Ketika ingin mengulangi lagi perbuatannya, pelaku selalu mengancam para korban akan menyebarkan foto dan video jika tak menuruti keinginan SAS.
Sementara itu kuasa hukum SAS, Amos Aleksander Lafu mengatakan dalam pemeriksaan itu kliennya mengakui semua perbuatannya.
SAS bahkan mengaku, punya trauma masa lalu yakni menjadi korban kekerasan seksual.
Hal tersebut akhirnya membentuk karakter SAS saat ia beranjak dewasa.
"Itu pengakuannya dalam BAP (Berita acara pemeriksaan) waktu pemeriksaan kemarin," ungkap Amos, kepada Kompas.com, Selasa (13/9/2022).
Baca juga: Korban Pencabulan Calon Pendeta di Alor Bertambah Jadi 9 Anak
Meski begitu, Amos belum menjelaskan secara detail kekerasan seksual yang pernah dialami SAS.
"Nanti biarlah itu jadi materi persidangan, karena takutnya kita terlalu gembor-gembor di awal, nanti publik pikir mau membela diri," kata Amos.
Sementara itu, Ketua Majelis Sinode GMIT Pendeta Mery LY Kolimon menegaskan pihaknya telah memutuskan untuk menangguhkan penahbisan tersangka SA sebagai pendeta.
Lalu pihak gereja juga sudah berkoordinasi dengan Ketua Majelis Klasis (KMK) dalam penyelidikan internal kasus itu.
"Setelah mendapat laporan dari jemaat, kami menangguhkan penahbisan yang bersangkutan ke dalam jabatan pendeta, untuk penyelidikan mengenai kebenaran berita yang diterima," ujar Mery dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa.
Baca juga: Calon Pendeta yang Cabuli 6 Anak di Alor Ditetapkan Tersangka dan Ditahan
Merry mengatakan, Majelis Sinode GMIT menghormati hak korban dan orang tua korban untuk menempuh jalur hukum dan akan mengawal proses hukum dalam penanganan perkara kekerasan seksual tersebut.
Menurut Merry, gereja tidak akan menghalang-halangi proses hukum terhadap SAS.
“Majelis Sinode GMIT berharap semua pihak agar turut melindungi para korban dari kekerasan berlapis,” kata dia.
Atas perbuatannya, pelaku ditetapkan tersangka dan kini ditahan di Markas Polres Alor untuk menjalani proses hukum lebih lanjut.
Pelaku dijerat UU ITE karena menyebarkan foto bugil.
Baca juga: Terekam CCTV Curi Ponsel, Pegawai Honorer di Alor Ditangkap Polisi
Pelaku juga dijerat Pasal 81 ayat 5 Jo pasal 76 huruf d Undang-undang nomor 17 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi Undang-undang.
Selain itu, pelaku dikenakan pasal pemberatan karena korban lebih dari satu orang dengan ancaman pidana hukuman mati, seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun.
SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Sigiranus Marutho Bere | Editor : Pythag Kurniati, Krisiandi)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.