‘’Berbagai peristiwa penangkapan, menunjukan jika ratusan ribu buruh migran asal Indonesia di Sabah, selalu berada dalam kondisi yang rentan karena bisa ditangkap kapanpun. Mereka bisa ditangkap ketika menempuh perjalanan, ditangkap di rumah, sedang berbelanja di pasar, atau ketika bekerja,’’katanya.
Baca juga: 2 Jenazah Pekerja Migran yang Meninggal di Malaysia Sudah Dievakuasi dari KM Sirimau
KBMB mencatat, sepanjang Maret 2021 hingga Juni 2022, telah terjadi 10 kali deportasi dari 5 pusat tahanan imigrasi di Sabah, Malaysia, menuju Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.
Pada periode itu, terdapat 2.191 buruh migran dan keluarganya yang dideportasi.
Dari jumlah tersebut, 57 diantaranya adalah anak-anak berusia di bawah 5 tahun (Balita).
Neraka di bumi
Sepanjang Maret 2021 sampai April 2022, Koalisi Buruh Migran Berdaulat (KBMB) melakukan sembilan kali aktivitas pemantauan kondisi PMI dan keluarganya, yang dideportasi dari 5 pusat tahanan imigrasi di Sabah, Malaysia, ke Nunukan, Kalimantan Utara.
Pemantauan tersebut dilakukan dengan menemui dan melakukan wawancara terhadap hampir 100 deportan di rumah susun yang dikelola oleh UPT BP2MI (Unit Pelaksana Teknis Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia) di Nunukan.
Hasilnya, sebagaimana dituturkan Harold, kecuali DTI di Kota Sandakan, seluruh pusat tahanan imigrasi di Sabah, mengalami persoalan kelebihan kapasitas. Dengan rata-rata luas 8 x 12 meter, setiap blok dihuni oleh 200 - 260 orang.
Setiap DTI diperkirakan memiliki 10 - 14 blok di dalamnya. Seluruh blok tahanan dikabarkan dalam kondisi yang buruk, kotor, bahkan ada yang tidak terkena sinar matahari.
‘’Beberapa blok juga sangat bau karena kondisi toilet yang penuh dengan kotoran. Tidak ada alas tidur yang disediakan. Setiap tahanan harus tidur di lantai yang kasar, terkadang mereka melapisinya dengan kardus sebagai alas,’’katanya.
Baca juga: TNI AL Gagalkan Penyelundupan 30 Calon Pekerja Migran Ilegal ke Malaysia
Tahanan tidur dengan kondisi saling berhimpitan satu sama lain. Saat berbaring, kaki mereka akan menyentuh kepala tahanan lain di bawahnya.
Di blok 9 DTI Tawau contohnya, saking penuhnya, beberapa tahanan terpaksa tidur di toilet.
Setiap DTI hanya memiliki satu toilet, dengan rata-rata tiga lubang toilet. Jumlah ini tentu saja jauh dari kata layak, untuk penghuninya yang berjumlah di atas 200 orang.
‘’Itupun di banyak blok laki-laki, hanya satu lubang toilet yang tidak mampat. Sisanya mampat dan membuat kotoran manusia bertumpuk. Kondisi seperti ini membuat banyak tahanan yang harus menahan buang air besar dalam jangka yang ekstrem. Kami banyak mendengar cerita mereka yang baru buang air besar satu kali dalam dua sampai tiga minggu,’’tuturnya.