"Intinya apa bila rasa keadilan korban telah terpenuhi, maka dimungkinkan dilakukan penghentian penuntutan," kata dia.
"Kami menggandeng LMA dan didukung oleh seluruh ondo afi (kepala suku), nantinya apabila ada perkara yang pada tahap penuntutan mempunyai titik temu perdamaian, maka kita akan lakukan di Para-Para Adat," sambung Alexander.
Ia mengakui rasa keadilan kepada korban memang akan identik dengan ganti rugi materil sehingga peran adat akan menjadi kunci dari penerapan hal tersebut.
"Tentang ganti rugi kepada korban ini yang kemudian kami menggandeng adat. Saya rasa hukum positif dan hukum adat bisa bersinergi sesuai dengan perkembangan kehidupan, jadi secara hukum sudah diikat dan secara adat sudah diikat," terangnya.
Baca juga: Kotak Hitam Pesawat Susi Air yang Jatuh di Papua Ditemukan
Sementara Ketua LMA Port Numbay George Awi menyambut baik pembentukan Para-Para Adat Restorative Justice karena menurutnya hal ini sudah berjalan di Papua.
Awi menyatakan, walau sudah ada penegak hukum negara, namun masih banyak masalah yang bisa diselesaikan melalui hukum adat.
"Dalam praktik kehidupan masyarakat adat, hal ini sudah berjalan dan rupanya dari Kejaksaan Agung sudah melihat itu. Di adat itu tidak ada hukuman fisik, yang ada itu denda dan hakikatnya sama dengan Restorative Justice," kata Awi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.