Asi Mbojo merupakan bangunan fisik terakhir Kesultanan Bima. Bangunan ini tampak anggun walupun telah melintasi waktu yang cukup panjang.
Baca juga: Mengintip Pesona Istana Kesultanan Bima
Bangunan yang telah menjadi museum bukan hanya sebagai pusat pemerintahan melainkan merupakan lambang identitas sebuah bangsa.
Menurut sejarah, di istana ini bendera merah putih pertama kali dikibarkan di Bima.
Asi Mbojo berisi benda-benda peninggalan Kesultanan Bima.
8. Masjid Terapung, Masjid Amahami
Masjid berada di kawasan Pantai Amahami, tepatnya di Jalan Sultan Muhammad Salahuddin, Kecamatan Rasanae Barat, Kota Bima.
Masjid disebut terapung karena bangunan berada di atas perairan, bangunan ini merupakan landmark baru di Kota Bima.
Bangunan yang baru selesai pada 2017 ini berfungsi sebagai tempat ibadah.
Desain merupakan hasil karya Universitas Petra Surabaya yang mendapatkan mandat langsung dari Pemerintahan Kota Bima.
Sebelumnya, pemerintah ingin mengangkat pariwisata Kota Bima dengan membangun objek yang menarik perhatian turis.
Kabarnya, rumah ibadah ini terinspirasi dari bangunan serupa yang ada di Pantai Losari (Sulawesi Selatan) dan Padang (Sumatera Barat).
Baca juga: Keindahan Kain Tenun Mbojo, Cermin Budaya Khas Bima
Filosofi kepemimpinan masyarakat Kota Bima yang dinamakan Nggusu Waru dan Uma Lengge diwujudkan dalam rancangan dasar masjid dikombinasikan dengan desain bintang Al-Quds, simbol yang terkenal dalam ajaran Islam.
Selain itu, bagian kisi-kisi masjid diberi ornamen khas Bima, berupa bunga Satako. Bunga Satako artinya bunga setangkai, yang mengandung filosofi orang harus bisa menebar kebaikan di keluarga maupun di masyarakat sekitar.
9. Pacuan Kuda (Pacoa Jara)
Pacuan kuda telah menjadi atraksi masyarakat Bima. Di Bima, acara pacuan kuda dilaksanakan empat kali dalam setahun, yaitu dalam rangka Bupati Bima Cup (April), Hari Jadi (Juli), perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia (Oktober), dan untuk memeriahkan hari ulang tahun NTB (Desember).
Salah satu arena pacuan kuda dilaksanakan di Pacuan Kuda Sambinae, Kota Bima.
Pacuan kuda menggunakan kuda asal Bima dengan joki cilik berusia 6 sampai 9 tahun, mereka berpacu tanpa menggunakan pelana.
Kuda di Bima disebut Kuda Anjing atau Jara Poro, karena kudanya kecil-kecil dengan tinggi kurang lebih 1 meter.
Pacuan kuda disaksikan ribuan orang. Penonton yang ingin menyaksikan membayar tiket, baik umum atau very personal important person (VIP), dan tersedia tempat duduk.
Sumber: ntb.bpk.go.id, pariwisata.bimakota.go.id, portal.bimakota.go.id,
nationalgeographic.grid.id, dinaspariwisata.bimakab.go.id,
portal.bimakota.go.id, dan
direktoripariwisata.id
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.