Karena keistimewaan ini, tak jarang para perajin kewalahan untuk membuat pesanan dari berbagai wilayah.
Bahkan, mereka pun tak sempat memasarkan belangkon yang mereka buat di platform belanja online.
"(Banyak pesanan) terkadang tidak mampu, jadi kalau online itu kan kami harus punya stok barang. Padahal, kami malah enggak punya stok barang. Yang punya stok barang malah yang pesan-pesan dari kami," ujar dia.
Kendala lain, karena minimnya sumber daya manusia (SDM) yang mengguasi pembuatan belangko itu juga menjadi persolan.
"Jadi, antara produksi dan pesanan lebih banyak pesanan. Memang cari tenaga kan juga sulit, modal juga sulit," kata dia.
Di sisi lain, pemetaan wilayah ini sebagai sentra belangkon atau kampung belangkon membuat penduduk ini memiliki mata pencarian yang bisa digantungkan.
Baca juga: Nelayan Kendal Menjerit, Harga Solar Naik, tapi Sulit Didapat
"Kondisi sekarang istilahnya lebih baiklah ekonominya lebih bagus, ekonominya meningkat terus. Karena kampung di sini dulu kan banyak pengangguran, terus sekarang tidak ada pengangguran. Jadi secara ekonomi lebih tertata," kata dia.
Bahkan, dengan menekuni kerajinan belangkon, banyak warga yang bisa menyekolahkan dan menguliahkan anak-anak mereka.
"Bisa untuk kuliah anak saya. Ada juga single parents juga bisa menyekolahkan dua anaknya. Sangat bergantung dengan usah ini," ujar dia.
"Pas pandemi awal, memang kami sempat berhenti 3 bulan sampai 4 bulan, semuanya 2020 awal pandemi. Tapi, sekarang sudah membaik, pesanan sudah datang lagi," lanjut dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.