Kasus serupa dialami Citra (28), bukan nama sebenarnya. Ia pernah menjadi korban praktik kawin tangkap saat tinggal di Kabupaten Sumba pada tahun 2017.
Pada Januari 2017, ia bekerja di sebuah lembaga swadaya masyarakat setempat. Ia lalu diminta untuk ikut rapat di sebuah acara.
Setelah satu jam pertemuan, Citra mengaku mendapatkan informasi jika acara akan berpindah lokasi.
Ia pun mengiyakan. Namun saat akan menghidupkan motor, sejumlah orang tiba-tiba mengangkat dan membawanya ke sebuah mobil.
Baca juga: Seorang Pria Ditetapkan sebagai Tersangka Kasus Kawin Tangkap, Begini Kronologinya...
Walau sudah berusa melawan, ia tetap dipaksa pergi. Dalam perjalanan, ia mengirim pesan kepada keluarga dan pacar jika ia dibawa lari seseorang.
"Sampai di rumah pelaku, sudah banyak orang, sudah pukul gong, pokoknya [menjalankan] ritual yang sering terjadi ketika orang Sumba bawa lari perempuan," jelas Citra dikutip dari BBC Indonesia.
Selama beberapa hari, ia ditahan oleh pihak keluarga yang menginginkannya sebagai menantu.
Ia pun dipaksa mengikuti ritual-ritual yang dianggap dapat membantu menenangkan perempuan yang ditangkap.
Baca juga: Kawin Tangkap di Sumba, Diculik untuk Dinikahi, Citra Menangis sampai Tenggorokan Kering
"Saya naik ke pintu rumah adat mereka, biasa ada ritual siram air. Kalau istilah orang Sumba, ketika disiram air, kita tidak bisa kembali, tidak bisa turun lagi dari rumah tersebut. Tapi, karena saya masih dalam keadaan sadar saat itu, air tidak kena di dahi, tapi kena di kepala."
"Terus saya tetap dibawa masuk ke rumah. Di situ saya protes, saya menangis, saya banting diri, kunci (motor) yang saya pegang saya tikam di perut saya sampai memar. Saya hantam kepala saya di tiang-tiang besar rumah, maksudnya supaya mereka kasihan dan mereka tahu saya tidak mau," kata Citra.
Segala upaya dan rayuan dilakukan demi mendapatkan persetujuan Citra dan keluarganya.
"Saya menangis sampai tenggorokan saya kering. Mereka berusaha memberi air, tapi saya tidak mau," tutur dia.
Baca juga: Perkawinan Anak hingga Kawin Tangkap, Janji Terucap karena Tuntutan Adat
"Kalau orang Sumba, karena saya biasa dengar, kalau orang dibawa lari begitu, karena masih banyak yang percaya istilah magic - jadi kalau kita minum air, atau makan nasi pada saat itu, kita bisa, walaupun kita mau nangis setengah mati bilang tidak mau - saat kita kena magic kita bisa bilang iya."
Selama beberapa hari dia menolak makan hingga adiknya datang membawakan makanan.
Sang adik juga melakukan negosiasi berdasarkan adat. Hari keenam, keluarga Citra, didampingi pihak pemerintah desa dan LSM, berhasil membawa dia pulang.