BENGKULU, KOMPAS.com - Betapa terkejutnya N, siswa salah satu SMA swasta di kawasan Kampung Bali, Kota Bengkulu. Saat masuk sekolah, ia diusir guru dengan alasan telah dikeluarkan.
N merupakan siswa SMA. Ia ditangkap polisi Januari 2022 karena mengonsumsi narkotika jenis ganja.
Akibat perbuatannya ia divonis majelis hakim berdasarkan Surat pengadilan tinggi penetapan hakim (DIVERSI) Nomor 1/pen.div/2022/pn.bgl.jo no: 08/pid.sus-2022/pnl tanggal 2 maret 2022.
N dan D rekannya di sekolah yang sama ditetapkan menjalani rehabilitasi di Yayasan Kipas dengan pertimbangan di bawah umur dan tetap melanjutkan sekolah.
Berdasarkan asessmen rehab di Yayasan Kipas, April 2022, N dan D dinyatakan baik selama menjalani rehab serta tidak ketergantungan narkoba.
Maka 17 Mei 2022, N dan D mulai kembali sekolah. Harapan kembali sekolah pupus saat N ditolak pihak sekolah.
"Saya diusir dari sekolah, saya ingin sekolah seperti biasa. Saat tiba di sekolah saya justru diusir oleh guru katanya sudah dikeluarkan dan tidak ada gunanya sekolah, saya bingung dan cemas," jelas N melalui rekaman video yang diterima kompas.com, Senin (23/5/2022).
"Saya baru saja selesai menjalani rehab dan sekarang dinyatakan boleh sekolah ternyata sekolah telah mengeluarkan saya. Orangtua saya tidak pernah bilang, saya ingin sekolah, saya berjanji tidak akan melakukan kesalahan lagi," tutur dia.
Direktur Yayasan Kipas Bengkulu, sebuah lembaga yang bergerak mendampingi korban Napza, Merli Yuanda membenarkan bahwa N dan D dikeluarkan dari sekolah karena terlibat narkotika.
"Saat ini Yayasan Kipas memberikan bimbingan pemulihan, terhadap siswa N dan D yang merupakan siswa sebuah sekolah swasta di Kota Bengkulu, sesuai pertimbangan hakim surat pengadilan tinggi penetapan hakim (DIVERSI) Nomor 1/pen.div/2022/pn.bgl.jo no.: 08/pid.sus-2022/pnl tanggal 2 maret 2022 perkara atas nama D dan N ditetapkan direhabilitasi serta sekolahnya dilanjutkan," kata Merli.
Yayasan Kipas, sambung dia, telah berkordinasi dengan pihak sekolah agar anak ini tidak dikeluarkan.
Namun pihak sekolah menjelaskan, kedua siswa dikembalikan ke orangtua atau dengan kata lain diberhentikan sementara. Keduanya masih terdaftar di sekolah tersebut.
"Hingga kini tidak ada surat tertulis dari sekolah bahwa siswa itu dikembalikan pada orangtua. Hanya lisan," jelasnya.
Baca juga: Dua Hakimnya Ditangkap karena Narkoba, Ini Penjelasan PN Rangkasbitung
Merli menambahkan, tindakan mengeluarkan siswa dari sekolah bukan solusi, dalam penyelamatan generasi bangsa terutama siswa korban narkoba.
Apalagi jika korban narkoba adalah seorang siswa di bawah umur. Secara emosional, anak di bawah umur belum memiliki kematangan emosi. Tentu kenakalan remaja pasti terjadi ketika di sekolah.
"Tugas kita untuk mendidik dan membimbing selaku pendidik tak boleh putus asa. Mengeluarkan siswa karena kenakalan maka itu tindakan yang tidak begitu baik dan tidak mendukung penyelamatan generasi bangsa ini," tegas Merli.
Merli menegaskan, ada 3 hal penting dalam mengatasi persoalan ini. Pertama siswa yang bermasalah dengan narkoba berhak mendapatkan pendididkan tanpa pembedaan.
Kedua, menyelamatkan generasi bangsa dari bahaya narkoba tanpa diskriminasi.
Ketiga, memberikan edukasi, ketika ada kasus anak di bawah umur bermasalah dengan narkoba, tidak harus dikeluarkan dari sekolah tapi dirangkul.
Jika dikeluarkan, itu bukan solusi justru akan menambah masalah baru.
"Saya berharap pihak sekolah menganulir sikapnya dan menerima kembali kedua siswa ini, jika siswa melakukan kesalahan tugas kitalah untuk membimbing dan membina," ungkap dia.
Saat ini pihaknya menunggu informasi dari pihak sekolah. Upaya lainnya masih dilakukan dengan melapor ke gubernur, wali kota, sambil berkoordinasi dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta KPAI.
Sekolah Tak Sanggup membina
Sementara itu Kepala SMA tempat D dan N sekolah, Sutanpri mengaku, sudah tidak sanggup mendidik dua siswa itu. Selain itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan terkait siswa D dan N.
"Ada 2 orang satu D dan N. D ini tertangkap 30 Januari 2022 oleh polisi. Saya dapat info dari Polres, kita panggil orangtuanya. Atas pertimbangan faktor psikologi agar anak tidak menjadi korban bully di sekolah maka kami tawarkan orangtua agar anak dipindahkan. Kami sebagai pihak sekolah tak mampu mendidik, maka orangtua setuju D pindah," kata Sutanpri.
Anak sudah pindah atas permintaan orangtua dengan pertimbangan psikologi anak. Selain itu anak ini juga beberapa kali mendapatkan teguran karena jarang masuk sekolah dan bolos.
Selanjutnuya N. N itu menurut Sutanpri, dikembalikan ke orangtua sebelum anak ditangkap polisi.
N terlalu sering bolos dan tidak masuk sekolah. Pihak sekolah berulang-ulang menegur, dinasihati baik secara lisan maupun tertulis namun tak pernah berubah. Prosedur peringatan sudah dilakukan hingga panggilan ketiga.
"November 2021 mendapatkan panggilan ketiga, saat itu kita sudah akan kembalikan ke orangtua. Masih berulah. Maka tanggal 27 Januari 2022 buat surat pemanggilan. Namun tanggal 30 Januari 2022 N sudah tertangkap di Polres," jelas Sutanpri.
Ditegaskannya, pengembalian N kepada orangtua tidak ada sangkut paut dengan perkara narkoba.
"Dia tidak mampu mengikuti aturan sekolah, kami juga sudah tidak mampu lagi mendidiknya," demikian Sutanpri.
Menurut Sutanpri, pihak sekolah telah melakukan berbagai pendekatan agar N bisa berubah, namun perilaku N tak kunjung berubah. Maka pihak sekolah memutuskan untuk mengembalikan N pada orangtuanya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.