Kasus dugaan paspor palsu tersebut menjadi kasus pertama yang ditangani Imigrasi Nunukan.
Sebagaimana dijelaskan Washington, biasanya CPMI ilegal hanya modal nekat. Mereka menghubungi calo untuk menyeberang melalui jalur ilegal tanpa berbekal dokumen.
Sementara dalam kasus ini, CPMI mengantongi dokumen perjalanan berupa paspor diduga palsu.
Baca juga: Malaysia Buka Jalur Perbatasan, Imigrasi Jemput Bola Pembuatan Paspor di Batas Negara
Menurut Washington, ada beberapa tanda yang bisa menjadi bukti pasport keduanya palsu.
Pertama adalah material kertas paspor tidak ada security atau hanya berbahan kertas biasa.
Selain itu, nomor porporasi yang tercantum dalam paspor keduanya juga tidak sinkron.
"Saat kita cek nomor paspornya, itu alokasinya untuk keluaran Indonesia, sementara di biodata pemilik, tertulis keluaran KBRI Kuala Lumpur. Selain itu, nomor paspor juga dimiliki oleh WNI di Malaysia. Pemilik aslinya ada, tapi sudah habis masa berlaku sejak 2020,’’jelasnya.
Selain itu, jika mereka berasal dari Jawa Timur, tentu jalur menuju Malaysia lebih mudah melalui jalur penerbangan Surabaya – Batam.
Baca juga: 86 Pekerja Migran Ilegal Diamankan di Asahan Sumut, Hendak Diberangkatkan ke Malaysia
Namun, keduanya memilih lewat jalur Sebatik. Hal ini yang menambah kecurigaan petugas.
"Kalau lewat Sebatik tentu akan berputar-putar kalau mau ke Kuala Lumpur. Harus lewat Tawau, lalu terbang ke Kota Kinabalu dan lanjut lagi ke Kuala Lumpur. Jadi janggal sekali," imbuhnya.
Imigrasi Nunukan masih melakukan pendalaman atas kasus ini. Kedua perempuan itu sementara ini juga masih berstatus sebagai korban.
"Kedua IRT tersebut bisa disangkakan Pasal 126 huruf b tentang kepemilikan paspor bukan untuk peruntukannya. Sementara ini, kita masih berkonsultasi dengan Kejaksaan, tidak menutup kemungkinan ketika kasus masuk Dik (Penyidikan), keduanya terjerat pasal 120 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian," tegasnya.