungan hukum dan pengaduan legalitas hak tanah adat kaum Maboet di PN Padang.
Surat dari Mahkamah Agung, Badan Pengawasan tanggal 26 April 2022 hal penjelasan.
Surat dari MKW Yusuf tanggal 9 Maret 2022 perihal kepastian hukum alas hak tanah adat dan melindungi masyarakat dari calo-calo tanah yang tidak bertanggungjawab di tanah adat kaum Maboet.
Surat dari MKW Yusuf tanggal 15 Mei 2022 perihal polemik surat menteri BPN Syofyan Jalil tanggal 11 Mei 2022 atas laporan mantan Direskrimum Polda Sumbar Kombes Imam Kabut Sariadi dan dikeluarkannya keputusan hukum mantan Kapolda Sumbar Irjen Toni Harmanto per 31 Maret 2020 tanah adat kaum Maboet 1,3 meter bukan 765 hektare beserta lampiran.
Putusan praperadilan tanggal 12 Oktober 2017 sehingga adanya upaya perdamaian dengan MKW kaum Maboet. Terakhir, bukti-bukti kepemilikan tanah ada kaum Maboet.
"Kita berharap bukti-bukti baru ini bisa menjadikan pertimbangan hakim untuk membebaskan klien kami," kata Gio.
Sebelumnya diberitakan, Kasus mafia tanah ini berawal dari adanya seorang pengusaha bernama Budiman membuat laporan ke Polda Sumbar pada 18 April 2020 lalu terkait dugaan penipuan dan pemalsuan surat-surat kepemilikan tanah di areal tanah kaum Maboet.
Budiman mengaku memilki tanah di Kelurahan Air Pacah seluas 4.000 meter persegi dan telah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM).
Tanah tersebut terblokir di Kantor Badan Petanahan Nasional Kota Padang.
"Kemudian tersangka meyakinkan korban bahwa dia merupakan pemilik tanah seluas 765 hektare dari kaum Maboet, termasuk di dalamnya tanah Budiman berdasarkan keputusan Landraad No. 90 Tahun 1931," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sumbar saat itu, Kombes Pol Imam Kabut Sariadi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.