Sebagian kawasan bagian barat sisi timur memanjang dari arah utara ke selatan, bagian timur ke arah utara dan bagian utara sisi barat memanjang dari utara ke selatan merupakan dataran rendah/pantai dengan ketinggian antara 0 – 100 m di atas permukaan laut.
Adapun nama pantai yang berada di Kota Palu adalah Pantai Talise, Pantai Pantoloan, dan Pantai Taipa.
Kawasan bagian barat sisi barat dan selatan, kawasan bagian timur ke arah selatan dan bagian utara ke arah timur dengan ketinggian antara 100 – 500 m di atas permukaan laut.
Kawasan pegunungan dengan ketinggian lebih dari 500 m di atas permukaan laut.
Dalam hal transportasi, Kota Palu memiliki fasilitas seperti bandara, pelabuhan, dan terminal bus.
Bandara yang melayani Kota Palu adalah Bandar Udara Mutiara SIS Al-Jufrie, atau yang sebelumnya bernama Bandar Udara Masovu.
Pelabuhan yang ada di Kota Palu adalah Pelabuhan Pantoloan, Pelabuhan Donggala, dan Pelabuhan Wani.
Terminal bus yang ada di Kota Palu adalah Terminal Induk Mamboro dan Terminal Bus Petobo.
Sejarah Kota Palu bermula dari berdirinya kerajaan yang terdiri dari kesatuan empat kampung, yaitu Besusu, Tanggabanggo (sekarang bernama Kelurahan Kamonji), Panggovia (sekarang bernama Kelurahan Lere), dan Boyantongo (sekarang bernama Kelurahan Baru).
Keempat kampung tersebut membentuk satu Dewan Adat disebut Patanggota.
Salah satu tugas Patanggota adalah memilih raja dan para pembantu yang erat hubungannya dengan kegiatan kerajaan.
Kerajaan Palu tumbuh menjadi salah satu kerajaan yang dikenal dan sangat berpengaruh.
Belanda yang saat itu datang ke wilayah tersebut segera mengadakan pendekatan terhadap Kerajaan Palu.
Kedatangan Belanda pertama kali terjadi pada masa kepemimpinan Raja Maili (Mangge Risa) untuk mendapatkan perlindungan dari Manado pada tahun 1868.
Kemudian pada tahun 1888, Gubernur Belanda untuk Sulawesi bersama dengan bala tentara dan beberapa kapal tiba di Kerajaan Palu dan melakukan penyerangan ke Kayumalue.