BIMA, KOMPAS.com - Sebanyak lima terpidana mati kasus mutilasi di Desa Bara, Kecamatan Woja, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB), mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA).
Mereka divonis hukuman mati oleh Pengadilan Tinggi (PT) Mataram pada 18 Januari 2018.
Langkah itu ditempuh lima terpidana mati yakni AM, SY, IR, HE, IR dan SU karena menilai putusan hakim berlebihan, sebab tidak sesuai dengan perbuatannya.
"Vonis mati pada lima terdakwa berlebihan karena tidak sesuai dengan perbuatan yang dilakukan para terpidana," kata Yan Mangandar, Penasihat Hukum (PH) ke-lima terpidana mati itu saat dikonfirmasi, Rabu (14/9/2022).
Baca juga: Terpidana Mati Kasus Pembunuhan Meninggal karena Terpapar Covid-19 di Nusakambangan
Menurut Yan Mangandar, dalam persidangan awal di Pengadilan Negeri (PN) Dompu, kelima klienya tidak mengaku telah memutilasi korban sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Mereka diduga dipaksa mengakui itu saat proses penyidikan berlangsung.
Kelima terpidana ini hanya mengaku membuang jasad dua korban ke parit setelah kedapatan tersengat kabel listrik tegangan tinggi di area kandang ayam yang mereka jaga.
"Kalau perbuatan menghilangkan nyawa diakui karena mereka memasang kabel telanjang yang sebabkan korban tersengat listrik. Tapi kalau memutilasi tidak," jelasnya.
Dikatakan, fakta ini terungkap bahkan menjadi pertimbangan Majelis Hakim PN Dompu hingga menjatuhkan vonis seumur hidup kepada lima terpidana tersebut.
Namun, saat upaya banding kliennya justru divonis mati oleh Hakim pada PT Mataram.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.