MAUMERE, KOMPAS.com - Seorang wanita paru baya tampak sibuk merapikan beberapa botol bekas di halaman rumahnya, Kompeks Gudang Matahari, Kelurahan Wairotang, Kecamatan Alok Timur, Kabupaten Sikka, NTT, Selasa (1/3/2022).
Dia adalah Margareta. Di usia yang sudah 67 tahun, Margareta masih bekerja sebagai seorang pemulung.
Baca juga: 40 Rumah di Sikka NTT Terendam Banjir, 3 Keluarga Dievakuasi
Margareta memiliki seorang adik bernama Maria Anggelina (56). Maria juga bekerja menjadi pemulung.
Keduanya mulai memulung sejak 1997 silam, atau kurang lebih sudah 25 tahun.
Bagi keduanya, jadi pemulung adalah satu-satu pilihan agar bisa menyambung hidup
Baca juga: Seorang Anggota TNI Tewas dalam Kecelakaan Tunggal di Sikka NTT
Margareta dan Maria tinggal di sebuah bekas kios berukuran 4x4 meter.
Kios itu milik Baba Roda Mas, seorang pengusaha di Kota Maumere. Bekas kios itu kini dijadikan tempat tinggal.
“Kami sangat bersyukur karena diberi tempat untuk tinggal,” ujar Margareta kepada Kompas.com, Selasa (1/3/2022).
Di rumah yang sederhana itu, keduanya ditemani Elisabet Feliksia Genoveva (19) dan Marselinus Mikael Anggelo (17).
Kedua remaja ini merupakan buah hati kakak mereka yang bernama Kosmas. Margareta dan Maria menganggap keduanya seperti anak kandung.
Baca juga: Salah Paham, Bupati dan Wakil Ketua DPRD Sikka Nyaris Adu Jotos Usai Sidang
Kosmas adalah saudara Margareta dan Maria. Ia merupakan seorang tunanetra.
“Kakak Kosmas tidak bisa lihat. Dulu dia juga bekerja sebagai pemulung. Kami asuh anaknya sejak bayi,” kenang Margareta.
Margareta mengatakan, setiap hari ia bersama adiknya menyusuri jalanan di kota Maumere untuk mencari sampah.
Namun, tidak semua jenis sampah. Hanya botol plastik bekas, koran dan kardus.
Sampah-sampah itu kemudian dimasukkan ke karung atau kresek yang sudah disiapkan.
“Biasanya sampah jenis ini banyak ditemukan di sekolah dan kompleks perkantoran,” katanya.
Baca juga: Ratusan Hektar Tanaman Padi dan Jagung di Sikka Diserang Hama Tikus, Petani Terancam Gagal Panen
Sekembalinya ke rumah, keduanya kemudian memilah sampah lalu dijual.
Margareta berujar, hasil yang mereka peroleh tidak hanya untuk belanja kebutuhan sehari hari, tetapi ditabung.
Sebagian, disisihkan untuk biaya pendidikan Elisabet dan Marselinus.
“Kalau rezeki hasil penjualan kami bisa mencapai Rp 300.000 sampai Rp 800.000. Saya selalu sisihkan untuk biaya pendidikan anak,” ujarnya.
Baca juga: Kasus DBD di Sikka Meningkat Jadi 187 Orang, Didominasi Usia Anak
Bagi Margareta, pendidikan sangat penting untuk mengubah nasib. Ia tidak menginginkan kedua anak itu mengalami hal serupa seperti keduanya.
Margareta menambahkan, Elisabet sudah menamatkan pendidikan di salah satu sekolah kejuruan di kota Maumere, dan bekerja sebagai guru TK Sang Timur Wairklau Maumere.
Sementara Marselinus masih menyelesaikan pendidikan menengah di salah satu sekolah kejuruan.
Ia selalu bermimpi agar kedua anak itu menjadi orang yang sukses.
“Kondisi kami sudah seperti ini. Kami ingin mereka berhasil, walaupun kami hanya bekerja sebagai pemulung,” katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.