KOMPAS.com - Bocah 8 tahun di Semarang, tewas setelah diperkosa ayah kandungnya, WD (41).
Kasus tersebut terungkap setelah makam korban di daerah Genuk dibongkar atas persetujuan keluarga pada Sabtu (19/3/2022) malam.
Dari hasil otopsi, ditemukan luka kekerasan seksual di anus dan vagina korban. Sang ayah pun mengakui telah memperkosanya sebanyak tiga kali dalam sebulan terakhir.
Pemerkosaan ketiga dilakukan pada Jumat (18/3/2022) saat korban tiduran menonton televisi.
Saat diperkosa, korban sempat melawan. Satu jam setelah diperkosa, korban mengalami kejang-kejang dan dilarikan ke klinik oleh pelaku.
Saat dirujuk ke RS, korban dinyatakan tewas. Pelaku mengaku memperkosa anaknya karena sering menonton film porno.
Kasus pemerkosaan ayah kepada anak juga terjadi di Solo. AA, warga Jebres, Solo berulang kali memperkosa anaknya yang masih berusia 13 tahun.
Pemerkosaan dilakukan sejak Desember 2021 hingga Maret 2022.
AA mengaku memperkosa sang anak yang tidur di sebelahnya karena jarang melakukan hubungan seksual dengan istrinya yang juga ibu korban, MEP (31).
Baca juga: Pengakuan Ayah Kandung Perkosa Anaknya di Solo: Sama Istri Jarang Berhubungan
Asih Widiyowati, aktivis perempuan Umah Ramah Cirebon mengatakan banyak kasus kekerasan seksual yang ia dampingi, pelakunya adalah orang terdekat korban seperti ayah kandung.
"Seperti Semarang. Pelakunya adalah ayah kandung atau orang terdekat yang seharusnya memberikan rasa aman kepada anak," kata Asih saat dihubungi Kompas.com pada Rabu (23/6/2022).
Ia mengatakan relasi kuasa adalah kata kunci dari kasus kekerasan seksual yang dialami oleh anak atau juga perempuan.
"Relasi kuasa ini ada kuat ada yang lemah. Dan anak-anak tidak berani menolak karena takut diancam," kata dia.
Baca juga: Ayah Perkosa Anak Kandung di Bogor, Istri Tak Berani Melapor karena Takut
Asih juga menjelaskan kekerasan seksual berhubungan dengan pemahaman seksualitas dan pendidikan seksual yang masih dianggap tabu.
"Padahal berbicara pendidikan seksual bukan bicara tentang esek-esek. Setiap manusia punya hasrat seksual, kita tak bisa menolakmya. Namun akan bermasalah jika melampiaskannya ke orang lain dan itu melanggar hak orang lain. Ya seperti ayah memperkosa anaknya," ungkap asih.
Hal lain yang menurut Asih sangat penting adalah terkadang masyarakat abai dengan kondisi sekitar.
"Ada banyak korban kekerasan seksual sebenarnya sudah memberi kode, tapi ada ancaman yang saya sebut relasi kuasa tadi. Ditambah masyarakat abai sehingga semakin banyak korban kekerasan seksual," kata asih.
Baca juga: Ayah Perkosa 2 Anak Kandungnya, Salah Satu Korban Usia 5 Tahun Tewas dengan Luka Robek
Untuk mencegah kekerasan seksual terjadi, Asih mengatakan orangtua harus mengajarkan kepada anak untuk berani mengungkapkan perasaan saat tidak nyaman.
"Saya berharap kita semuar aware dengan tubuh, Berani speak up. Harus berani ngomong ketika kita nyaman. Please jangan diam," kata Asih.
Selain itu ia berharap pemerintah membuat regulasi yang melindungi anak dan perempuan korban kekerasan seksual.
"Saya mengatakan negara hingga hari ini belum benar-benar hadir di tengah perempuan dan anak korban seksual. Saya menyayangkan sekali. Seharunya Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) harus disahkan. Paling tidak saat korban mengambil langkah hukum, mereka mendapatkan keadilan yang diinginkan," kata Asih.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.